KORANMADURA.com – Harga emas beberapa hari ini melonjak tajam. Nilainya pun diramal bisa cetak rekor ke level US$ 2.000 per troy ounce. Bahkan harga emas di dalam negeri sudah tembus di atas Rp 1 juta per gram.
Ternyata, terkereknya harga emas dipengaruhi oleh kebijakan bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve Dikutip dari CNN, Kamis, 30 Juli 2020, stimulus dari bank sentral AS membuat nilai dolar AS melemah.
Imbasnya pelaku pasar berbondong-bondong memborong emas dan logam mulia lainnya. Harga perak pun ikut naik sekitar 35% tahun ini menjadi sekitar US$ 24 per ons. Setidaknya dolar AS telah anjlok lebih dari 3% terhadap mata uang utama lainnya tahun ini karena The Fed memangkas suku bunga menjadi nol.
“Ketika suku bunga nol, emas lebih baik daripada menyimpan uang di bank,” kata Ed Keon, kepala strategi investasi dan direktur pelaksana QMA dalam sebuah wawancara dengan CNN. “Secara historis, emas adalah lindung nilai yang baik selama masa volatilitas dan ketidakpastian,” dia melanjutkan.
Melemahnya dolar AS pun mendorong imbal hasil obligasi pemerintah AS jangka panjang mendekati rekor terendah sekitar 0,6%. Itu ikut memicu orang-orang lebih melirik emas dan perak sebagai gantinya.
Ditambah adanya kekhawatiran tentang meningkatnya pelemahan ekonomi global dan bertambahnya kasus COVID-19 di AS.
Beberapa investor tampaknya juga melihat kemungkinan inflasi yang lebih tinggi. Diperkirakan triliunan dolar pinjaman dari Fed dan beban utang tambahan yang dikeluarkan pemerintah AS untuk program stimulus COVID-19 dapat semakin melemahkan mata uang Paman Sam.
“Debasement dan akumulasi utang saat ini menabur benih untuk risiko inflasi masa depan meskipun risiko inflasi tetap rendah hari ini,” kata ahli strategi di Goldman Sachs dalam sebuah laporan minggu ini.
Bank sekarang berpikir emas akan mencapai US$ 2.300 dalam 12 bulan ke depan, sementara perak akan melonjak ke US$ 30. (DETIK.com/ROS/VEM)