BANGKALAN, koranmadura.com – Hingga saat ini, Kabupaten Bangkalan, Madura, Jawa Timur, belum memiliki Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) yang memberi rekomendasi penetapan, pemeringkatan, dan penghapusan cagar budaya.
Padahal, keberadaan TACB memilik peran penting, mengingat di Bangkalan banyak cagar budaya yang belum diperhatikan. Seperti halnya prasasti Joko Tole di Kecamatan Socah, pemandian Joko Tarub di Modung serta Gua Palanangan di Geger.
Kepala Disbudpar Kabupaten Bangkalan Moh. Hasan Faisol, melalui Kabid Kebudayaan Hendra Gemma Dominan menyampaikan, pembentukan TACB ada mekanisme yang perlu dilalui, yaitu mengikuti sertifikasi.
Di akhir dari kegiatan, nantinya akan dilakukan pengujian kepada peserta sertifikasi. Itupun, katanya belum bisa menjamin akan lulus dan mendapatkan sertifikat keahlian.
“Sertifikasi biasanya berlangsung tiga hari, setelah itu diuji, jika lulus baru dapat sertifikat, kalau gak lulus maka tidak dapat,” kata Hendra sapaan akrabnya, Senin, 20 Juli 2020.
Dalam membantuk TACB dibutuhkan lima hingga tujuh orang yang sudah memiliki sertifikat keahlian dalam bidang penelitian cagar budaya. Jika kurang dari ketentuan itu maka tidak bisa dibentuk.
“Jika yang ikut tes lima orang lulus semua alhamdulillah, bisa membentuk. Tapi jika lulus tiga atau empat maka tidak bisa membentuk TACB,” ucapnya.
Seberapa penting TACB di Bangkalan? Pihaknya menyampaikan, dengan banyaknya situs cagar budaya yang belum ditetapkan secara sah di Bangkalan ini, maka perlu adanya TACB. Karena, menurut dia yang berhak melakukan penelitian dan menentukan situs tersebut dikatakan memiliki sejarah penting adalah tim ahli bersertifikat itu.
“Mereka yang bisa mengkaji, masukan dan menetapkan sebagai cagar budaya, karena memiliki keahlian. Sedangkan di Bangkalan banyak cagar Budaya belum diteliti,” katanya.
Namun, untuk tetap merawat cagar budaya di kota salak ini, pihaknya hanya bisa membentuk tim pengolah data saja. Mereka bertugas mencatat situs sejarah di Bangkalan ini agar tidak punah. Namun demikian, mereka tidak bisa meneliti dan menetapkan sebagai suatu situs cagar budaya.
“Tim pengelolah data dari Disbudpar sendiri, tapi sebatas mendata situs cagar budaya di Bangkalan tidak bisa lebih,” ucapnya.
Kenapa di Bangkalan belum bisa membentuk TACB yang bisa menjaga situs-situs bersejarah? Pihaknya menyampaikan, di Bangkalan ini belum ada orang yang memiliki sertifikat ahli cagar budaya. Jika mendelegasikan untuk mengikutkan pelatihan dan mendapatkan sertifikat membutuhkan anggaran yang cukup besar.
“Dulu satu orang 15 juta, sekarang bisa jadi naik. Jika lima orang maka banyak. Itu pun belum tentu lulus. Tidak lulus satu, kurang dari lima belum bisa membentuk juga,” terangnya.
Namun demikian, pihaknya tetap berusaha untuk membentuk TACB. kata Hendra, pihaknya sering mengusulkan ke pemerintah agar bisa mengikutikan pelatihan. Jika nantinya disetujui, pihaknya akan mendelegasikan orang terhebatnya untuk mengikuti pelatihan agar mendapatkan sertifikat keahlian cagar budaya.
“Bertahun-tahun kita usulkan ke atas. mudah-mudahan saja anggaran kita cukup sehingga kita bisa bentut TACB sendiri di Bangkalan,” tutupnya. (MAHMUD/ROS/VEM)