SUMENEP, koranmadura.com- Pemerintah Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur sedang membangun peningkatan jalan hotmix di Desa Prenduan, Kecamatan Pragaan. Hingga bulan 6 tahun 2020 ini, jalan yang menguras APBD Rp 2,5 miliar belum juga selesai. Bahkan tak kunjung diserahterimakan hingga muncul dugaan tak sesuai RAB.
Paket pekerjaan jalan yang diambil dari Dana Alokasi Khusus (DAK) ini dikerjakan oleh CV. Elang Emas sebagai pemenang tander. Kemudian dikerjakan pada awal 2020 lalu. Panjang jalan 3,4 kilometer.
Merespons itu, Kepala Dinas PU Bina Marga melalui Kabid Tehnik Agus Adi Hidayat mengatakan, tahapan jalan hotmix di desa Prenduan masih dalam proses konstruksi.
“Sampai sekarang tahapannya masih dalam proses konstruksi, belum selesai, masih sampai bulan Agustus, sekarang kan masih Juli,” kata Agus, sapaan akrabnya, Sabtu, 11 Juli 2020.
Agus mengaku, seluruh tahapan dalam pengerjaan proyek tersebut masih harus melewati sejumlah kajian. Sehingga pengerjaannya membutuhkan waktu yang cukup lama.
“Artinya, masih belum selesai. Sebab, belum ada serah terima kepada PU Bina Marga, itu yang pertama,” tegas Agus.
Meskipun proyek tersebut sudah diserahterimakan, lanjut Agus, perbaikan dalam masa pemeliharaan konstruksi bangunan harus tetap berlanjut.
Menurut Agus, hal itu sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang masa pemeliharaan minimal 6 bulan.
“Karena, proses serah terima itu panjang. Bisa sampai 360 hari atau 1 tahun,” ujarnya.
Kapan bisa diserahterimakan? Agus menegaskan tidak serta merta diserahterimakan ketika pengerjaan selesai. Katanya, terdapat beberapa poin yang ‘wajib’ dipenuhi kontraktor. Seperti tahap pengukuran, core drill, ketebalan, hingga proses uji laboratorium.
“Pertama, harus ada pengukuran. Nah, ngukur jalan itu ada caranya, misal ngukurnya per 50 meter sesuai dengan STA (stationing/penomoran), sesudah itu masih ada proses core drill,” ujar Agus menguraikan.
Setelah di-core drill, imbuhnya, kemudian diukur ketebalan jalan. Lalu akan diuji di laboratorium.
“Artinya, nanti akan di core per 100 meter ke dalam 6 titik. Baru diukur ketebalannya dan dihitung tebal rata-ratanya baru di lab-kan, setelah itu dikombinasi lagi, dihitung lagi semuanya, baru akan ketemu jumlahnya berapa ton,” jelas Agus kembali mengurai.
Selain itu, kata Agus, seluruh mekanisme pekerjaan yang berhubungan dengan jasa konstruksi juga mengacu kepada Undang-Undang Jasa Konstruksi.
“Yang dikatakan selesai apabila sudah ada serah terima pertama. Istilahnya PHO (Provisional Hand Over) setelah itu masih ada lagi serah terima kedua, lah ini kan aneh belum ada tahapan itu sudah dikoreksi kemana-mana kayak kemarin itu. Jadi ceritanya ini masih panjang,” katanya menegaskan soal proses penyelesaian pekerjaan jalan.
Apabila dalam tahap serah terima selama 360 hari masih ditemukan kerusakan lagi, maka tetap harus dilakukan perbaikan.
“Jadi tanggung jawab penyedia itu tidak hanya sampai selesai pekerjaan. Sampai berlanjut nanti ke serah terima kedua,” bebernya.
Soal dugaan tak sesuai Rencana Anggaran Biaya (RAB), menurus Agus belum ada dasar kuat. Karena proyek jalan hotmix tersebut masih berlangsung hingga sekarang.
“Belum nyampek, jadi mengukur itu kan membandingkan. Lah pembandingnya apa,” katanya sembari bertanya.
Agus kemudian mengibaratkan RAB dengan seseorang memberikan uang senilai 1 juta. “Misalnya ya, saya ngasih uang 1 juta. Belum dihitung tiba-tiba sampean sudah bilang kurang, lah darimana coba, makanya hitung dulu,” dalihnya.
Kendati demikian, pihaknya tetap berterimakasih kepada masyarakat yang sudah mengoreksi pembangunan jalan hotmix tersebut.
“Masyarakat berarti sudah mau bermitra dengan kita, apabila ada keluhan silakan langsung datang ke sini, jangan melalui orang lain. Sebab, belum tentu orang lain paham terkait dengan persoalan itu,” ungkapnya. (SOE/VEM)