SUMENEP, koranmadura.com – Rekom DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pada Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Sumenep, Madura, Jawa Timur pada 9 Desember mendatang telah keluar dan jatuh pada Fattah Jasin-Kiai Ali Fikri.
Itu diketahui setelah beredarnya video Ketua DPC PKB Sumenep, KH Imam Hasyim yang menyatakan bahwa rekomendasi PKB turun kepada Fattah Jasin-Kiai Ali Fikri. Dalam video berdurasi 45 detik, mantan Ketua DPRD Sumenep itu mengungkapkan rasa syukur atas turunnya rekom PKB.
“Alhamdulillah, telah turun rekomendasi (PKB untuk) calon bupati dan wakil bupati kabupaten Sumenep, yaitu (pada) Bapak Dr. Ir. H. Fattah Jasin dan KH. ‘Ali Fikri. Alhamdulillah pada saat sekarang telah terwujud,” ujar Kiai Imam, dalam video tersebut Jumat, 3 Juli 2020 kemarin.
Yang menarik dari video itu, Kiai Imam, sapaan akrabnya, juga membawa-bawa Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Bahkan Kiai Imam tak canggung mengajak kader partai belambang kakbah itu untuk berjuang memenangkan dan menyukseskan pasangan Fattah Jasin-Kiai Ali Fikri.
“Oleh karena itu kami mohon kepada seluruh kader Partai Kebangkitan Bangsa dan seluruh kader Partai Persatuan Pembangunan, mari kita tingkatkan, mari kita usaha sekuat tenaga, sukseskan Pilkada yang akan datang,” tegasnya
Pasca itu, banyak orang bertanya, bernakah koalisi PKB-PPP final? Selain video itu, meme-meme berseleweran tentang koalisi partai Islam ini, baik di grup-grup WhatsApp maupun Facebook. Bahkan ada beberapa media yang menulis ‘Dua Partai Nadliyin dan Ulama Bersatu’.
Koranmadura.com mencoba untuk konfrimasi langsung kepada DPC PPP Sumenep, termasuk ke DPP PPP. Jawaban DPC dan DPP sama, ‘rekomendasi belum turun’ alias sampai saat ini ‘belum bertuan’.
Sekretaris DPC PPP Sumenep, Moh. Syukri menegaskan bahwa hingga saat ini rekom partainya itu belum turun dari DPP.
“Rekomendasi PPP masih belum turun,” tegasnya saat dikonfirmasi koranmadura.com.
Disinggung soal video Kiai Imam, anggota DPRD Sumenep dari Dapil kepulauan ini tak terkejut, sebab apa yang diucapkan Kiai Imam itu tak jauh beda dengan komentar sebelum-sebelumnya.
“Itu, kan, sama dengan komentar yang sebelum-sebelumnya,” ungkapnya tanpa menjelaskan lebih lanjut maksud.
Wasekjen DPP: Belum Ada Rekomendasi
Wakil Sekjen DPP PPP, Achmad Baidowi juga menegaskan bahwa sampai saat ini partainya belum menunjuk atau merekom siapapun untuk Pilkada Sumenep.
Menurutnya, DPP PPP sejauh ini masih menunggu usulan dari DPW PPP Jawa Timur.
“Belum ada rekomendasi dari DPP PPP, masih menunggu usulan DPW PPP Jawa Timur. Infonya sudah dikirim dari Jawa Timur,” ungkapnya melalui pesan WhatsApp, Jumat, 3 Juli 2020, jelang dini hari.
Ketika disinggung mengenai pernyataan Kiai Imam yang juga mengajak kader PPP menyukseskan Fattah Jasin-Kiai Ali Fikri, Baidowi menganggap hal itu wajar dalam dunia politik.
“Iya biasa saja, namanya harapan,” ujar pria yang juga anggota DPR RI dua perode itu.
Siapa Dapat?
Setelah DPC dan DPP PPP menolak disebut bergabung dengan PKB pada Pilbup mendatang, lalu kepada siapa sebenarnya rekom itu akan turun? KH Moh Shalahudin Warits, Fattah Jasin-Kiai Ali Fikri atau malah kepada Achmad Fauzi yang sudah dekralasi dengan Nyai Hj. Dewi Kholifah?
Melihat tanda-tanda, sepertinya pernyataan Kiai Imam lebih mendekati benar. Sebab secara kultur, PKB dan PPP ‘nyaris’ sama meskipun sebenarnya berbeda. Selain partai berbasis Islam, juga sama-sama identik dengan basis kiai. Sehingga opini “menghijaukan” Sumenep yang kerap gelindingkan oleh sebagian kalangan menjadi dasar koalisi ini terbentuk.
Selain itu, Kiai Fikri merupakan kakak kandung Ra Mamak, sapaan akrab KH Moh Shalahudin Warits. Jika melihat hubungan kekeluargaan ini, tentu tak perlu diragukan lagi, rekom PPP ‘pasti’ jatuh kepada pasangan Fattah Jasin-Kiai Ali Fikri. Meskipun di awal-awal, Kiai Ali Fikri dipinang Doni. Bahkan sempat deklarasi duet DoA.
Namun, Ra Mamak ‘memestakan’ diri dalam hajatan lima tahunan ini. Ra Mamak juga sempat daftar ke PKB sebagai Bakal Calon Bupati bersama KH Unais Ali Hisyam, meskipun pada akhirnya, PKB lebih memilih Fattah Jasin.
Jauh sebelum ke FJ, Ra Mamak sempat diisukan akan mendampingi Fattah Jasin sebagai Cawabup. Isu itu santer, bahkan sempat ada meme Fattah Jasin-Ra Mamak. Namun, para loyalis merespons dengan tegas bahwa Ra Mamak mendaftar sebagai Cabup, bukan Cawabup.
“Saat ini kami tetap menginginkan beliau (kiai Mamak) maju sebagai calon bupati. Di setiap partai tempat beliau mendaftar sebagai bakal calon bupati,” kata Loyalis, H. Latip 13 April 2020 lalu.
Kemudian ditegaskan oleh Ketua Rewalan dan Loyalis Ra Mamak, Fathol Bari. Menurutnya, relawan dan loyalis tak masalah dengan koalisi PKB-PPP. Tapi menjadi keberatan jika Ra Mamak di posisi bacawabup.
“Sejak pertama perjuangan dimulai, para relawan dan loyalis sudah berkomitmen untuk mendorong Ra Mamak maju sebagai Calon Bupati Sumenep. Ini tak bisa ditawar. Jika ada pembicaraan tentang M 2 untuk Ra Mamak, kami mundur secara perlahan,” tegasnya.
Alasan Fathol Bari tentu sangat berdasar. Selain tidak punya beban masa lalu, Ra Mamak merupakan sosok pemuda yang cerdas, santun dan bersih. Selain itu, Ra Mamak juga putra kiai kharismatik NU.
Selain itu, Ra Mamak juga punya akar dukungan yang kuat, didompleng oleh basis santri dan alumni Annuqayah. Bahkan hingga saat ini, loyalis Ra Mamak masih menunggu komando. Melihat itu, itu juga menjadi pertimbangan yang matang dan masuk akal kalau DPP PPP justru merekom Ra Mamak untuk maju di M1.
Kursi PPP tujuh di kursi legislatif. Untuk bisa maju tentu bukan hal sulit untuk mencari koalisi. Bisa NasDem, Demokrat, Gerindra, PBB, PKS atau partai lain yang belum menyatakan dukungan. Sebab PDI-P dan PAN sudah resmi mendukung Fauzi-Eva (meskipun sebenarnya Gerinda diisukan akan merapak ke Fauzi-Eva). Sementara PKB sudah pasti Fattah Jasin-Kiai Ali Fikri (demokrat juga diisukan ke FJ).
‘Negoisasi politik’ bisa terjadi pada saat genting semacam ini. Ra Mamak bisa membangun komunikasi dengan Kiai Unais, pun sebaliknya. Mantan anggota DPR RI ini merupakan kader murni PKB. Jika sepaham, tentu poros tengah bisa muncul. Kiai Unais tentu bukan tokoh sembarangan.
Sosoknya juga dikenal banyak orang, terutama masyarakat Sumenep. Kiai Unais juga bacawabup yang mendafat ke PKB bersama Ra Mamak. Namun, ia juga kalah saing dengan FJ. Ra Mamak-Unais atau Unais-Ra Mamak bisa terjadi.
Apakah Fauzi-Eva sudah tak punya peluang mendapat rekom PPP? Secara hitung-hitungan dan melihat fakta di atas, tipis. Tapi politik itu statis, setiap detik selalu berubah. Bisa jadi, rekom PPP malah jatuh ke tangan Achmad Fauzi. Selain separuh petahana, secara popularitas dan elektabilitas, Fauzi di atas yang lain. Daripada itu, ada faktor milenial. Selama lima tahun menjabat, Fauzi sangat dekat dengan kalangan anak muda. Namanya juga telah melekat di hati mereka.
Faktor lain, Fauzi juga rajin turun ke bawah, hadir beberapa acara haflatul imtihan hingga kerap menemui dan silaturrahim dengan kiai dan ulama. Termasuk juga kalangan pemuda NU.
Tak kalah penting, faktor Nyai Eva sebagai Ketua Muslimat NU juga bisa jadi pertimbangan DPP. Apalagi Nyai Eva pernah berkarir di PPP. Belum lagi, Muslimat yang rata-rata diisi kaum perempuan punya loyalis tiada duanya.
Lalu, ke siapa sebenarnya rekom PPP itu jatuh? Menarik kita tunggu. (SOE/VEM)