SAMPANG, koranmadura.com – Bahri (64), warga Kecamatan Omben, Kecamatan Sampang, Madura, Jawa Timur, yang meninggal pasca menjalani operasi Hernia di Klinik Sukma Wijaya tampaknya berbuntut panjang.
Pasalnya dugaan malapraktik tersebut kini ditanggapi serius oleh Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten setempat. Bahkan Dinkes menurunkan tim audit kesehatan untuk mendalami peristiwa yang sempat ramai dalam pemberitaan beberapa hari lalu.
“Hari ini tim audit Dinkes memanggil pihak Klinik Sukma Wijaya untuk dimintai keterangan kejadian yang mengakibatkan korban nyawa usai operasi hernia,” ujar Plt Kepala Dinkes Sampang, Agus Mulyadi kepada koranmadura.com, Rabu, 26 Agustus 2020.
Menurutnya, Tim Khusus audit kesehatan yang diturunkannya tidak lain untuk melakukan klarifikasi dan investigasi mengenai proses penanganan pasien hingga terjadi peristiwa meninggalnya pasien.
Namun begitu pihaknya hanya berwenang mengeluarkan rekomendasi pendirian rumah sakit atau klinik swasta. Oleh karena itu, pihaknya mengaku tetap melakukan pemantauan terhadap setiap kejadian di klinik swasta.
“Kalau memang tindakan dan layanan yang diberikan oleh Klinik Sukma Wijaya tidak sesuai prosedur, kami akan layangkan surat resmi. Sejauh ini kami masih melakukan pendalaman dan klarifikasi,” paparnya.
Terpisah, anggota Komisi IV DPRD Sampang, Moh Iqbal Fathoni menyampaikan, dugaan malpraktik ini harus disampaikan secara transparan ke publik soal fakta yang sebenarnya. Pihak klinik, kata Iqbal harus berani menjelaskan, bukan lantas diam. Hal itu agar tidak jadi isu liar.
“Pihak klinik harus berani menjelaskan kepada publik dengan dibuktikan secara medis jika pasien meninggal itu karena faktor jantung dan bukan korban dugaan malpraktik sebagaimana pernyataan di awal kepada media, bukan justru hanya diam. Karena ini menyangkut kredibiltas klinik kan. Akan tetapi jika meninggalnya pasien tersebut bentuk dari sebuah kelalaian atau kesalahan prosedur, maka perlu ditindak lanjuti,” paparnya.
Di sisi lain, pihaknya juga tidak menginginkan para dokter selalu disalahkan, hal itu dapat mengakibatkan dokter akan ketakutan untuk melakukan tindakan medis demi keselamatan masyarakat. (Muhlis/SOE/VEM)