Oleh: Miqdad Husein (*)
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengkritisi langkah pemerintah melibatkan TNI dan Polri dalam penanganan pandemi Covid-19. YLBHI menilai melibatkan TNI dan Polri dalam menangani pandemi Covid-19 sangat tidak tepat. “Pelibatan TNI dan Polri sebagai sifat represif. Langkah itu tidak bisa diterapkan jika menyentuh ranah privat,” tegas Ketua Umum YLBHI Asfinawati.
Pemikiran LBH itu secara normatif dalam perspektif berbeda memang cukup beralasan. Secara normatif tentara tugasnya pertahanan negara. Melibatkan tentara dalam penanganan pandemi Covid-19 selintas terkesan berlebihan. Bukankah pandemi Covid-19 belum mengancam kedaulatan negara?
Bagaimana dengan aparat kepolisian. Untuk aparat kepolisian baik secara normatif maupun realitas sosial dapat dipahami. Pengamanan berbagai kebijakan pemerintah perlu peran aparat kepolisian. Apalagi ketika di tengah masyarakat masih mudah ditemui berbagai perlawanan atau tepatnya penolakan memakai masker dan jaga jarak.
Penertiban masyarakat kadang memerlukan pendampingan aparat kepolisian. Beberapa kejadian ketika satpol PP mengingatkan dan menegor masyarakat yang tidak memakai masker menimbulkan ketegangan. Kehadiran aparat kepolisian di sini terasa urgensinya.
Kembali pada persoalan tentara, apakah memang seperti aparat kepolisian sangat mendesak kepentingannya? Atau, seperti dituduhkan YLBHI pelibatan tentara mencerminkan kecenderungan tindakan represif pemerintah?
Sekali lagi dari sudut pandang normatif memang bisa dipahami mempersoalkan keterlibatan tentara dalam penanganan pandemi Covid-19. Jauh dari peran profesioal tentara sebagai kekuatan pertahanan negeri ini.
Tapi marilah berpikir tidak sekedar atas dasar perundang-undangan. Seperti kata Almarhum Bismar Siregar, jangan penegak hukum sekedar mengacu pada pasal-pasal tanpa melihat realitas sosial. Perlu selalu mencermati persoalan riil di lapangan atau di depan mata. Katakanlah mempertimbangkan aspek sosial dan budaya serta urgensinya.
Dalam keadaan normal pernyataan YLBHI itu tidak diragukan kebenarannya. Namun, ketika situasi darurat seperti sekarang ini, ketika menyangkut keselamatan nyawa masyarakat, tidak beralasan mempersoalkan partisipasi tentara dan aparat kepolisian.
Sangat jelas pelibatan tentara dan aparat kepolisian saat ini untuk kepentingan menyelamatkan masyarat dari pandemi Covid-19. Bukan bertujuan kepentingan lain misalnya membungkam kekuatan perlawanan kepada pemerintah.
Tentara dan aparat kepolisian hanya membantu mendorong tertib masyarakat. Dan tertib masyarakat di sini sepenuhnya demi kepentingan keselamatan masyarakat sendiri bukan kepentingan politis pemerintah. Lalu di mana letak represifnya?
Jangan lupa, peran mendisiplinkan masyarakat sebatas di wilayah publik, bukan di rumah. Ini artinya kesehatan seperti disebut YLBHI sebagai wilayah privat masih dihormati. Yang dibantu penertibannya ketika persoalan kesehatan memasuki wilayah publik, membahayakan orang banyak.
Sepenuhnya yang menjadi tujuan pelibatan tentara dan aparat kepolisian sebatas mendorong masyarakat mentaati protokol Covid-19. Tujuannya sangat jelas agar segera terputus penyebaran virus berbahaya itu. Sekali lagi sangat jelas kepentingannya untuk menyelamatkan masyarakat dari terinfeksi Covid-19.
Sulit mengingkari fakta sosial tentang rendahnya kedisiplinan masyarakat negeri ini. Bahkan yang terkait keselamatan masyarakat sendiripun untuk berdisiplin sangat sulit. Memakai masker saja demi keselamatan sendiri, masih banyak yang membangkang.
Kehadiran tentara dan aparat kepolisian sebatas mendorong dan mendisiplinkan masyarakat demi kepentingan keselamatan masyarakat sendiri. Bukan untuk kepentingan mempertahankan kekuasaan atau bertujuan membungkam pendapat berbeda dengan pemerintah.
Susah memang jika perspektif mengabaikan obyektivitas dan kajian keseluruhan masalah. Apalagi jika hanya atas dasar normatif semata dengan menutup urgensi serta prioritas kebutuhan. Teks dipisahkan dari konteks ya jadi kacau. (*)
*Kolumnis, tinggal di Jakarta.