SUMENEP, koranmadura.com – Isu Partai Komunis Indonesia (PKI) bangkit selalu muncul pada momen tertentu. Bahkan tidak jarang menjadi bumbu politik seperti saat ini. Sebab, tahapan perhelatan pesta demokrasi berbarengan dengan peristiwa Gerakana 30 September (G 30 S). Meski isu tersebut terkadang sumber informasi masih diragukan.
Kondisi tersebut mendapat respons dari Achmad Fauzi. Bahkan pria yang saat ini menjadi calon Bupati ini menilai, isu PKI hanya bagian dari bumbu politik yang tidak jelas sumbernya.
Dirinya mengimbau kepada masyarakat jika ada riak-riak kebangkitan generasi yang mengaku sebagai trah PKI, tentu harus ditolak. Sebab, itu sudah menjadi luka batin bagi warga Indonesia.
“Sebenarnya, tidak ada alasan untuk membiarkan PKI Bangkit di Indonesia. Melainkan harus ditolak,” katanya.
Fauzi dengan tegas akan pasang badan pada garis terdepan dalam melakukan aksi penolakan itu. Sebab, dengan membiarkan keturunan atau loyalis membangkitkan kembali PKI, sama dengan mencederai hati warga Indonesia.
“Luka terhadap kebringasan PKI tentu tidak bisa terobati. Makanya, mari tolak bersama,” ucapnya.
Dengan begitu, lanjut Suami Nia Kurnia ini, harus diakui kebringasan PKI mulai dari 1960 hingga 1965 masih segar dalam ingatan warga negara, termasuk di Kabupaten Sumenep. Di mana mereka banyak melakukan pembantaian, mulai dari Jenderal yang diculik dan kemudian dimasukkan lubang buaya.
“Perjuangan mereka hingga terbunuh dan dimasukkan di lubang buaya, harus dijunjung tinggi,” ungkapnya.
Belum lagi, pembantaian yang dilakukan di sejumlah daerah, Jawa Timur seperti di Madiun, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Bali dan lainnya. Bahkan, upaya menghilangkan status sosial tokoh agama juga tak lepas dari peran “main” PKI. Padahal, sejumlah kiai adalah panutan umat Islam, yang tentunya dipuja dan dihormati.
Dengan begitu, terang dia, umat Islam merasa tersakiti. Maka, tidak salah jika setelah 1966 berbagai operasi militer dan gerilya rakyat dilakukan untuk membasmi letupan-letupan kecil yang masih berafiliasi dengan PKI ini. Otomatis, pelan-pelan mulai tergusur peran dan permainan PKI dengan kerjasama militer yang waktu itu dipimpin Soeharto dan gerilya masyarakat.
“Tentu, tidak mudah perjuangan membasmi PKI oleh para elite militer hingga akhirnya tergerus. Tapi, saat isu kebangkitan itu malah santer terdengar. Tapi, kami kira itu hanya kamuflase, dan nyatakan menolak dan tidak simpatik dengan PKI. Perjuangan berdarah memberangus PKI ini harus dihargai mahal warga Indonesia,” tuturnya.
Dengan demikian, terang Wabup Sumenep yang saat ini cuti, pihaknya secara tegas menyatakan tidak ada kompromi bagi kebangkitan PKI dimanapun dan kapanpun. Apalagi, sampai melakukan afiliasi.
“Kami di sini bersama rakyat, juga merasa sakit hati dengan PKI. Maka, kami menolak adanya kebangkitan PKI. Apalagi, kami menghargai para ulama yang menjadi korban kebringasan PKI ini,” ungkapnya.
Untuk itu, pihaknya mengajak masyarakat untuk selalu tenang dan waspada. Sebab, pihaknya memastikan akan bersama rakyat jika ada rencana kebangkitan ini.
“Ini luka sejarah, jangan sampai hidup lagi. Luka ini tetap menganga. jangan biarkan kembali lagi. Mari kita lawan bersama,” imbaunya. (JUNAIDI/ROS/VEM)