SUMENEP, koranmadura.com – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, memprotes Perbaikan Hasil Rekapitulasi Daftar Pemilih Hasil Pemutakhiran (DPHP) untuk Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Sumenep tahun 2020. Bahkan, Komisioner Bawaslu memilih walk out (wo) dari forum Pleno DPHP yang digelar Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumenep, Senin, 14 September 2020 malam.
Tindakan tersebut dilakukan karena KPU tidak mengindahkan nota keberatan yang disampaikan Bawaslu. Nota keberatan tersebut disampaikan karena terindikasi banyak kesalahan rekapitulasi daftar calon pemilih di tingkat kecamatan dan rekapitulasi di tingkat kabupaten.
Seluruh komisioner Bawaslu Sumenep meninggalkan forum sekitar pukul 22.00 WIB. “Kemarin kami (Bawaslu) sudah memberikan imbauan untuk menunda penetapan DPHP menjadi DPS, tapi KPU tidak mengindahkan, malah rapat pleno tetap dilanjutkan,” kata Anwar Noris, Ketua Bawaslu Kabupaten Sumenep, Selasa, 15 September 2020.
Mantan aktivis mahasiswa di Malang itu menyampaikan, hasil pengawasan yang dilakukan terdapat dugaan kejanggalan dalam rekapitulasi tingkat kecamatan dengan rekapitulasi calon daftar pemilih tingkat kabupaten. Kesalah itu terjadi di sembilan kecamatan, namun KPU dalam rapat pleno hanya mendatangkan satu kecamatan.
“Kami minta untuk dilakukan perbaikan di sembilan kecamatan, tapi yang dihadirkan hanya satu. Jelas, ini sudah menyalahi aturan, apa dasar hukum yang dipakai oleh KPU sehingga data hasil rekap tingkat kecamatan bisa berubah, dan KPU tidak bisa menjawab. Makanya kami memilih out dari forum,” jelas Noris.
Noris menduga, amburadulnya pendataan itu dikarenakan KPU tidak mematuhi aturan yang ada. Salah satunya KPU melalui PPS tidak memberikan data by name hasil pemutakhiran data pemilih kepada pengawas desa atau kelurahan. Sehingga Bawaslu tidak bisa menyandingkan data yang dimiliki KPU. Sehingga pengawasan yang dilakukan Bawaslu terkesan dibatasi.
“Padahal sesuai PKPU nomor 19 tahun 2019 sangat jelas, PPS memberikan data tersebut kepada pengawas desa atau kelurahan berupa soff copy dan heard copy. Tapi itu tidak dilakukan, makanya amburadul seperti saat ini,” urainya.
Selain itu, lanjut Noris, mestinya KPU menyampaikan kepada partai politik, Bawaslu, jika terdapat kesalahan pada saat forum digelar. Namun hal itu tidak dilaksanakan. Sehingga KPU bisa dikatakan KPU unprosedural (cacat prosedur).
“KPU harus menaati tata cara prosedur terhadap rekapitulasi data ini,” ungkap Noris dengan nada serius.
Sementara itu, Ketua KPU Sumenep, A. Warits kepada media mengatakan, rapat pleno kali ini merupakan pleno perbaikan dari pleno 12 September 2020. Hal itu dikarenakan terdapat kecamatan yang melakukan kesalahan, seperti misalnya PPK Pragaan salah input data A-KWK.
Bahkan, kata Warits, sembilan kecamatan yang dimaksudkan Bawaslu sudah membacakan secara benar pada rapat pleno sebelumnya, yakni yang digelar pada 12 September 2020. “Yang tidak melakukan perbaikan hanya satu yakni Kecamatan Pragaan,” kata Warits.
Bahkan, lanjut Warits, saat pelaksanaan pleno sebelumnya Bawaslu tidak memberikan masukan mengenai hal tersebut. Sehingga ia memilih melanjutkan pleno DPHP meskipun tidak diikuti Bawaslu. (JUNAIDI/ROS/VEM)