Oleh: Miqdad Husein
Fluktuasi harga kebutuhan pokok di negeri ini sering mengalami lonjakan harga mencengangkan. Demikian pula ‘barang’ tertentu tiba-tiba langka. Inilah yang disebut distorsi pasar yang sampai saat ini masih terus dibenahi.
Adalah Didiek J. Rachbini, sosok paling sering teriak tentang distorsi pasar. Guru besar ekonomi kelahiran Madura itu sejak era Orde Baru sampai hari ini selalu menyinggung persoalan distorsi pasar di tengah masyarakat. Sebuah realitas ekonomi yang diakui masih sulit diatasi karena jejaknya terlalu lama sehingga seperti berurat akar.
Pemerintahan pimpinan Presiden Jokowi sangat intens berusaha memberantas mafia dan dugaan praktek monopoli dalam berbagai sektor. Dalam skala besar yang paling jelas dalam persoalan BBM antara lain tindakan pembubaran Petral.
Mafia lebih kecil juga diberantas habis terutama terkait kebutuhan masyarakat yang masih diekspor. Mafia bawang putih, gula, beras, dan berbagai kebutuhan lainnya terus diupayakan dikikis habis. Hasilnyapun mulai terlihat dari indikasi setiap momen besar seperti lebaran harga-harga relatif stabil.
Dalam skala lokal sebenarnya masih banyak mafia-mafia kecil berwujud para tengkulak yang berkeliaran di negeri ini. Menghadapi mereka sangat tidak mudah dan sepenuhnya tergantung dari masih-masing pemerintah daerah yang kebetulan masyarakatnya memproduksi komoditas tertentu.
Tembakau jelas sangat tergantung kesungguhan pemerintah daerah di Madura, yang perlu aktif intensif membenahi pengelolaan dan pasar tembakau. Bawang merah, terkait pemerintah daerah Brebes. Beras relatif beragam sentra produksinya. Semuanya, jika ingin berharap petani dapat hidup lebih makmur dan harga proporsional tergantung kemampuan pemerintah daerah.
Masyarakat sebelumnya sering menemui kenaikan harga cabe, tomat, bawang merah dan produk pertanian lain yang mencekik leher. Cabe misalnya, biasa harga normal sekitar 30 ribuan naik menjadi lebih dari 100 ribu rupiah. Tomat, biasanya berharga sekitar 10 ribuan bisa mencapai 40 ribuan.
Kenaikan harga gila-gilaan itu ironisnya bukan petani yang menikmati. Para tengkulak alias mafia-mafia kecil itulah yang mengeruk untung dari mempermainkan pasar. Petani tetap saja miskin dan sama sekali tidak mendapat nilai lebih dari kenaikan harga.
Dalam teori ekonomi memang berlaku prinsip ketika permintaan meningkat dan ketersediaan barang berkurang, otomatis harga naik. Dalam keadaan pasar sehat kenaikan harga dalam kisaran antara 20 persen sampai 50 persen. Masih wajar. Namun karena distorsi pasar, permainan para mafia, kenaikan bisa mencapai seratus sampai tiga ratus persen.
Itulah distorsi pasar paling tergambar jelas. Kenaikan jauh dari logika ekonomi dengan fluktuasi sulit diprediksi. Jika bisa ditertibkan akan terkendali seperti tuslah bus, menjelang dan setelah lebaran yang diatur pemerintah dengan kenaikan relatif terjangkau oleh masyarakat serta dipahami atas dasar realitas persoalan seperti kemacetan dan lainnya.
Masyarakat mungkin masih ingat ketika pertama kali terjadi pandemi covid-19. Sebelum pandemi harga masker normal setiap satu box berisi 50 lembar hanya sekitar 40-45 ribu rupiah. Satu lembar tidak sampai seribu rupiah. Begitu pandemi covid-19 naik bukan hanya 100 persen melainkan sampai lebih seribu persen. Harga perbox masker ada yang sampai mencapai 600 ribu rupiah. Ironisnya, jaringan apotik BUMN seperti Kimia Farma sempat menjadi bagian kenaikan pasar sampai kemudian Menteri BUMN Eric Thohir bertindak tegas.
Praktek-praktek berbisnis super kotor ini masih mudah ditemui di tengah masyarakat walau belakangan berkat kerja keras pemerintah Presiden Jokowi mulai relatif berkurang.
Upaya membenahi pasar memang harus terus dilakukan seluruh jajaran pemerintah terutama pemerintah daerah untuk skala kecil yang berhubungan langsung dengan masyarakat baik konsumen maupun ‘produsen’ seperti petani. Pembenahan meliputi antara lain mekanisme produksi sampai pasar termasuk keberanian memerangi para mafia kecil bernama tengkulak. Mereka biangkerok permainan harga dan yang sangat kejam menekan para petani.
Di luar itu perlu ada kampanye moral dan sosial terhadap perilaku berbisnis. Ada tindakan teknis, mekanisme dan terutama hukum serta dorongan dan tekanan moral dari para tokoh agamawan. Sebuah pekerjaan besar, yang memerlukan kesungguhan luar biasa.