BANGKALAN, kornamdura.com – Maraknya kasus seksual, sejumlah Korps HMI Wati (Kohati) Kabupaten Bangkalan, Madura, Jawa Timur, melakukan audiensi ke kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat, Selasa, 15 September 2020.
Di ruang Banggar DPRD Bangkalan, turut hadir juga pihak Komisi D dan Dinas Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KB P3A).
Ketua Kohati HMI Kabupaten Bangkalan, Siti Ainatul khusnah menilai, Pemkab belum tanggap dalam penanganan kasus seksual yang terjadi di kota dzikir dan shalawat.
“Pemerintah kurang sigap dan tanggap dalam penanganan dan pelayanan kasus seksual,” katanya.
Oleh karena itu, pihaknya meminta Pemkab untuk lebih antusias lagi memberikan edukasi seksual kepada anak, maupun orang tua. Sehingga, jika saran tersebut dilakukan, dapat mengurangi angka kasus yang menyebabkan menurunkan martabat kaum perempuan.
“Bisa libatkan PKK di desa. Jika perlu, kami juga ikut membantu untuk mensosialisasikan edukasi seksual” tuturnya.
Selain itu, pihaknya juga mendesak kepada Pemkab, edukasi seksual tidak hanya disampaikan di forum-forum non formal saja. Namun, juga dimasukkan dalam kurikulum sekolah, agar sedini mungkin kasus tersebut dapat dicegah.
“Tidak hanya di non formal saja, dalam formal sebagai kurikulum pendidikan juga,” katanya.
Sementara ketua Komisi D, Nur Hasan menyampaikan, pihaknya sudah membuat peraturan daerah (Perda) tentang Kabupaten Layak Anak (KLA). Langkah itu, sebagai iktikad besar Pemkab untuk menekan kasus kekerasan seksual.
“Kita sudah punya Perda penyelenggaraan KLA di Bangkalan, ini upaya kami,” katanya.
Selain itu, pada tahun 2021 yang akan datang, pihaknya juga akan memprioritaskan anggaran untuk pembangunan Shelter rumah aman. Sehingga dengan begitu, nantinya bagi korban maupun pelaku dapat diberi pembinaan.
“Sebentar lagi kita juga akan membuat shelter rumah aman, mudah-mudahan dapat menekan kekerasan kepada anak,” ucap Nur Hasan.
Sementara, kepala Dinas KB P3A Kabupaten Bangkalan, R. Amina Rachmawati menyampaikan, kasus seksual di wilayahnya fluktuatif. Bahkan nyaris tak mengalami peningkatan yang cukup tinggi.
“Pada tahun 2017 adan 31 kasus, 2018 ada 20 kasus, 2019 ada 26 dan 2020 ada 13 kasus seksual,” paparnya.
Namun untuk menekan kembali kasus seksual di kabupaten paling barat pulau Madura, kata Amina, sapaan akrab R. Amina Rachmawati, harus ada kerja sama antar pihak. Baik dari orang tua hingga pemerintah.
“Keluarga, lingkungan pendidikan, Kementrian Agama hingga pemerintah Bangkalan sama-sama memiliki peran untuk meminimalisir kasus seksual,” tutupnya. (MAHMUD/ROS/VEM)