SAMPANG, koranmadura.com – Rencana pelanggar Protokol Kesehatan (Prokes) yang akan dikenakan sanksi hingga pembayaran denda sebesar Rp 100 ribu tampaknya menjadi perbincangan.
Kabag Hukum Setda Sampang, Harunur Rasyid menyatakan, adanya pro kontra dalam penerapan suatu peraturan merupakan hal biasa. Namun pihaknya menegaskan, diterbitkannya Peraturan Bupati (Perbup) No 53 Tahun 2020 di tengah pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) sebagai tindak lanjut dari perintah yang tertuang dalam Inpres nomor 6 dan Inmendagri nomor 4. Diterbitkannya peraturan itu, menurutnya juga Psebagai upaya pencegahan penyebaran Covid-19 di Wilayah Kabuten Sampang secara keseluruhan.
“Dalam Perbup itu, ada kewajiban untuk penerapan prokes termasuk pada saat ada masyarakat yang melanggar, maka ada sanksi yang belaku sesuai aturan,” katanya, Kamis, 10 September 2020.
Menurutnya, sanksi yang akan diterapkannya tidak serta merta dilakukan sanksi denda, melainkan masih ada tahapannya yaitu berupa sanksi teguran hingga mengisi surat pernyataan.
“Masyarakat yang melanggar itu, nanti ada teguran-teguran, kemudian jika masih mokong kemudian ada sanki dengan surat pernyataan. Ketika masih melanggar, baru nanti beralih ke sanksi yang lebih berat berupa denda uang Rp 100 ribu. Jadi sanksi denda itu yang terakhir,” terangnya.
Disinggung teknis dan lokasi yang berpotensi akan dikenakan pelanggaran, Harunur Rasyid mengatakan, untuk penegakan Perbup tersebut pelaksanaannya berada di Satpol PP dengan melibatkan TNI/Polri serta pihak Kejaksaan hingga Pengadilan dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lainnya.
“Kami di bagian hukum hanya bagian produk hukum saja. Kalau secara teknis pelaksanaannya di perbup yaitu diamanahkan ke Satpol PP yang didampingi pihak penegak lainnya. Sedangkan untuk sosialisasi perbup dilakukan oleh Dinkes dengan melibatkan Forkopimda dan peran serta masyarakat. Dan itu semua harus dibuat tim. Jadi dikonfirmasi saja ke Satpol PP dan Dinkes,” katanya.
Terpisah, Kasatpol PP Sampang, Suryanto mengaku, hingga saat ini masih belum menerima dokumen Perbup tersebut. Sehingga pihaknya masih belum bisa berkomentar lebih jauh.
“Dokumen perbupnya masih belum kami terima. Tapi untuk dokumen Inpres No 6 Tahun 2020, kami sudah ada,” ucapnya singkat.
Menanggapi itu, Mahrus Ali, salah satu aktivis di Sampang menyatakan, penerapan produk hukum Perbup tidak lepas dari adanya indikator kesuksesan saat melakukan sosialisasi. Namun begitu, dalam pembuatan perbup juga harus melalui tahapan seperti uji kelayakan publik.
“Nah apakah tahapan-tahapan itu sudah dilalui. Kemudian pemerintah juga harus menyiapkan fasilitas kebutuhan bagi masyarakat seperti masker yang dipastikan kebutuhannya akan berbeda antara di perkotaan dengan di tingkat desa,” katanya.
Lanjut Mahrus sapaan akrab Mahrus Ali menyatakan, sanksi terberat berupa denda dikatakannya juga harus memerhatikan keseimbangan roda dan pertumbuhan perekonomian masyarakat.
“Tidak masalah perbup itu ditererapkan, karena ini sudah perintah berupa Inpres. Tapi apakah tidak sebaiknya diberikan sanksi moril bagi pelanggar seperti di daerah Sidoarjo yang memberlakukan saksi membersihkan fasilitas umum bagi pelanggar prokes. Jadi penerapan Perbup itu harus terukur, indikator keberhasilan dan target capaian juga harus dihitung,” sarannya. (MUHLIS/ROS/VEM)