Oleh : MH. Said Abdullah
Dalam kalender politik, Sumenep termasuk yang akan menghelat pemilukada pada tanggal 9 Desember 2020. Pasangan nomor urut satu (1) Achmad Fauzi- Dewi Khalifah diyakini sebagai figur paling ideal yang dibutuhkan Kabupaten Sumenep. Keduanya secara simbolik merupakan representasi nasionalis-religius. Sebuah perpaduan paling mewakili anatomi sosial masyarakat Sumenep khususnya dan negeri ini pada umumnya.
Secara personal Achmad Fauzi yang saat ini merupakan Wakil Bupati dari rekam jejak posisinya paling layak untuk dicalonkan sebagai Calon Bupati Sumenep periode mendatang, menggantikan KH Abuya Busyro Karim yang akan memasuki purna jabatan.
Pertama, periode saat ini, Achmad Fauzi memikul tanggungjawab sebagai wakil bupati. Secara de facto, Fauzi telah menjalankan tugas sebagai wakil bupati yang dipilih masyarakat pada pemilukada yang dilaksanakan pada tanggal 9 Desember 2015 silam. Dari runtut berpikir dan cara berkarir, Fauzi memiliki akseptabilitas politik untuk maju dari posisinya saat ini sebagai co pilot menuju pilot.
Kedua, sebagai co pilot menuju pilot di pemilukada 2020, Fauzi mengenal medan jelajah berikut apa yang harus dilakukan di lapangan sebagai tindak lanjut pembangunan di masa yang akan datang. Co pilot yang menjelajah lapangan terlebih dahulu akan lebih mudah menguasai medan karena tidak memulai dari awal. Suatu konstruksi yang sama sekali berbeda dibanding bakal calon pilot yang ujug-ujug hadir di lapangan terbang dan bersiap untuk take off tanpa arah, sebab belum kenal medan.
Ketiga, figur Fauzi yang lahir pada tanggal 29 Mei 1979 berada di antara kaum muda dan generasi tua. Dari sisi usianya saat ini yang sudah memasuki 41 tahun, ia berpotensi menjadi muhallil, jalan tengah yang menjembatani kehendak kaum muda dan generasi tua karena kehadirannya dalam usia kerasulan memungkinkannya untuk hijrah, dari semula wakil menjadi bupati atas kehendak Allah SWT yang syariat politiknya ditopang oleh partisipasi publik dalam politik.
Keempat, posisinya yang saat ini menjabat sebagai ketua partai (PDI Perjuangan), menjadi isyarat terpenuhinya piranti dalam berpolitik yang tersusun dari modal politik, modal jaringan, dan modal lainnya. Bila takdir politik menetapkan Fauzi sebagai bupati pada akhirnya, sinergitas kepemerintahan dari kabupaten Sumenep lebih mudah sanadnya karena memiliki Ketua DPRD Jatim, Ketua DPR RI dan Presiden dari partai yang sama yang berorietasi pada pro poor (berpihak kepada masyarakat bawah) atau wong cilik.
Meski dari kapasitasnya yang murabba’ (memenuhi 4 unsur sebagaimana disebutkan), Calon Bupati Achmad Fauzi memerlukan bakal calon wakil bupati yang juga potensial, memiliki jaringan dan tentu saja kredibilitas. Mungkin, banyak pihak yang memenuhi kriteria. Tetapi memenuhi indikator saja belum cukup karena harus melalui istikharah dan ijtihad politik. Perpaduan perilaku politik sebagai isyarat kauniyat harus juga disandingkan dengan isyarat dari langit.
Dari perspektif itulah, mantap ideologis dan mantap harmonis bertemu dan pilihan sebagai bakal calon bupati dari perspektif nasionalis-religius, jatuh kepada Nyai Dewi Khalifah. Nama ini tidak muncul begitu saja melainkan dengan berbagai pertimbangan baik kauniyat maupun isyarat dari langit.
Ada beberapa argument mengapa Dewi Khalifah layak menjadi bakal calon wakil dari bakal calon bupati Achmad Fauzi. Pertama, Dewi Khalifah sebagai representasi dari kaum nahdliyyin mengingat jabatannya saat ini sebagai Ketua Muslimat NU. Lebih dari itu Dewi Khalifah juga salah satu pengasuh pondok pesantren Al Usymuni. Ia juga lahir dari leluhur terutama KH Usymuni, sosok yang gigih merawat dan meruwat NU di masa hayatnya. Maka dalam perspektif ini, unsur yang melekat padanya juga bisa menjadi representasi kaum nahdliyyin yang menjadi mayoritas di Kabupaten Sumenep.
Kedua, Dewi Khalifah merupakan sosok penggiat dalam pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak baik di tingkat kabupaten maupun provinsi yang berkait dengan kemuslimatan dan di luar jalur muslimat. Di luar jalur muslimat, Dewi Khalifah aktif di IWAPI, Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia, yang menggarap kreativitas lokal sebentuk home industry untuk pasar regional, nasional, bahkan internasional.
Ketiga, ia juga memiliki pengalaman bidang politik. Rekam jejaknya tercatat sebagai anggota DPRD Kabupaten Sumenep, pernah menjadi caleg DPRD Provinsi, pernah menjadi calon kepala daerah di Kabupaten Sumenep. Saat ini, Dewi Khalifah memimpin partai politik (Partai Hanura). Dalam konteks politik, pengalaman berpolitik, memimpin, dan mengorganisasi, tak perlu diragukan.
Keempat, istri dari Ketua MUI Sumenep (Almarhum DR KH Syafraji) memiliki relasi dengan para pihak baik mengenai kemuslimatan, kemasyarakatan, dakwah, pendidikan, pelatihan, pemberdayaan, penelitian, dan lainnya. Dari perspektif relasi ini, sejarah mencatat bahwa ia mengerti kebutuhan masyarakat Sumenep karena sejauh ini dia memang tidak ke mana-mana seperti mengembangkan pesantren yang diasuhnya, meruwat muslimat, memberdayakan potensi lokal, dan aktif di kegiatan sosial-kemasyarakatan.
Itulah sebabnya, mempertimbangkan aspek-aspek sebagaimana disebutkan dan didukung dengan ijtihad-ikhtiar politik, Fauzi-Eva merupakan pasangan bakal calon pemilukada 9 Desember 2020 mendatang. Perpaduan kaum laki-laki dan perempuan terkomposisi dalam pasangan ini sebagaimana kekuatan yin dan yang (China) dalam teori kesetaraan dan keseimbangan.
Walhasil, untuk dan atas Tuhan Yang Maha Esa, Bismillah Fauzi Melayani dan Dewi Khalifah Ampon Baktona berada dalam posisi politik yang semestinya. Kedua tokoh tersebut dari kalangan muda yang berkarya, dewasa sebab memahami kehendak masyarakat, dan semua ikhtiar-ijtihad politik ini tinggal menunggu takdir politik ditopang oleh masyarakat yang menginginkan perkembangan Kabupaten Sumenep menuju baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. (*)