SAMPANG, koranmadura.com – Penerapan regulasi pelaksanan proyek pemeliharaan berkala jalan poros Kabupaten berupa Lapisan Penetrasi (Lapen) senilai Rp 12 miliar di 12 titik lokasi di wilayah Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur, disayangkan oleh Badan Anggaran (Banggar) DPRD setempat.
Hal tersebut lantaran tidak sesuai dengan pembahasan yang disepakati antara Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dengan DPRD saat pembahasan Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (P-APBD) Tahun Anggaran (TA) 2020, yang di dapat dari Dana Insentif Daerah (DID) tahap II yang digunakan untuk pemulihan ekonomi dampak dari pandemi Covid-2019.
“Kami tidak mengatakan yang paling benar, itu tidak. Tapi yang terpenting adalah pemulihan ekonomi tercapai. Sehingga masyarakat lokal bukan hanya menikmati pembangunannya, tapi ada perputaran uang dari APBD kepada masyarakat langsung,” katanya.
Menurut Amin Arif Tirtana, aturan yang diterapkan oleh DPUPR berdasarkan saran dari bagian Barjas dengan menerapkan SE LKPP No 3 Tahun 2020.
“Sedangkan dalam penyusunan APBD perubahan Ta 2020 bersama TAPD menerepakan Inmendagri No 5 Tahun 2020 temtang pedoman penyusunan APBD perubahan 2020,” katanya.
Oleh karena itu, pihaknya menilai penerapan sandaran hukum yang diterapkan oleh DPUPR terkait darurat kebencanaan Covid-19.
“Bukan pemulihan ekonomi pasca Covid-19. Kami berharap masyarakat juga harus menjadi kontrol dari kegiatan itu,” ujarnya.
Plt Kepala Dinas PUPR Sampang Ach. Hafi mengatakan jika pengerjaan proyek pemeliharaan jalan kabupaten dengan anggaran Rp 12 miliar itu dikontraktualkan. Bukan dikerjakan menggunakan sistem padat karya tunai atau swakelola.
“Jadi yang benar proyek itu dikontraktualkan bukan padat karya. Sebelumnya itu kami keliru mengeluarkan statemen di media,” katanya.
Menurut Hafi, anggaran tersebut berasal dari bersumber dari Dana Insentif Daerah (DID) tahap II yang dimasukkan dalam APBD Perubahan tahun 2020.
“Hal itu merupakan penghargaan dari pemerintah pusat yang diberikan kepada Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia yang berhasil dalam menangani pandemi Covid-19,” ujarnya.
Sementara Sekjen pegiat Lasbandra, Rifa’i menyatakan, selain melabrak aturan yang sudah dilakukan pembahasan antara DPRD-TAPD, proyek senilai Rp 12 miliar tersebut terkesan kejar tayang karena menjelang tutup tahun anggaran 2020.
“Dari 12 titik yang ada, sampai sekarang masih ada tiga titik yang sudah selesai 100 persen. Yang belum dikerjakan sama sekali ada tiga lokasi dan sisanya masih proses pengerjaan ada baru mulai, ada juga yang sudah seperuh pengerjaan,” katanya.
Selain itu, Rifa’ie menuding cantolan hukum yang diterapkan oleh DPUPR dalam pengerjaan proyek senilai Rp 12 miliar terkesan asal tanpa memerhatikan pembahasan antara legislatif-eksekutif di saat pembahasan dalam penyusunan APBD perubahan 2020. (MUHLIS/ROS/VEM)