SAMPANG, koranmadura.com – Puluhan mahasiswa dari Forum Mahasiswa Sampang (Formasa) menuding penyebab kelangkaan pupuk bersubsidi di Wilayah Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur, disebabkan karena kinerja Dinas Pertanian (Disperta) tidak profesional.
“Akar permasalahan yang menyebabkan petani di Sampang merasa kesulitan karena pengawasan Dinas Pertanian tidak maksimal. Dan Dinas pertanian harus bertanggung jawab persoalan ini,” tuding Ketua Formasa Arifin usai menggelar aksi ke kantor Disperta Sampang, di jalan Jaksa Agung Suprapto, Kamis, 12 November 2020.
Arifin mengatakan, Dinas Pertanian juga perlu melakukan evaluasi kepada para petugas penyuluh pertanian lapangan (PPL) serta petugas pertanian di Balai Penyuluh Pertanian (BPP) di masing-masing Kecamatan.
“Perlu dilakukan evaluasi karena tidak proaktifnya PPL dan petugas di BPP di setiap kecamatan. Coba lihat saja, kebanyakan keberadaan gedung BPP layaknya rumah hantu di setiap kecamatan. Sehingga data-data keberadaan petani jadi amburadul. Padahal mereka digaji, anggaran untuk gaji mereka cukup besar sekitar Rp 364 juta,” katanya.
Untuk itu, para mahasiswa ini memberikan tenggat waktu selama 10 hari ke depan kepada Dinas Pertanian untuk melakukan evaluasinya ke bawah sebelum melakukan aksi kembali.
“Dari beberapa temuan kami, jika 10 hari tidak memenuhi tuntutan kami, maka kami tidak segan-segan menyegel kantor dinas pertanian ini. Dan Plt kepala Dinas ini harus mundur dari jabatannya,” ancamnya.
Menanggapi hal itu, Plt Kepala Dinas Pertanian (Dispertan) Kabupaten Sampang, Suyono Sunyono mengatakan, pembuatan kartu tani sejatinya sudah dilakukan sejak 2017 lalu dengan didasarkan melalui Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK). Namun saat itu, para petani di Sampang abai terhadap proses pendataan yang dilakukan oleh para petugas.
“Ketika mereka (petani) diminta bukti KTP dan KK, yang ditanyakan malah bantuan apa yang didapat. Ketika dijelaskan untuk pembuatan kartu tani, malah jawabnya mereka tidak usah. Kalau tidak percaya, silahkan cek ke beberapa ketua kelompok tani. Nah itulah kesulitan petugas mendatanya ke dalam RDKK. Jadi jangan salahkan dinas dan para petugas, tapi para petaninya juga diingatkan. Ya mohon maaf, karena petani banyak yang usia tua,” bebernya.
Pihaknya juga menyampaikan, untuk jumlah petani di setiap kelompok ada sekitar 300 orang. Bahkan pendataan yang dilakukan manual sudah dilakukannya untuk mmepermudah para petani. Sedangkan keberadaan petugas penyuluh pertanian di Sampang yaitu sebanyak 77 orang yang terdiri 57 PNS dan 20 tenaga honor. Sedangkan untuk porsinya, satu petugas saat ini melayani 3-4 desa dari total 186 desa dan kelurahan. Kemudian per desa terdapat 3-4 kelompok tani yang jumlah anggotanya mencapai 100-300 petani.
“Apakah nututi input data jika tidak dibantu pihak-pihak lain. Sementara yang dilayani yaitu sebanyak 1.136 kelompok tani se-Kabupaten Sampang. Padahal ketentuannya, satu desa satu petugas penyuluh. Kenyataan yang ada, satu petugas layani 3-4 desa. Dan kami akui, kami kekurangan tenaga penyuluh, dan itu menjadi urusan pemerintah. Sedangkan kami setiap tahun hanya mengusulkan, alhamdulillah tahun ini kami dapat jatah dua tenaga penyuluh saja. Para penyuluh ini, ketika siang ngumpulin data, malamnya input data,” akunya sambil mengeluh. (MUHLIS/ROS/VEM)