Oleh : Miqdad Husein
Wajar dokter Tirta sebagai aktivis pandemi marah. Bisa dipahami para tenaga medis kesal. Demikian pula sebagian besar masyarakat ketika menyaksikan kerumunan massa dalam jumlah besar terjadi.
Jelas ini bukan soal sikap politik Rizieq Shihab. Bukan soal dia pulang atau tidak dari Arab Saudi. Juga bukan permasalahan dia dengan pemerintah Arab Saudi. Ini soal keselamatan rakyat di tengah pandemi Covid-19 yang masih memperlihatkan kurva naik dan masih terus meningkat.
Itu saja yang menjadi tuntutan perhatian semua pihak. Ya Rizieq Shihab dan pengikutnya. Ya pemerintah DKI Jakarta yang bersikap ambivalen. Ya mereka yang berbeda sikap atau bahkan berlawanan dan tidak setuju kelakuan Rizieq.
Siapapun seharusnya dituntut menyikapi pandemi Covid-19 dengan mentaati protokol. Bukankah sudah sangat jelas bagaimana bersikap dan bertindak. Masyarakat bersikap, aparat berwenang harus bertindak bila terjadi pelanggaran. Dasar hukum untuk bertindakpun sangat jelas dan tegas. Apalagi?
Tetapi tampaknya semua seperti berubah menjadi absurd. Semua seakan menjadi samar-samar. Kapolri sekedar menghimbau. Bukankah kewenangan aparat kepolisian bertindak seperti membubarkan kerumunan apapun yang melebihi ketentuan peraturan.
Apalagi Rizieq dan pengikutnya. Mereka berteriak menerapkan protokol kesehatan tetapi menggalang massa berkerumun. Mereka seperti tak peduli kesehatan dan keselamatan diri dan kelompoknya.
Mereka juga lupa ketika pulang dari kerumunan luar biasa sangat mungkin membawa Covid-19 menularkan kepada keluarganya. Yang masih muda mungkin memiliki daya tahan tubuh. Tetapi ibu bapak serta kakek dan neneknya, keluarga lain yang mungkin saja memiliki penyakit penyerta, jelas berbahaya bila terinfeksi Covid-19. Kematian taruhannya.
Mustahil seorang sekaliber Rizieq tidak memahami berbagai resiko itu. Tetapi agaknya egoisme lebih mengemuka untuk memperlihatkan kekuatan dirinya. Karena itu praktis ia tak pernah melarang pengikutnya untuk tidak perlu datang menjemput ke Bandara. Bahkan sebaliknya Rizieq justru secara sengaja mengumumkan rencana kepulangan melalui media sosial.
Rizieq pun tanpa bersalah setelah menginjakkan kaki di negeri ini bukannya mengisolasi diri selama 14 hari malah menjadi bagian pengumpulan massa di Tebet, di Gadog dan di rumahnya. Ia tanpa rasa bersalah mengundang 10 ribu orang menghadiri acara pernikahan putrinya dan maulid di rumahnya.
Apakah ia tak berpikir bahaya besar bagi keselamatan pengikutnya? Pernahkah tersentuh nuraninya memikirkan keselamatan para pengikutnya ketika jelas-jelas Rizieq mengetahui bahaya mengintai nyawa mereka, yang berkumpul bahkan keluarganya yang tak ikut hadir.
Dalam keadaan normal sah saja Rizieq menggalang dan memperlihatkan kekuatan dukungan. Itu hak dia yang harus dihormati. Tetapi saat ini kondisi sangat, sangat berbahaya. Jangankan ribuan, puluhan ribu, yang puluhan saja sangat berbahaya. Semua terpapar jelas dari berbagai cluster yang muncul belakangan.
Di negeri ini sudah 228 tenaga kesehatan meninggal, 159 dari mereka dokter akibat pandemi Covid-19. Padahal saat ini tenaga medis sangat terbatas. Belum lagi ketersediaan ruang perawatan serta APD para tenaga medis. Untuk sekedar perbandingan saja, dasyatnya pandemi saat ini bahkan untuk negara Eropa dan Amerika Serikat yang semua fasilitas kesehatan serba lengkap dan modern tetap kelabakan.
Sepekan ini dunia khususnya Eropa sedang mengalami kepanikan menghadapi pandemi Covid-19 gelombang kedua. Iran bahkan sudah pontang panting kelabakan berhadapan serbuan Covid gelombang ketiga.
Di negeri ini sebuah komunitas bernama FPI dan imam mereka Rizieq, alih-alih menjadi kekuatan untuk membantu menangani pandemi Covid-19 malah secara sengaja menjadi arus dasyat yang potensial meningkatkan penyebaran Covid-19 melalui pengumpulan massa.
Alangkah indah bila Rezieq dan pengikutnya menegaskan diri dalam tekad dan perbuatan membantu penanganan pandemi Covid-19. Rakyat Indonesia diyakini akan bersimpati dan memberikan apresiasi.
Apa iya ada pikiran itu dari seorang Rizieq? Ia justru sedang merencanakan tabliq Akbar ke berbagai daerah. Ia bahkan mengancam siapapun yang melarangnya.
Semua sepenuhnya kini tergantung pemerintah? Apakah akan mengorbankan nyawa rakyat menjadi korban pandemi Covid-19 dengan membiarkan Rizieq terus menghimpun massa membentuk kerumunan? Atau bertindak tegas kepada siapapun. Pemerintahlah yang harus menjawab. Bukan dengan kata-kata tapi tindakan demi keselamatan nyawa rakyat.