BANGKALAN, koranmadura.com – DPRD Bangkalan, Madura, Jawa Timur memanggil RSUD setempat, Rabu 11 November 2020. Hali itu buntut dari bobroknya pelayanan rumah sakit tipe B yang dituding oleh Pemuda Madura Bersatu (PMB).
Dalam ruangan Banggar, hadir juga Kapolres, Kejari, Wabub, Inspektur Inspektorat, Sekda, Kadinsos dan ketua Komisi D beserta jajarannya. Pelaksanaan diskusi dalam mecari jalan keluar itu dipimpin langsung oleh Ketua DPRD Bangkalan.
Direktur RSUD Bangkalan Didemo, Didesak Mundur dari Jabatan
Juru Bicara (Jubir) PMB, Abdurrohman menyampaikan, banyak kasus pelayanan yang dikeluhkan oleh masyarakat. Namun, pihak RSUD seakan tak memilik rasa iba terhadap pasien yang berobat.
“Jika di rumah sakit dibiarkan seperti itu, pelayanan tidak dibenahi, maka citra RSUD semakin jelek di mata publik,” pungkasnya.
Kasus Dugaan Manipulasi Data Pasien, Komisi D Akan Panggil RSUD Bangkalan
Beberapa kasus yang dibawa oleh beberapa masyarakat yang tergabung dalam PMB. Diantaranya, Ibu Muani yang beroperasi kandungan di RSUD Bangkalan, namun hasilnya membuat pasien lumpuh hingga saat ini.
Bobroknya lagi, pihak RSUD memasukkan ibu Muani sebagai pasien BPJS Kesehatan. Padahal dari awal masuk, ibu berumur 30 tahun itu terdaftar sebagai pasien umum. Biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 18 juta.
Sudah Bayar Rp 18 Juta, Diam-diam RSUD Bangkalan Masukkan Pasien Umum ke BPJS
Masalah kedua, terkait bayi atas nama Toyyibah, umur 32 hari, yang meninggal karena tak tertolong di RSUD Bangkalan. Petugas rumah sakit diduga minta uang Rp 2,7 juta kepada orang tua untuk pemulangan menggunakan ambulans.
Namun, orang tua menolak dibawa menggunakan ambulans. Karena, mereka sudah tidak memiliki uang lagi untuk membayarnya. Sebelumnya, orang tua dari bayi malang itu sudah mengeluarkan uang hasil pinjaman sebesar Rp 3,5 juta.
Atas kejadian tersebut, pihak PMB mendesak pihak dewan untuk membentuk panitia pengawasan (Panwas) khusus. Tim tersebut fokus memantau kinerja pihak rumah sakit. Karena menurutnya, rasa percaya masyarakat kepada rumah sakit tipe B itu sudah hilang.
“Kami minta bentuk tim khusus yang mengawasi kinerja RSUD Bangkalan,” mintanya.
Menanggapi hal itu, wakil direktur RSUD Bangkalan dr. Farhat Suryaningrat menyampaikan, terjadinya kelumpuhan kepada pasien Muani tersebut dikarenakan kekebalannya menyerang ke tubuh diri sendiri. Katanya, dokter yang menangani pasien Muani sempat menawarkan Biakes Maskin.
“Tapi pihak pasien tidak mau dirawat dan minta pulang paksa, karena dicurigai ada auto imun,” ucapnya.
Selain itu, dr. Farhat juga membantah Muani dimasukkan sebagai pasien BPJS Kesehatan. Karena menurutnya, saat ini serba elektronik, sehingga dengan memasukkan NIK bisa ketahuan yang bersangkutan peserta BPJS apa tidak.
“Kami sudah menanyakan juga ke pihak BPJS, ibu Muani bukan peserta BPJS, kami juga minta surat-suratnya,” katanya.
Selain itu, dr Farhat membantah terkait mahalnya penggunaan ambulans. Karena, jika jarak tempuh dari RSUD Bangkalan ke Kecamatan Geger tidak mencapai Rp 2,7 juta.
“Biayanya Rp 296.500 jika dari rumah sakit ke Kecamatan Geger, ada di Perda” katanya.
Sementara ketua DPRD Bangkalan, Muhammad Fahad mengaku akan melakukan pengkajian terkait pembentukan tim khusus pengawas rumah sakit. Hal itu, butuh melibatkan semua anggota dewan diwilayahnya.
Namun pihaknya berharap kepada RSUD Bangkalan, agar meningkatkan pelayanan ke pasien yang berobat. “Pelayanan di RSUD Bangkalan kita benahi bersama. Karena rumah sakit milik kita bersama,” katanya. (MAHMUD/ROS/VEM)