SAMPANG, koranmadura.com – Proyek pemeliharan berkala ruas jalan kabupaten senilai Rp 12 miliar di 12 titik lokasi di wilayah Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur, semakin hangat diperbincangkan lantaran diduga labrak aturan.
Sekitar pukul 10.00 wib, pegiat Laskar Pemberdayaan dan Peduli Rakyat (Lasbandra) beraudiensi dengan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR), Kabag Hukum dan Bagian Barjas Sekretariat Pemda Sampang.
“Dana itu kan bersumber dari DID untuk pemulihan ekonomi dampak Covid-19. Dan Harus dilakukan padat karya murni, tapi kenapa masih pakai CV Bahkan ada nilai penawaran. Kemudian DPUPR menggunakan SE LKPP No 3 Tahun 2020, bukan undang-undang kontruksi, ya jelas beda,” kata Rifa’ie selaku Sekjen Lasbandra usai audiensi di ruang Komisi Besar DPRD Sampang, Rabu, 18 November 2020.
Oleh karena itu, Rifa’ie menilai DPUPR Sampang dituding asal-asalan menerapkan cantolan hukum untuk penggunaan anggaran belasan miliar tersebut. Bahkan kepala DPUPR dituding melakukan penyalahgunaan wewenang.
“DPUPR asal-asalan aja menerapkan aturan itu. Tahunya pekerjaan cepat digelar, anggaran diserap semua. Masalah kualitas pas urusan belakangan, mereka berasumsi ada pemeliharaan. Padahal pelaksanaannya pada progres 50 persen lebih masih kacau balau, sedangkan anggaran per titik hampir satu miliar,” paparnya.
Namun sayang, Kepala DPUPR Sampang, Ach Hafi tidak bisa diminta tanggapan perihal hasil audiensi tersebut.
“Maaf mas, di dalam kan sudah dijelaskan,” ucapnya singkat sambil meninggalkan kantor DPRD Sampang.
Sementara Wakil Ketua I DPRD Sampang, Amin Arif Tirtana menyatakan, menyatakan, dalam pelaksanaan kegiatan pemulihan ekonomi akibat dampak ekonomi yang berada di DPUPR terdapat dua aturan yang dipakai.
“Kami tidak mengatakan yang paling benar, itu tidak. Tapi yang terpenting adalah pemulihan ekonomi tercapai. Sehingga masyarakat lokal bukan hanya menikmati pembangunannya, tapi ada perputaran uang dari APBD kepada masyarakat langsung,” katanya.
Disinggung pembahasan saat Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (P-APBD) 2020 bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), pihaknya menyarankan pelaksanaan program pembangunan tersebut disarankan agar menerapkan padat karya murni dengan pokok landasan hukum mengacu pada Intruksi Mentei Dalam Negeri (InMendagri) Nomor 5 Tahun 2020 tentang penyusunan APBD Perubahan TA 2020.
“Acuan itu sesuai dengan apa yang disampaikan TAPD kepada Banggar DPRD. Bahwa secara teknis akan menggunakan padat karya. Nah yang dipakai DPUPR berbeda. Hasil kesimpulannya tadi, yang penting ada kontrak lokalnya yang harus diawasi OPD teknis, dan SDM lokal serta alat-alat lokalnya. Dan tadi kami menyayangkan karena di dalam kontrak dibilang ada, tapi tidak diperjelas pemaparannya,” bebernya.
Menurur Amin Arif Tirtana, aturan yang diterapkan oleh DPUPR berdasarkan saran dari bagian Barjas dengan menerapkan SE LKPP No 3 Tahun 2020.
“Sedangkan dalam penyusunan APBD perubahan Ta 2020 bersama TAPD menerepakan Inmendagri No 5 Tahun 2020 temtang pedoman penyusunan APBD perubahan 2020,” katanya.
Oleh karena itu, pihaknya menilai penerapan sandaran hukum yang diterapkan oleh DPUPR terkait darurat kebencanaan Covid-19.
“Bukan pemulihan ekonomi pasca Covid-19. Kami berharap masyarakat juga harus menjadi kontrol dari kegiatan itu,” pungkasnya. (MUHLIS/ROS/VEM)