SAMPANG, koranmadura.com – Berada di pinggir akses ruas jalan Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur, nasib Ibu Mase (50), seorang lansia asal Dusun Lenteng, Desa Moktesareh, Kecamatan Kedungdung, dengan status janda tak bersuami begitu memprihatinkan.
Bagaimana tidak, Ibu Mase yang hidupnya sebatangkara sejak ditinggal orang tua dan saudaranya. Ia memutuskan untuk tidak berkeluarga (bersuami) dan hidup sendiri di rumah gubuk yang terbuat dari anyaman bambu (bidik, red bahasa madura) yang kondisinya sudah rusak melepuh dan genting rumahnya penuh lubang.
Ibu Mase saat ditemui awak media menyatakan, saat ini untuk bertahan hidup begitupula iparnya yang juga menjanda semenjak suaminya (saudara Ibu mase) meninggal, mengandalkan uluran tangan para dermawan dari tetangganya. Akan tetapi, uluran tangan para dermawan dirasa tidak mampu mencukupi kebutuhan hidup kesehariannya, sehingga ia menjajal berjualan rujak di pinggir jalan dengan harapan dapat penghasilan. Namun apa daya, Ibu Mase mengaku hasil jualan rujaknya juga tidak bisa mencukupi kebutuhan makan kesehariannya sebab sehari hanya laku di bawah Rp 15.000.
“Jualan rujak di pinggir jalan sana. Tapi jualan saya tidak laku. Kadang sehari cuma laku Rp 5000. Modal beli bahan-bahan jualan sekitar Rp 20.000,” akunya tampak terlihat gelimang air mata di kedua bola matanya, Jumat, 18 Desember 2020.
Karena tidak laku, Ibu Mase yang sudah mengalami rugi harus membawanya pulang. Sebanyak lima bungkus lontong yang ia sediakan untuk konsumen saat jualan rujak harus dibawa pulang untuk dijadikan makanan keseharian.
“Kalau tidak laku, ya di bawa pulang dan dimakan sampai kenyang sama rujak,” ucapnya sambil tertawa untuk menahan keprihatinannya.
Sedangkan iparnya, lanjut Ibu Mase mengaku kerjaaan dalam kesehariannya hanya menggasak sisa-sisa padi halus (Bu’uk, red bahasa madura) dari tempat gilingan yang tidak jauh dari rumahnya untuk kemudian dijual kepada warga sekitar.
“Cari bu’uk di gilingan kemudian dijual. Sekilonya seharga Rp 2000,” ujarnya.
Melihat kondisi rumahnya yang mulai rapuh dan banyak lubang di bagian dinding dan genting, Ibu Mase mengaku tidak bisa berbuat apa-apa untuk memperbaikinya. Bahkan saat hujan ia harus kehujanan meski di dalam rumahnya lantaran genting rumahnya sudah banyak yang bocor.
“Jika sudah hujan, ya basah. Apalagi ada angin kencang, saya keluar rumah duduk-duduk di depan rumah karena takut roboh seketika,” ungkapnya.
Menanggapi kondisi rumah Ibu Mase, Politisi Gerindra asal Kedungdung, Alan Kaisan mengakui jika kondisi rumah janda tersebut sangat memprihatinkan karena sudah dalam kondisi tidaknlayak huni. Pihaknya bersama-sama Forum Pimpinan Kecamatan (Forpimcam) kedungdung meninjau langsung ke lokasi untuk melihat langsung kondisinya. Tak terelakan, Alan mengaku juga merasa sangat iba lantaran rumah yang hanya seukuran 4 x 4 meter yang terbuat dari bambu itu sudah mulai rapuh dan kondisi gentingnya sudah banyak yang berlubang.
“Apalagi tempat tidur, dapur dan lainnya jadi satu ruangan, karena ukuran rumahnya kecil dan memang sudah tidak layak huni lagi,” ungkapnya.
Ditanya soal koordinasi dengan pemerintah daerah, Ketua Fraksi Gerindra ini mengaku, sebelum duduk di parlementer sempat melaporkan kondisi rumah Ibu Mase. Namun pelaporannya tidak kunjung lolos untuk mendapatkan bantuan program Rumah Tidak Layak Huni (RTLH). Maka dari itu, pihaknya dengan Forpimcam saat ini berinisiatif membangunkan rumah melalui swadaya.
“Kalau iparnya tidak punya anak dan tinggal di rumah satunya yang lokasinya tidak jauh. Jadi di sana itu ada dua janda yang tidak mampu. Nah untuk ibu Mase ini memang hidup sendirian semenjak ditinggal orang tua dan saudaranya. Makanya kami berinisiatif membangun rumah untuk beliau agar hidupnya pebih layak,” katanya. (MUHLIS/ROS/VEM)