Oleh: MH Said Abdullah*
Al-‘Alim al-‘Allamah asy-Syekh Haji Muhammad Kholil bin Abdul Lathif Basyaiban al-Bangkalani al-Maduri al-Jawi asy-Syafi’i atau yang kita kenal dengan Syaikhona Kholil adalah ulama besar yang dimiliki oleh bangsa ini. Beliau adalah maha guru dari para ulama besar seperti; KH Hasyim As’ary, KH Wahab Hasbullah, KH As’ad Syamsul Arifin, KH Bisri Syansuri, KH Ahmad Shiddiq, dan HOS Cokroaminoto, bahkan Ir Soekarno, Presiden Pertama Republik Indonesia, bapak bangsa sekaligus Proklamator Kemerdekaan Indonesia mengaku dan diakui murid beliau.
Cerita pengangkatan Ir Soekarno sebagai murid ini bermula saat HOS Cokroaminoto mengajak Bung Karno muda sowan ke rumah Syaikhona Kholil. Saat sowan itulah, Syaikhona Kholil membacakan doa dan meniup ubun ubun Bung Karno muda. Dan dalam kiprah pergerakannya, Bung Karno senantiasa meminta petuah dan pertimbangan dari murid murid Syaikhona Kholil seperti KH Hasyim As’ary dan KH Bisri Syansuri. Saat Republik Indonesia seumur jagung dan menerima agresi Inggris, serta buntunya diplomasi Bung Karno dan Bung Hatta dengan Inggris, Fatwa Resolusi Jihad yang dikumandangkan KH Hasyim As’ary-lah yang menguatkan Bung Karno dan arek arek Surabaya melawan agresi
Syaikhona Kholil lahir dan tumbuh di Bankalan, Madura namun karena keluasan ilmu dan jaringan internasionalnya menjadikan beliau sandaran banyak ulama. Pada usia muda beliau sudah menghafalkan 1.002 nadzam aliyah Ibnu Malik, dan pada usia 24 tahun secara mandiri berangkat ke Mekah, menimba ilmu kepada banyak ulama besar seperti Syeikh Nawawi Al-Bantani (Guru Ulama Indonesia dari Banten), Syeikh Utsman bin Hasan Ad-Dimyathi, Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan, Syeikh Mustafa bin Muhammad Al-Afifi Al-Makki, Syeikh Abdul Hamid bin Mahmud Asy-Syarwani.
Terlihat sanad keilmuannya nyambung ke ulama-ulama besar, dan garis nazabnya juga bersambung sebagai keturunan dari Sunan Gunung Djati. Sejujurnya, tidak akan ada Nahdlatul Ulama (NU) bila tidak ada doa dan jalan spiritual dari Syaikhona Kholil. Sebab KH Hasyim As’ary yang pada tahun 1924 sudah di minta oleh KH Wahab Chasbullah untuk mendirikan NU. Namun KH Hasyim As’ary belum menyepakatinya. Beliau tidak mau grusa grusu, dan baru setahun kemudian, yakni akhir 1925 istikaharah itu didapatkan oleh Syaikhona Kholil, Bangkalan, selanjutnya diteruskan ke KH Hasyim Asy’ari dan didirikanlah Nahdlatul Ulama (NU) pada tanggal 31 Januari 1926 atau 16 Rajab 1344 H.
Sebagai ulama berpengaruh, Kolonial Belanda sangat terganggu, sebab beliau dan pesantrennya sebagai tempat berlabuhnya para ulama yang berjuang melawan Belanda. Suatu ketika Belanda menangkap beliau, justru dalam masa penahanan terhadap Syaikhona Kholil, Belanda khwatir makin meningkatkan perlawanan sosial, atas pertimbangan itu akhirnya Kolonial Belanda membebaskan beliau.
Atas jejak dan jasa besarnya terhadap bangsa dan negara, dan mengacu pada ketentuan Undang Undang No 20 tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan, sudah sepantasnya pemerintah menganugerakan gelar Pahlawan Nasional kepada Syaikhona Kholil. Atas hal ini pula, saya memiliki kewajiban dan tanggungjawab sejarah untuk memperjuangkan anugerah Pahlawan Nasional tersebut. Bersama Pemerintah Kabupaten Bangkalan, saya akan mengajukan anugerah Pahlawan Nasional untuk Syaikhona Kholil kepada Menteri Sosial, agar selanjutnya diajukan kepada Presiden Joko Widodo. (*)
*Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Dapil Jatim XI (Bangkalan, Pamekasan, Sampang dan Sumenep)