Oleh: Miqdad Husein*
Indonesia harus belajar dari penyebaran Covid di India, juga Brasil. Dua negara itu terutama India mengalami lonjakan luar biasa dalam dua bulan belakangan ini. Kenaikannya sangat mencengankan. Jauh melebihi penyebaran sebelumnya.
Penularan dan penyebaran Covid gelombang kedua disebut-sebut 13 kali lebih banyak dari periode pertama. Saat ini rumah sakit di India sangat kelabakan. Demikian terbatasnya sempat diberitakan satu tempat tidur ditempati dua pasien.
India yang berpenduduk lebih dari 1,3 miliar padahal sebelumnya disebut sangat sukses mengatasi pandemi Covid. Vaksinasi massal serta penanganan lainnya memberikan harapan yang sempat menjadi perbincangan dunia. Namun, sejak Februari, dunia menyaksikan bagaimana India kelabakan mengatasi gelombang kedua penyebaran Covid.
Selain India negara di kawasan Amerika Latin Brasil mengalami lonjakan signifikan. Perbedaannya, di Brasil terkait kecenderungan kegagalan tahapan penanganan dari sejak awal, bukan gelombang kedua. Brasil disebut-sebut sebagai salah satu negara yang relatif gagal mengatasi pandemi Covid.
Horor Covid di India secara kasat mata memperlihatkan kelalaian dan keterlenaan pada keberhasilan vaksinasi massal. Padahal, vaksinasi sangat jelas bukan satu-satunya penanganan pandemi. Vaksinasi saat ini merupakan langkah darurat dan belum dapat menjadi andalan mutlak. Penerapan dan ketaatan protokol kesehatan seperti memakai masker, jaga jarak dan cuci tangan masih menjadi upaya terbaik mengatasi pandemi.
Ketika vaksinasi belum maksimal dan kekebalan massal (herd immunity) belum terbentuk masyarakat India lalai menerapkan Prokes. Mereka merasa vaksinasi telah membuka ruang sepenuhnya untuk hidup normal. Padahal, vaksinasi saja memerlukan waktu dalam proses pembentukan kekebalan tubuh dengan durasi relatif panjang, sekitar 28 hari.
Indonesia, yang memiliki penduduk juga relatif besar, sekitar 270 juta perlu belajar sangat serius dari kasus India. Dari berbagai karakter dan perilaku masyarakat negeri ini memiliki kesamaan dalam persoalan kedisiplinan dalam menerapkan Prokes. Masih sangat mudah di perkotaan, masyarakat lalai menerapkan Prokes, terutama dalam memakai masker. Di pinggiran perkotaan, apalagi sampai pelosok desa pandemi Covid seakan tidak ada. Masyarakat santai saja melabrak Prokes.
Vaksinasi yang sudah dilaksanakan saat ini masih terlalu awal untuk pembentukan kekebalan massal. Proses vaksinasi belum sampai 20 persen dari jumlah penduduk, yang merupakan tahapan awal efektif terbentuknya kekebalan massal.
Secara riil sejak vaksinasi dilaksanakan di Indonesia memang menunjukkan trend penurunan penyebaran Covid. Efek psikologis, makin besarnya harapan seperti meningkatkan imun masyarakat. Tingkat hunian Wisma Atlet misalnya, saat ini telah menurun dratis hingga tersisa sekitar 23 persen. Namun, sejalan memasuki bulan ramadan, ketika aktivitas keagamaan termasuk berbagai seremoni meningkat seperti adanya tarawih, kewaspadaan perlu lebih serius lagi.
India mengalami lonjakan akibat aktivitas keagamaan yang luar biasa. Ditambah pelaksanaan event politik pemilu, India kini benar-benar mengalami serangan dasyat Covid sangat mengerikan.
Even keagamaan di negeri ini perlu diwaspadai termasuk potensi pergerakan penduduk, baik terbuka maupun diam-diam. Lagi-lagi ini terkait ketakdisiplinan masyarakat yang masih rendah serta kecenderungan bersikeras melaksanakan tradisi keagamaan.
Ada baiknya, para tokoh agama, tokoh masyarakat, para pemangku adat dan lembaga-lembaga keagamaan seperti MUI, Nahdatul Ulama, Muhammadiyah dan lainnya memberi konten pemahaman urgensi Prokes dalam memontum keagamaan ramadan dan Idulfitri. Sehebat apapun aturan pemerintah, tetap membutuhkan partisipasi kalangan yang masih dihormati itu.
Yang tak kalah penting keseriusan seluruh pemerintah daerah mendorong tertib penerapan Prokes warga masyarakatnya. Jaringan struktur pemerintahan pada tingkat lebih kecil seperti Kecamatan, Kelurahan, RW, RT perlu dimaksimalkan mendisiplinkan masyarakat menerapakan Prokes.
Terlalu besar resiko bila terjadi gelombang kedua di negeri ini. Dan bahaya itu bukan isapan jempol terutama terkait mutasi Covid B117 yang disebut lebih menyebar. Bahkan yang baru ditemukan Eek E484K, lebih mengerikan lagi percepatan penyebarannya.
Kewaspadaan dengan menerapkan Prokes benar-benar mutlak sangat diperlukan. Jangan sampai momen indah ramadan dan Idulfitri menjadi malapeta mengerikan. Saatnya semua potensi bangsa bergerak untuk menerapkan lebih efektif dan optimal protokol kesehatan. (*)
*Kolumnis, tinggal di Jakarta.