Oleh : MH. Said Abdullah (*)
Mudik biasa menjadi perbincangan publik terkait persiapannya. Kadang jauh sebelum pelaksanaan puasa persiapan penanganan mudik sudah dimulai. Ini sangat wajar bahkan menjadi keharusan. Sebab, aktivitas mudik termasuk pula ‘balik’ menjelang dan pasca Idul Fitri sangat luar biasa. Bisa jadi hanya Indonesia satu-satunya di dunia tradisi menyambut lebaran bernama mudik-balik demikian dasyat.
Belakangan persoalan mudik mengemuka di tengah masyarakat dalam nuansa berbeda. Apalagi kalau bukan terkait pandemi Covid-19, yang masih terus ditangani pemerintah bersama seluruh lapisan masyarakat.
Lebaran tahun lalu praktis tak ada aktivitas mudik karena masih dalam suasana pandemi sangat mencekam. Tahun ini pemerintah memang telah memutuskan aktivitas mudik dilarang dalam durasi waktu tanggal 6-17 Mei 2021.
Berbeda dengan tahun sebelumnya, persoalan larangan mudik tahun ini masih menjadi perdebatan apakah memang tetap perlu dilarang atau dibolehkan bersyarat durasi terbatas. Sebab banyak variabel situasi yang sangat berbeda dengan kondisi tahun lalu serta proggres penanganan pandemi Covid-19. Belakangan kasus terinfeksi relatif menunjukkan grafik menurun.
Vaksinasi yang saat ini gencar dilakukan pemerintah juga menjadi pertimbangan meninjau keputusan larangan mudik. Ini lagi-lagi didasarkan perubahan kondisi pandemi dan psikologis masyarakat, yang relatif mengalami perbaikan.
Mengapa larangan mudik perlu ditinjau kembali? Di luar persoalan kesehatan, mudik seperti ditegaskan dalam awal tulisan ini merupakan aktivitas sosial budaya pergerakan masyarakat dalam jumlah luar biasa. Dampak mudik terhadap berbagai sektor sangat besar sehingga mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan ekonomi masyarakat, terutama di berbagai daerah tujuan mudik.
Pertama tentu saja, mudik memang bernilai spiritual sosial budaya. Masyarakat muslim negeri ini yang baru saja melaksanakan puasa ramadhan memiliki tradisi sungkem kepada orangtua, silaturrahmi kepada sanak famili, handai taulan dan bahkan kebiasaan nyekar kuburan orangtua yang sudah meninggal dunia.
Ini telah lama menjadi tradisi masyarakat muslim dan bahkan masyarakat non muslimpun pada moment Natal misalnya. Jadi telah berurat akar sebagai tradisi pasca melaksanakan puasa ramadhan. Jika kemudian dilarang lagi, kekecewaan masyarakat akan dapat menimbulkan dampak psikologis.
Kedua, aspek ekonomi. Lebaran dengan tradisi mudiknya adalah peristiwa budaya sekaligus ekonomi, terutama di Pulau Jawa yang berkontribusi 58% PDB nasional. Mobilitas orang dari pusat kota sebagai pusat ekonomi ke desa atau kampung halaman saat mudik memberi pengaruh besar. Selain itu, secara ekonomi mudik mendorong tingkat konsumsi rumah tangga lantaran akan banyak sektor ikutan terdampak.
Selama pandemi rumah tangga menengah atas menahan tingkat konsumsi, mudik menjadi peluang tingkat konsumsi semua golongan rumah tangga. Bahkan konsumsi rumah tangga berkontribusi 57% PDB.
Misalnya; transportasi, hotel, restoran, retail, hingga pedagang eceran. Apalagi, selama pandemi 2020 kemarin, sektor sektor ini sangat terpukul.Transportasi terkontraksi -15,4%, hotel (penyedia jasa akomodasi) -24,4%, restoran (penyedia jasa makanan) -6,68%.
Dengan pengaruh signifikan itu, memang perlu dikaji larangan mudik menjadi terbatas. Yang awalnya 6 sampai 17 Mei, dikurangi menjadi hanya lima hari. Dibolehkan mudik durasi waktu lebih pendek.
Hal yang paling penting tentu saja, kegiatan mudik disyaratkan menunjukkan dokumen hasil swab negatif covid19 untuk semua orang yang mudik, baik saat datang maupun balik, baik di dalam kota, antar kota dalam provinsi, apalagi antar kota antar provinsi.
Protokol ini sesuai tata cara pencegahan penularan covid19 di antara penumpang kereta api dan pesawat terbang.
Untuk itu, Satgas Covid19 dan jajaran aparat keamanan pada semua tingkatan melakukan pengawasan dan penegakan hukum secara ketat terhadap para pemudik yang melanggar ketentuan, yakni tidak memenuhi protokol kesehatan. Jadi, asalkan menunjukan dokumen negatif covid hasil tes polymerase chain reaction (PCR), Rapid Test Antigen dan GeNose C19 diizinkan mudik.
Dengan waktu relatif masih sekitar satu bulan menjelang aktivitas mudik, berbagai variabel positif penanganan pandemi Covid-19 diharapkan menjadi pertimbangan pemerintah terkait keputusan mudik. Tentu tetap menjadi prioritas utama keselamatan, kesehatan masyarakat, tanpa melupakan kebutuhan perbaikan ekonomi. Semua diharapkan berproses menjadi lebih baik. Masyarakat sehat dan sejahtera lahir batin. (*)
*Ketua Banggar DPR.