Oleh: MH. Said Abdullah (*)
Menyebut jagung di negeri ini, yang terlintas dalam pikiran selalu masyarakat Madura. Wajar saja karena sejak sekolah dasar ketika mempelajari tentang kehidupan sosial berbagai daerah selalu disebutkan salah satu makanan pokok masyarakat Madura adalah jagung. Jadi, tidak aneh jika menyebut jagung selalu berkonotasi Madura. Sama dengan menyebut sagu, selalu dikaitkan Ambon atau Maluku.
Yang menarik, makanan pokok jagung, di masa lalu sering diasumsikan sebagai gambaran masyarakat terbelakang terutama jika dibandingkan beras. Seakan, mereka yang makan jagung belum maju kehidupan ekonominya. Bukan hal aneh bila soal jagung makanan pokok Madura dijadikan bahan candaan bernada setengah ejekan. Makanan pokok beras dianggap simbol kemajuan dan jagung mewakili keterbelakangan.
Padahal, menjadikan jagung sebagai makanan pokok dari segi rasa saja jauh lebih gurih dibanding beras. Perbandingannya sederhana. Coba makan beras tanpa lauk, rasanya dijamin terasa hambar. Tetapi makan jagung langsung tanpa dikasih bumbu, tanpa lauk, terasa gurih. Apalagi jika dibakar dan direbus langsung dalam keadaan masih segar.
Belakangan ketika pengetahuan masalah gizi makin berkembang jagung mulai ‘naik kelas’ menjadi pilihan menu kebutuhan makanan pokok. Fakta ilmiah ternyata dari segi kesehatan jagung jauh lebih bergizi dibanding beras serta yang paling penting kandungan gizi jauh lebih sehat. Ini menempatkan jagung sebagai pilihan penting menu makanan pokok masyarakat modern, yang sadar kesehatan.
Berbagai fakta ilmiah tentang kandungan jagung, merupakan kabar baik bagi masyarakat Madura dan beberapa daerah yang memang memproduksi jagung seperti Provinsi Gorontalo.
Data sejarah memperlihatkan ternyata pilihan para leluhur masyarakat Madura menjadikan jagung sebagai makanan pokok, merupakan sikap cerdas dan bervisi misi kesehatan. Kondisi tanah di Madura memang relatif sangat cocok untuk menamam jagung. Namun di Madura juga padi dapat tumbuh subur sekalipun tidak seperti di kawasan Jawa Barat misalnya.
Para leluhur masyarakat Madura, lebih memilih makanan pokok jagung, bukan hanya atas dasar pertimbangan ketersediaan. Mereka agaknya telah mengetahui aspek manfaat antara lain jika makan jagung lebih meningkatkan ketahanan fisik. Termasuk pemahaman nilai ekonomi, bahwa makan jagung ternyata jauh lebih hemat dari beras.
Madura memang sejak lama merupakan salah satu kawasan yang menjadi tulang punggung penghasil jagung nasional. Selain jagung hibrada, di Pulau Kerapan Sapi itu juga terdapat banyak varitas jagung lokal. Sebut saja Burda, Guluk-guluk dan Pod yang memiliki keunggulan mulai dari rasa, daya tahan serta kualitas.
Jawa Timur berdasarkan data berkontribusi 21,8 persen terhadap produksi jagung nasional yang suplai terbesarnya dari Madura. Ini memberi penegasan tentang nilai ekonomi jagung, yang ternyata sangat menggiurkan.
Lalu, sebagaimana telah menjadi keprihatinan dunia, berdasar data Internasional Diabetes Federation (IDF) Indonesia ternyata termasuk berstatus waspada diabetes. Indonesia menempati urutan ke tujuh dari 10 negara dengan jumlah pasien diabetes tertinggi. Prevalensi pasien pengidap penyakit diabetes mencapai 6,2 persen. Jadi, ada lebih dari 10,2 juta masyarakat Indonesia yang menderita diabetes per tahun 2020. Angka yang tergolong sangat menghawatirkan.
Dari paparan selintas tentang jagung, sangat beralasan jika perlu diupayakan mengembalikan peran jagung sejalan pilihan leluhur masyarakat Madura. Mengkonsumsi jagung ternyata bernilai kesehatan tinggi karena memiliki indeks glikemik rendah. Jadi jagung sangat ramah bagi penderita diabetes.
Kandungan jagung yang sehat jika dikembangkan lebih profesional akan menempatkan Madura berperan penting dalam mengatasi persoalan diabetes. Ibaratnya, sekali mendayung dua pulau terjangkau yaitu dapat lebih menyehatkan masyarakat Madura serta diharapkan berkontribusi mengurangi problem penyakit diabetes.
Dari aspek ekonomi, peningkatan kebutuhan jagung baik sebagai makanan pokok maupun kebutuhan lainnya dapat menjadi andalan peningkatan kesejahteraan masyarakat Madura melalui upaya memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun dunia. Provinsi Gorontalo merupakan contoh menarik yang ternyata mampu mengelola jagung sehingga menjadi komoditas ekspor yang berperan penting peningkatan ekonomi masyarakat dan pendapatan asli daerah (PAD).
Jagung kini mulai menjadi primadona. Bukan hanya sebagai makanan pokok biasa, juga alternatif makanan sehat ramah untuk diabetes baik preventif maupun kuratif. Yang tak kalah penting, jagung ternyata bernilai ekonomis tinggi. Apalagi yang perlu ditunggu. Ayo kembangkan jagung menjadi makanan pokok kembali serta kekuatan peningkatan ekonomi masyarakat Madura. Jika Gorontalo bisa, Madura, yang jauh berpengalaman soal jagung, pasti bisa. (*)
*Ketua Banggar DPR RI.