SAMPANG, koranmadura.com – Merasa 19 bulan tidak membuahkan hasil dalam penangkapan dua dari enam tersangka kasus kekerasan seksual (pedofilia), belasan aktivis perempuan Korps Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Putri (Kopri) PC PMII Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur, kembali datangi Mapolres setempat, Sabtu, 31 Juli 2021.
“Kami aksi kembali karena sudah 19 bulan ini, Polres Sampang belum juga menangkap dua DPO kasus pedofil yang tersisa. Jadi kami menilai Polres ini lalai dalam melaksanakan tugasnya karena belum ada bukti nyata dalam upayanya dalam perekembangan penanganan kasusnya,” ujar Ketua KOPRI PC PMII Kabupaten Sampang, Raudhotul Jannah.
Raudhoh juga menyanyangkan gelar penghargaan yang diterima pemkab Sampang yang disebut sebagai Kota atau Kabupaten Layak Anak (KLA) dari Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) tahun 2021, sebab di dalam penghargaan itu dicantumkan salah satunya penerapan UU yang mengatur hak-hak untuk anak di antaranya hak hidup, tumbuh, berkembang, berpartisipasi serta mendapat perlindungan dari kekerasan.
“Jadi Sampang Sampang ini belum bisa dikatakan kabupaten layak anak, karena Polres Sampang belum bisa menangkap pelaku kekerasan seksual. Jadi harapan kami kepada Polres agar serius dan segera menangkap para pelaku dan itu berlaku untuk semua kasus ke depannya,” harapnya.
Sementara Kasatreskrim Polres Sampang, AKP Sudaryanto mengucapkan terimakasih kepada Kopri PC PMII yang telah mengingatkan penanganan kasus tersebut. Namun pihaknya menegaskan, kasus kekerasan seksual yang menimpa bunga (samaran) asal Kabupaten Sampang, tetap dilakukan upaya penangkapan terhadap dua pelaku yang sudah masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
“Kami bekerja tetap profesional. Tetap kami tindak lanjuti kasus itu. Adanya aksi, itu merupakan hak mereka sebagai pemerhati perempuan dan anak,” ujarnya.
AKP Sudaryanto mengaku, kendala yang dihadapi saat ini, yaitu pelacakan keberadaan kedua pelaku. Pihaknya sudah berupaya terus-menerus ke rumah pelaku yang berasal dari wilayah Kabupaten Pamekasan. Menurutnya, lokasi kejadian kasus kekerasan seksual yang menimpa korban yang berasal dari Kabupaten Sampang, sejatinya terjadi di wilayah Kecamatan Palengaan, Kabupaten Pamekasan.
“Penanganan ini juga dilakukan di Pamekasan. Tapi memang kendalanya karena keberadaan dua pelaku ini sudah tidak di rumah mereka lagi. Tapi kami tetap berupaya mencarinya untuk penangkapan,” janjinya.
Disinggung soal massa yang meragukan adanya penilaian Sampang yang dihadiahi sebagai Kabupaten Layak Anak (KLA) dari Kementrian P3A tahun 2021, AKP Sudaryanto menjelaskan, pengahargaan KLA tersebut salah satunya dinilai dari keberhasilan penanganan kasus kekerasan anak yang sudah diungkap oleh pihak kepolisian.
“Polisi ini juga sebagai acuan untuk kelayakan Kabupaten untuk dinilai menjadi KLA. Kami juga disurvey oleh Kementerian. Dan mereka mengapresiasi dari upaya pengungkapan dan kerjasama kami dengan Pemda. Apalagi beberapa waktu lalu kami berhasil mengungkap hingga penangkapan ke Tanggerang Selatan. Nah itu salah satunya yang dinilai,” jelasnya.
Pihaknya menegaskan, di semua wilayah kasus pedofil itu sama. Bahkan terjadinya kasus juga berasal dari beberapa anak yang dipengaruhi dari pergaulan bebas hingga bermain media sosial (Medsos) atau penggunaan internet yang tanpa pengawasan orang tua.
“Akibatnya, anak-anak menjadi terjerumus dalam kasus pedofil. Disitulah peran orang tua sangat penting,” ungkapnya.
Lanjut AKP Sudaryanto mengaku, kasus pedofilia di wilayah Kabupaten Sampang sudah mengalami penurunan dalam dua tahun terakhir ini sejak 2020 hingga Juli 2021.
“Kemarin yang disurvey oleh pusat, perbandingannya yaitu penanganan kasus kekerasan anak dari tahun 2020 ke 2021, kasus kekerasan anak sudah menurun,” pungkasnya. MUHLIS/ROZ/VEM