Oleh: MH. Said Abdullah (*)
Beberapa hari ini ruang publik diributkan perdebatan soal vaksinasi berbayar. Banyak tudingan, yang menyebut negara kok berbisnis dengan rakyatnya. Berbagai ungkapan sarkastispun bertebaran yang sayangnya jauh dari menyentuh subtansi keseluruhan masalah.
Masyarakat perlu mengetahui bahwa suplai vaksin Covid-19 hingga tahun 2021 diperkirakan mencapai 440 juta dosis dari berbagai merk, antara Sinovac, Astra Zeneca, Novavax, Pfyzer dan Moderna. Jadi, bervariasi tidak semata-mata hanya dari produk Cina.
Keseluruhan vaksin untuk memenuhi kebutuhan kekebalan kawanan (herd immunity). Sebanyak 379,82 juta dosis telah mampu dipenuhi oleh pemerintah. Layanan vaksinasi Covid-19 ini diberikan gratis kepada masyarakat.
Setelah mendapatkan komitmen untuk memperoleh 440 juta dosis vaksin Covid-19 masih ada tantangan yang harus dipersiapkan dan diantisipasi jauh-jauh hari. Warga yang telah divaksin, terutama mereka yang mendapatkan vaksin gelombang pertama di bulan Januari-Februari 2021, terutama yang tervaksin Sinovac masa imunitasnya hanya berlangsung 6 bulan. Ini artinya pada Juni-Juli 2021 mereka harus menjalani booster (atau suntikan dosis ke 3).
Berbeda dengan Sinovac, beberapa vaksin lainnya masa pembentukan imunitas di tubuh bisa sampai 2 tahun. Untuk menjaga keberlangsungan herd immunity, maka rakyat yang telah tervaksin membutuhkan booster untuk menjaga tingkat imunitasnya terhadap Covid-19. Pada koneks ini pemerintah harus segera membuat ketentuan terkait dengan pelaksanaan booster vaksin Covid-19.
Misalnya, mereka yang mampu secara ekonomi, seperti para pejabat tinggi negara dan daerah, anggota DPRD, DPR, para perwira menengah dan tinggi di Kepolisian, TNI, para petinggi BUMN dan BUMD, pejabat di kejaksaan, kehakiman, kementrian para direksi hingga manajer di perusahaan swasta, serta karyawan yang berpenghasilan tinggi untuk menjalani booster vaksin secara mandiri.
Kementerian Kesehatan perlu mengatur secara detail, termasuk ketentuan biayanya, agar para penyelenggara booster vaksin Covid-19 tidak memanfaatkan peluang pasar hanya demi keuntungan ekonomi semata.
Sebernarnya persoalan vaksin mandiri ini tidak berbeda dengan praktek yang telah berjalan yaitu pelaksanaan PCR dan Swab Antigen. Pemerintah tetap menjalankan Swab Antigen dan PCR terutama terhadap mereka yang karena mengalami kontak dengan pasien Covid-19 dan ter-tracing oleh petugas kesehatan secara gratis.
Di luar itu bukankah ada banyak masyarakat yang melakukan Swab Antigen dan PCR mandiri untuk kebutuhan dan kepentingan sendiri, misalnya untuk mencegah penularan di keluarga dan kebutuhan bisnis. Biaya untuk PCR secara riil jika dibandingkan vaksin mandiri ternyata lebih mahal dan semua proses itu berjalan tanpa ada respon penolakan.
Kita sangat berharap kekebalan kawanan segera terbentuk sebagai upaya keras mencegah terjadi pandemi gelombang ketiga Covid-19 di tanah air. Salah satu upaya melalui booster vaksin mendiri, yang mekanismenya perlu segera diatur Kementrian Kesehatan.
Kebijakan vaksin mandiri ini tak lepas dari keadaan berkonsekuensi terhadap kebutuhan ketersediaan anggaran yang sangat besar. Bila berlangsung lama, dipastikan postur fiskal Indonesia menjadi tidak sehat. APBN akan masuk dalam putaran pandemi yang panjang. Karena itu mutlak harus disiplin terhadap target. Semua pihak perlu memahami vaksinasi Covid-19 adalah game changer bagi pemulihan ekonomi nasional.
Maka prioritas pemerintah selain dokter, nakes, petugas publik, aph kepada 40% masyarakat menengah bawah. Utk masyarakat menengah yang 40% dan kaya serta super kaya 20% boleh mennggunakan vaksin gratis atau vaksin mandiri karema sifatnya fakultatif. Dan secara faktual sudah banyak masyarakat menengah atas yang berangkat ke Amerika Serikat hanya untuk disuntik vaksi Pfizer. Jadi apa yang perlu diributkan sehingga membuang energi yang sia-sia.
Jadi langkah bijak dan sangat adil bila mereka yang telah tervaksin pada dosis 1 dan 2 dan ingin menjalani booster vaksin, serta mampu secara ekonomi untuk menjalaninya secara mandiri. Ini agar pemerintah dapat mengalokasikan vaksin gratis terhadap mereka yang belum menerima dosis vaksin 1 dan 2, termasuk mereka yang kurang mampu secara ekonomi untuk menjalani booster vaksin.
Gotong royong seperti inilah yang diperlukan kedepan. Badan Anggaran mendukung langkah pemerintah memberlakukan booster vaksin gotong royong.
Apapun bentuk vaksinya baik Sinopharm maupun lainnya, prinsipnya secara keekonomian bisa dijangkau dan khusus diperuntukan untuk kategori masyarakat berkemampuan. Tentu yang prinsip kebijakan ini tidak mengganggu ketersediaan vaksin gratis bagi mereka yang belum menerima dosis 1 dan 2.
Bagi mereka yang ingin mendapatkan vaksin mandiri untuk dosis 1 dan 2 pemerintah perlu membuka kesempatan, tetapi hanya diperuntukkan terhadap korporasi yang mengajukan permohonan dan tidak untuk diperdagangkan. (*)
*Ketua Banggar DPR RI.