Oleh : MH. Said Abdullah
Indonesia tercinta, beberapa hari lagi akan memasuki usia ke 76 tahun. Sebuah usia jika menggunakan standar manusia tergolong memasuki masa uzur. Namun untuk ukuran sebuah negara, tergolong masih relatif muda.
Pada usia ke 76 tahun ini, seperti negara lain di seluruh dunia, Indonesia juga mengalami musibah pandemi Covid-19. Karena itu peringatan dan perayaan hari kemerdekaan tahun ini terasa berbeda dari sebelumnya. Bahkan dibanding tahun lalu, ketika pandemi masih relatif lebih ringan.
Hari-hari belakangan setelah pemerintah memberlakukan PPKM Darurat, ada harapan menggembirakan. Fluktuasi pandemi relatif mulai menurun sehingga memberikan secercah kegembiraan untuk mengisi momen paling bersejarah, hari Kemerdekaan.
Hiburan membahagiakan lainnya, sebagai bingkisan indah peringatan hari kemerdekaan Indonesia ke 76 tentu saja ketika para pahlawan olah raga Indonesia berhasil meraih medali di Olimpiade Tokyo, beberapa waktu. Perolehan medali emas, perak dan perunggu melalui cabang bulu tangkis dan angkat besi seperti percikan air sejuk, di tengah nestapa musibah Covid-19 serta perjuangan keras seluruh komponen bangsa, yang diakui sangat melelahkan.
Para pahlawan olah raga itu benar-benar memberikan kegembiraan luar biasa kepada seluruh masyarakat. Batas-batas perbedaan apapun mencair menjadi kekuatan kebersamaan persatuan dan kesatuan. Ketegangan perjuangan pasangan putri bulu tangkis Indonesia Greysia Polii/Apriyani Rahayu ketika kemudian berhasil menang, meledakkan emosi haru dan bahagia segenap rakyat, tumpah ruah kebanggaan luar biasa.
Duka, nestapa, rasa lelah, kepahitan panjang hampir setahun setengah akibat pandemi Covid-19 terlupakan sejenak dalam euforia kebanggaan sebagai bangsa Indonesia. Emas, perak dan perunggu olimpiade melalui perjuangan putra-putri terbaik Indonesia seperti menyadarkan dan menyegarkan seluruh komponen bangsa tentang makna kebersamaan. Gotong Royong, kata Bung Karno.
Memang, perjalanan negeri ini selama 76 tahun, tidak hanya berhadapan jelaga dan kendala pandemi Covid-19. Sejak negeri ini merdeka jelaga dan kendala harus dihadapi. Dan di era modern, cobaan besar yang paling dirasakan adalah transisi proses reformasi pada tahun 1998.
Melalui pengorbanan yang tidak kecil gerakan reformasi yang dimulai tahun 1998 menjadi titik awal baru menuju negara modern. Kehidupan demokrasi sesungguhnya menjadi jati diri kehidupan masyarakat setelah sebelumnya terbelenggu demokrasi semu. Tidak salah jika cendikiawan muslim Nurcholish Madjid menyebut Indonesia menjadi negara demokrasi yang sesungguhnya baru mulai secara formal dan riil pada pelaksanaan Pemilu 1999. Itulah moment langkah pertama Indonesia menuju kehidupan menjadi negara modern sehingga tercatat sebagai salah satu negara demokratis terbesar di dunia.
Jika mengacu pada pemikiran Nurcholish Madjid, sebagai negara demokrasi sesungguhnya harus diakui Indonesia masih sangat muda. Baru berusia sekitar 22 tahun, jika dihitung dari sejak pemilu pertama di era reformasi, tahun 1999.
Baru lima kali Indonesia melaksanakan pemilu demokratis. Sebuah durasi yang tergolong masih sangat pendek. Ibaratnya, demokrasi sesungguhnya baru seumur jagung. Namun walau masih muda dunia telah mengakui betapa matang kualitas demokrasi Indonesia.
Lima kali pemilu dengan empat kali pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung makin menegaskan Indonesia menjadi salah satu dari tiga negara besar di dunia yang mampu melaksanakan demokrasi. Dengan keseluruhan pemilu berjalan relatif damai tanpa gangguan berarti Indonesia, yang kini memasuki usia 76 tahun, telah mendapat pengakuan dan apresiasi dunia demikian tinggi.
Bukan tanpa alasan apresiasi dunia terhadap kehidupan demokrasi Indonesia. Dengan keanekaragaman suku sangat luar biasa, sekitar 1340 suku –bandingkan dengan Afghanistan yang hanya terdiri dari empat suku namun terus berkecamuk perang- ditambah keanekaragaman agama, budaya, adat istiadat, tanpa ada konflik berarti, jelas merupakan prestasi sangat luar biasa.
Perjalanan demokrasi yang baru berusia 22 tahun, di tengah keanekaragaman memang tidak mudah. Diakui tetap saja ada jelaga dan kendala, yang sempat menggangu proses demokrasi khususnya pada pemilu terakhir. Namun, semuanya dapat teratasi tanpa konflik berarti.
Tentu saja, dengan kekayaan alam luar biasa, yang dimiliki negeri ini seperti pernah diingatkan Bung Karno, selalu saja ada kekuatan kepentingan yang ingin menguasai melalui cara-cara menciptakan berbagai konflik. Sejak reformasi yang menjadi titik awal kehidupan demokrasi misalnya, memanfaatkan iklim demokrasi, seringkali menyelinap kekuatan kepentingan yang berusaha mengganggu kedamaian negeri ini.
Segala cara ditempuh mereka yang ingin rakyat terpecah belah, terjebak konflik. Termasuk memanfaatkan situasi pandemi, yang terjadi sekarang ini. Mereka berusaha memancing di air keruh ketika seluruh komponen bangsa sedang berjibaku hidup dan mati menghadapi pandemi Covid-19.
Momentum peringatan hari kemerdekaan Indonesia ke 76, yang berlangsung di tengah suasana pandemi, bermodal karakter dan watak kebersamaan bersemangat gotong royong saatnya menegakan kembali, membulatkan tekad kuat untuk menjaga kedamaian, persatuan dan kesatuan Indonesia. Dirgahayu Republik Indonesia.