Oleh : MH. Said Abdullah
Ungkapan arif menyebutkan bahwa jauh lebih sulit memelihara keberhasilan dibandingkan saat meraih. Lebih mudah membangun dibanding merawat bangunan.
Rangkaian kalimat penuh kearifan itu rasanya perlu disegarkan kembali terkait fluktuasi penyebaran Covid-19 belakangan ini. Ikhtiar keras pemerintah bersama masyarakat dalam menangani pandemi telah memperlihatkan keberhasilan signifikan.
Kasus terinfeksi perhari saat ini memperlihatkan kemajuan penanganan yaitu rata-rata dalam sepekan dibawa 400 perhari disertai jumlah meninggal dibawa angka 10. Sementara angka kesembuhan makin melegakan yaitu sekitar 434 orang berdasarkan update tanggal 23 November.
Perkembangan menggembirakan ini, yang merupakan hasil kerja keras luar biasa, dengan pengorbanan besar serta sangat tidak mudah, seperti kalimat pengantar tulisan menghadapi tantangan berat lain. Yaitu keharusan pemerintah dan masyarakat untuk menjaga serta berusaha meningkatkan lebih baik lagi, sehingga pandemi benar-benar berakhir.
Sangat tidak mudah memang, memelihara dan menjaga kondisi yang sudah relatif membaik. Jauh lebih berat ketika berupaya meraihnya. Ada faktor potensi kelengahan, sikap kendor melaksanakan Prokes dan munculnya fenomena over optimis. Kelengahan terjadi ketika merasa pandemi Covid dianggap telah berakhir. Padahal, belajar dari berbagai kasus di manca negara betapa tidak terduganya fluktuasi penyebaran Covid. Jerman dan Austria serta beberapa kawasan Eropa menjadi contoh paling aktual, disamping negara jiran Singapura dan Malaysia serta Thaeland. Semuanya kasat mata memperlihatkan fenomena mengejutkan peningkatan kasus Covid.
Sikap kendor menerapkan Prokes berpeluang muncul disamping atas dasar faktor perkembangan menggembirakan terjadi pula karena kejenuhan. Sulit mengingkari kemunculan rasa jenuh ketika masyarakat hampir dua tahun terkungkung dalam kehidupan jauh dari normal. Harus pakai masker, jaga jarak, dan bila bepergian harus swab, merupakan realitas sosial, yang sulit diingkari berpeluang menimbulkan kejenuhan. Ujung-ujungnya, timbul sikap mengentengkan atau mengabaikan.
Rasa percaya diri berlebihan ketika menyaksikan perkembangan fluktuasi terinfeksi Covid belakangan juga dapat menjadi ancaman. Ketika masyarakat merasa telah selesai divaksin, terinfeksi menurun drastis, bukan hal aneh muncul asumsi yang berangkat dari rasa percaya diri berlebihan sehingga kemudian meninggalkan penerapan protokol kesehatan.
Di sinilah nilai penting kalimat arif tentang betapa berat menjaga keberhasilan. Apalagi ketika keberhasilan dihadapkan pada situasi seakan boleh lepas dan bebas. Kemungkinan muncul kelengahan, sikap kendor dan over optimis sangat besar yang dapat merusak berbagai keberhasilan yang telah diupayakan susah payah.
Berbagai ruang perilaku ‘berbahaya’ itu makin menghawatirkan ketika masyarakat berhadapan event penting keagamaan. Dorongan beraktivitas atas dasar semangat keagamaan jelas lebih menguat dibanding hanya atas dasar keperluan kesehariaan. Apalagi ketika aktivitas keagamaan telah menjadi budaya serta rutin sebagai seremoni sosial.
Tentu masih hangat pengalaman aktivitas dua kali mudik lebaran Idul Fitri dan Natal serta momen perayaan Tahun Baru, beberapa waktu lalu. Betapa tidak mudah mengatasi hasrat masyarakat yang ingin beraktivitas demi kepentingan merayakan keagamaan dan pergantian tahun. Riak-riak kecil ketegangan sempat terjadi ketika ada sebagian masyarakat bersikeras memaksakan diri. Akhirnya, terbukti pasca berbagai event itu kembali meningkatkan kasus terinfeksi Covid dalam jumlah sangat besar.
Situasi kontekstual, sekarang ini, penanganan pandemi memperlihatkan keberhasilan mengesankan serta pergerakan ekonomi mulai dinamis. Namun, kembali berhadapan momen keagamaan dan perayaan Tahun Baru 2022. Jelas, diperlukan keberanian pemerintah bertindak tegas menjaga kondisi baik ini. Di sisi lain perlu dukungan kesabaran masyarakat untuk menahan diri agar tidak larut dalam euforia berlebihan. Bagaimanapun kondisi saat ini masih sangat rawan terjadi peningkatan terinfeksi.
Keputusan pemerintah memberlakukan PPKM Level 3 menjelang pelaksanaan Natal dan Tahun Baru, dapat dipahami sepenuhnya. Ini bagian dari menjaga situasi membaik agar tidak kembali memburuk ketika memasuki tahun 2022. Terlalu besar resiko yang harus diterima negeri ini, baik pemerintah maupun masyarakat bila terjadi pandemi Covid-19 gelombang ketiga.
Pembatasan ini masih memungkinkan ekonomi tetap bergerak. Sehingga tidak berpotensi mengganggu pertumbuhan ekonomi. Kita berharap pada tahun 2021 ini pertumbuhan ekonomi bisa di angka 4 persenan. Tren pemulihan ekonomi terus tampak sejak kuartal II 2021. Modal pertumbuhan 4 persenan ini sangat penting, sehingga untuk mengejar target pertumbuhan setidaknya 5,2 persen pada tahun depan relatif tidak susah.
Marilah menjaga situasi yang telah membaik dengan kesabaran dan kewaspadaan tinggi sambil terus melanjutkan upaya vaksinasi demi kepentingan jauh lebih besar terputusnya pandemi. Jangan sampai situasi baik ini kembali ‘mundur’ ke belakang sehingga seluruh rakyat kembali menderita.