Koranmadura.com – Siapa sangka pandemi Covid-19 akan mengubah hidup hidup Mufida, 38 tahun, menjadi lebih baik.
Saat pada September 2020 lalu harus berhenti dari perusahaan di Surabaya tempatnya bekerja, ia harus pulang ke kampung halamannya di Desa Lomaer, Kecamatan Blega, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur. Ia terkena imbas pengurangan karyawan akibat pandemi.
Sementara Iksan yang bekerja sebagai juru parkir di salah satu kawasan pertokoan di Surabaya, saat itu, juga harus berhenti dari pekerjaannya akibat lockdown.
Di Desa Lomaer, mereka tinggal bersama Suliha, 52, ibunda Mufida.
Selama berada di Madura, lulusan Madrasah Aliyah (setingkat Sekolah Menengah Atas) swasta di Bangkalan itu, dan suaminya nyaris tidak bekerja.
Kebijakan lockdown yang bersambung dengan Program Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), seperti tidak memberi peluang keduanya untuk kembali bekerja mencari bekal ekonomi keluarga.
“Saat itu saya hanya membantu ibu membuat kue kering ketika ada pesanan. Sementara suami saya bekerja serabutan. Kadang menjadi buruh bangunan, atau buruh panen di sawah,” katanya, saat ditemui di rumahnya, pekan lalu.
Hal yang tidak disangkanya tiba. Setiap selesai membantu ibunya membuat kue, ia iseng memfoto kue kering yang baru dibuatnya dan memposting di akun media sosialnya.
Ternyata keisengan itu, membuka peluang usaha baru yang sekaligus membantu mengembangkan usaha ibunya memproduksi kue kering.
“Awalnya hanya teman-teman di akun medsos yang pesan dan saya kirim melalui jasa pengiriman. Lalu saya mencoba bergabung dengan beberapa grup jual beli online, dan ternyata hasilnya cukup positif,” katanya.
Produksi kue kering ibunya, tidak lagi bergantung pesanan tetangga, karena setiap pekan ia harus mengirim orderan kue ke sejumlah daerah melalui perusahaan jasa pengiriman. Apalagi sejak ia mencoba menawarkan produksinya itu di sejumlah lapak online.
“Kami hanya menjual kue pastel, sagon dan kripik singkong. Karena untuk sementara, itu yang paling banyak pemesannya,” katanya sambil menunjukkan daftar orderan yang harus dilayaninya.
Kini ia sudah bisa mengambil alih usaha ibunya itu dan bahkan mengajak dua orang tetangganya untuk membantu sebagai pekerja. Sementara suaminya, bertugas mengemas dan mengantar pesanan ke perwakilan perusahaan jasa pengiriman di Kota Bangkalan.
“Pandemi telah mengubah status isteri saya dari buruh menjadi bos,” kata Iksan yang duduk di samping Mufidah sambil tertawa lepas.
Mufidah berencana mengembangkan usahanya itu dengan membeli alat produksi, karena peralatan yang dimiliki,.masih seadamya dan tidak memadai. Ia juga akan mengurus sertifikat usaha ke Pemkab Bangkalan.
Dari pengalamannya setelah merasa bisa bangkit dari keterpurukan, wanita yang baru hamil anak pertamanya itu mengambil pelajaran bahwa musibah tidak selamanya berdampak negatif jika disikapi secara positif.
“Saat kita jatuh, pasti ada jalan untuk bangkit kembali. Yang penting ada kemauan dan tidak larut dalam kegagalan,” katanya. (g. mujtaba/ROS/VEM)