Oleh: Rara Zarary*
Pulang ke Pangkuan Ibu
(1)
Jika aku mendengar orang-orang membicarakanmu
hati paling terluka, adalah aku
jika aku melihat orang-orang mencacimu
bara amarah akan terlahir, dari aku
sebab aku tahu, Ibu
betapa mulianya engkau
betapa hebat engkau berjuang
yang tak seorang pun mau tahu
sebab aku tahu, Ibu
menjadi engkau tidak mudah
menjadi engkau bukan sebuah salah
siapapun engkau di mata orang-orang, Ibu
bagiku kaulah mutiara termahal
harta paling berharga
tak peduli bagaimana engkau
aku adalah orang paling setia
utusan Tuhan yang menjagamu penuh cinta
Ibu,
di balik pejaman matamu
aku tahu, banyak air mata tersimpan
ribuan gelombang kau tahan
milyaran duka kau telan
betapa hebat menjadi engkau, Ibu
betapa bangga, aku telah lahir dari rahimmu
sungguh,
aku ingin tetap didekapmu, Ibu
menjadi anak kecil hangat dipeluk erat
terima kasih telah begitu kuat dan hebat
menjadi penyelamat hidup yang hampir sekarat.
(2)
Terima kasih, Ibu
Terima kasih, Ibu
Terima kasih, Ibu
ribuan, milyar terima kasih
tak akan pernah bisa membayar lelah dan kasih
mengandung
melahirkan
menyusui
membelai, menggendong, dan membesarkan
aku
perjalanan panjang itu
perjuangan hebat itu
engkau lalui penuh suka cita
terima kasih tak terhingga
terima kasih sepanjang masa
maafkan aku
yang terlalu lambat membuatmu bahagia
yang terlampau pelan membuatmu bangga
tetapi, Ibu
aku telah berjuang
aku telah meminta pada Tuhan
untuk menjagamu dari segala cobaan.
sebab aku mencintaimu
sebab aku ingin membalas kasihmu
sebab aku,
ingin terus menjadi anakmu
aku ingin melihatmu bahagia
melepas duka
membuang resah dan susahmu yang lara.
(3)
Apakabar Ibu?
kita memang tinggal bersama,
di satu rumah, dengan atap yang sama
tapi aku tak pernah bertanya;
“hari ini, apakah kau baik-baik saja, ibu?”
Apakabar Ibu?
apakah aku telah menjadi anak yang kau impikan?
menjadi obat segala kelelahan
menyabarkan atas segala susah payah
menghibur saat semua kehidupan terasa gulita?
apakah aku telah menjadi alasan kau bahagia di dunia?
atau, karena aku engkau kesulitan dalam hidup?
Ibu, terkadang aku bingung bagaimana membalas cintamu
Ibu,
bolehkah aku menetap dalam doa-doamu?
meski sesekali aku nakal, membuatmu kesal
bolehkah aku tetap menjadikanmu panutan?
walau seringkali aku lalai dan menyebalkan
aku ingin tetap di pangkuanmu
menghapus air matamu bila kau menangis
mendekapmu bila kau sendiri
menjagamu hingga akhir nanti
maafkan aku
yang tak pandai membuat senyum di wajahmu
Ibu,
peluk aku.
*Alumnus Pesantren An Nuqayah Sumenep Madura.