MH. Said Abdullah
Pernahkah kita sejenak menajamkan pandangan, meningkatkan kepekaan serta lebih intens mengasah cara pandang sosial mengamati pelaksanaan aktivitas puasa di negeri ini? Pernahkah membandingkan fenomena aktivitas ramadan masyarakat negeri ini dengan yang terjadi di negara lain?
Jika sedikit saja kita membuka mata hati dan landskap pemikiran, akan tertangkap kedasyatan luar biasa selama bulan ramadan di negeri ini. Sebuah pemandangan kepedulian mencengangkan, yang sangat sulit diterima akal sehat.
Mereka yang pernah umroh ramadan tentu mengetahui pada saat menjelang berbuka di masjid-masjid Mekkah dan Madinah, terlihat dipenuhi berbagai tawaran makanan berbuka. Kemasan dan menu yang ditawarkan tergolong sangat spesial jika dibanding apa yang ditemui di negeri ini. Penangananpun tampak profesional sebagai pertanda bahwa berbagai sajian makan berbuka gratis disiapkan masyarakat Arab Saudi yang memiliki kemampuan ekonomi atau orang-orang tergolong kaya raya.
Jadi, apa yang terjadi selama ramadan di masjid-masjid Mekkah dan Madinah, merupakan hal wajar. Yang memberi adalah orang yang memiliki kemampuan.
Ditambah iklim spiritual sebagai kota suci, sewajarnya momen bulan ramadan yang diyakini penuh keberkahan diisi aktvitas sosial penyediaan berbuka puasa.
Di negeri ini, penyediaan menu berbuka jelas tidak seperti di dua kota suci itu. Baik dari cara penanganan maupun kualitas menu berbuka. Barangkali, hanya satu dua masjid besar saja, seperti Istiqlal penyediaan berbuka gratis relatif sistematis dengan penanganan lebih terorganisir. Sementara, di masjid lain, yang jumlahnya ratusan ribu, penyediaan menu berbuka benar-benar sangat bersahaja.
Namun kebersahajaan itu justru menggambarkan kedasyatan semangat kepedulian sosial masyarakat Indonesia. Dari segi kemewahan memang kalah jauh dibanding di dua kota suci Mekkah dan Madina. Jika dicermati dengan hati dan kepala dingin sungguh, apa yang terjadi di negeri ini selama ramadan, akan membuat siapapun yang berpikir jernih tercengang dan terpesona.
Bukan masyarakat kaya yang demikian bersemangat menyumbangkan menu berbuka puasa ke masjid-masjid. Mereka yang datang kadang untuk memenuhi kehidupan keseharian harus banting tulang. Dengan segala keterbatasan mereka bergantian melengkapi kebutuhan berbuka di masjid-masjid.
Cobalah sekali-kali mendatangi masjid di kampung-kampung. Siapapun akan merasa terharu menyaksikan para jamaah sekitar masjid, yang berpenampilan sederhana membawa berbagai makanan berbuka puasa. Dengan wajah penuh keikhlasan mereka menyerahkan sepuluh dua puluh potong kue, bungkusan es buah, kadang air mineral. Yang sedikit memiliki rezeki lebih membawa dua tiga jenis makanan berbuka. Benar-benar, sangat luar biasa.
Praktis jika mampir ke masjid-masjid selama bulan ramadan, dijamin tak akan kekurangan makanan. Bahkan, makanan kadang tersisa hingga dapat disajikan untuk jamaah yang melaksanakan tadarus usai sholat taraweh.
Inilah potret sosial masyarakat negeri ini, yang tak akan ditemui di negara lain. Demikian tinggi semangat kepedulian dan gotong royong mereka. Sebuah lembaga internasional pernah menempatkan Indonesia selama dua tahun berturut-turut sebagai negara, yang masyarakatnya memiliki semangat tolong menolong tertinggi di dunia.
Fenomena sosial indah selama bulan ramadan jelas bukan hanya karena sentuhan ajaran agama, yang menempatkan bulan ramadan penuh berkah sehingga masyarakat tergerak berbondong-bondong bersedekah. Karakter dan watak masyarakat Indonesialah, yang ikut mempengaruhi sehingga ramadan demikian semarak berbagai aktivitas kepedulian.
Sikap kepedulian dan tolong menolong itu, sejatinya merupakan bagian keseharian masyarakat. Ajaran agama tentang perlunya kepedulian di sini seakan mendapatkan tempat subur bernama semangat kegotong royongan, yang sudah berurat akar.
Watak dan karakter gotong royong, yang telah melekat kuat pada masyarakat ketika mendapat sentuhan ajaran agama tentang kepedulian sosial, makin bergelora. Jadilah ajaran agama demikian luluh mengendap kuat dalam kehidupan keseharian, yang tidak hanya di bulan ramadan.
Budaya masyarakat negeri ini, demikian welcome menerima ajaran agama Islam, yang mengajarkan kepedulian sosial. Tentu menjadi aneh jika tiba-tiba ada segelintir orang ingin membenturkan budaya Indonesia, yang indah dengan ajaran mulia agama Islam. Dua-duanya justru dapat bersinergi sangat kuat di Indonesia tercinta.