MH. Said Abdullah
Insiden pemukulan Ade Armando pada saat berlangsung demo mahasiswa merupakan ironi tragis luar biasa. Kejadian memilukan itu berlangsung ketika sedang dalam suasana menjalankan ibadah puasa. Keharusan menahan dan mengendalikan diri sama sekali tak terlihat. Yang terpapar justru ekspresi kebrutalan.
Ade Armando sendiri disebut-sebut sedang berpuasa. Jika menyimak ungkapan serta teriakan takbir dan kalimat tauhid, pelaku kekerasan diyakini sebagai muslim. Jadi kemungkinan mereka juga sedang berpuasa. Terasa ironis bukan? Mereka yang memukuli dan bertindak brutal dapat menahan haus dan lapar namun tidak mampu mengendalikan diri sehingga bertindak melabrak nilai-nilai kemanusiaan. Perlakuan mereka sama sekali tidak mencerminkan sedang menjalankan ibadah puasa dan bahkan sangat jauh dari prinsip-prinsip ajaran Islam.
Ironi makin terasa memprihatinkan ketika di media sosial bertebaran pembenaran perlakuan brutal kepada Ade Armando. Seakan tindakan pemukulan sah sebagai konsekuensi dari berbagai pernyataan Ade Armando. Ini artinya mereka membenarkan tindakan main hakim sendiri terhadap siapapun yang dianggap berbeda.
Selama ini Ade Armando memang gencar memberikan pembelaan kepada pemerintah Presiden Jokowi. Selalu, melalui kanal youtube CokroTv Ade Armando merespon kelompok, yang menyerang secara tidak proporsional kepada pemerintah.Yang layak dicermati, respon Ade Armando selama ini sangat rasional. Tanggapan terhadap berbagai kalangan, selalu didasarkan fakta dan data yang mengajak masyarakat berpikir rasional. Tidak ada bantahan atau respon Ade Armando, saat menanggapi apapun, yang mengedepankan emosi. Sebaliknya, mereka yang ditanggapilah yang lebih banyak bersikap irrasional dengan kecenderungan sekedar bermain-main retorika.
Di sinilah makin terlihat ironi memilukan dalam kasus Ade Armando. Yang mengajak berpikir jernih, mengenyampingkan emosi, memapar fakta, data, mengajak berpikir melalui analisa transparan, diperlakukan dengan tindakan emosional. Apa yang salah dari aktivitas Ade Armando dan kawan-kawan jika membela pemerintah Presiden Jokowi ketika menghadapi berbagai serangan jauh dari proporsional. Demikian pula masyarakat lain, yang gencar merespon berbagai tudingan tanpa dasar kepada pemerintah Presiden Jokowi. Mengapa mereka yang membela apalagi dengan cara rasional seperti dilakukan Ade Armando dan kawan-kawan dianggap buzzer bayaran.
Bagaimana dengan mereka, yang menyerang pemerintah melalui provokasi tanpa dasar, plintiran berita, pemutar balikkan fakta, bahkan kadang hoax serta ujaran kebencian. Para pendukung Jokowi, yang membela apalagi dengan cara rasional, bertujuan meluruskan persoalan, menjernihkan masalah, menempatkan secara proporsional.
Semua dilakukan tidak lebih sebatas merespon. Mereka merasa berkewajiban memberikan pencerahan, penjelasan agar masyarakat tidak terjerumus arus pemikiran salah. Aneh jika mereka yang membela Presiden Jokowi disebut buzzer padahal bersikap rasional, merespon melalui fakta dan data. Memang, secara obyektif – lagi-lagi sebatas sebagai respon- ada segelintir pendukung pemerintah, yang kadang memberikan tanggapan bergaya satire atau meme-meme.
Namun semuanya merupakan respon terhadap berbagai serangan, yang jauh dari proporsional, irrasional serta kadang bernuansa hoax. Sudah menjadi rahasia umum, yang merebak jauh lebih banyak serangan yang kadang melampaui batas. Hinaan, makian, sumpah serapah, ujaran kebencian, sampai kepada keluarga, mengarah kepada Presiden Jokowi.
Sementara, mereka yang disebut buzzer itu hanya sekedar membela, merespon rasional. Entah berapa ratus, mereka yang melakukan tindak tercela setelah ditangkap meminta maaf dan hanya diselesaikan dengan meterai sepuluh ribu rupiah. Karena itu, kalangan berpendidikan yang memberikan pembenaran pemukulan kepada Ade Armando atas dasar apapun harusnya berpikir jernih.
Bagaimana seandainya tindakan kekerasan diperlakukan kepada tokoh-tokoh, yang menghina Presiden Jokowi, yang menyebut bebek lumpuh, planga plogo, dungu, boneka dan ucapan melampaui batas lainnya. Bukankah mereka jauh melampaui batas dalam menyampaikan berbagai pernyataan dibanding Ade Armando dan kawan-kawan, yang justru lebih banyak mengajak berpikir rasional, menggunakan akal sehat.Diakui Ade Armando sempat melontarkan pernyataan kontroversial seperti menegaskan bahwa tidak ada ayat soal sholat lima waktu dalam alquran.
Termasuk beberapa kritik tentang hadist. Namun, semuanya bagian dari dialog intelektual. Sama saja dengan pernyataan KH. Aqil Siraj yang mengatakan bahwa tidak ada tata cara sholat dalam alquran maupun hadist.Silahkan menolak atau tidak setuju dengan pemikiran Ade Armando, seperti juga, kepada siapapun yang dianggap berbeda.
Hadapilah atau lawanlah dengan argumentasi rasional bukan justru bertindak distruktif, apalagi sampai melakukan kekerasan. Bahkan jika Ade Armando dianggap melanggar hukum, silahkan diproses hukum.Tindakan kekerasan kepada Ade Armando sangat memprihatinkan dan menjadi pelajaran berharga agar tak terulang lagi.
Selayaknya, aparat hukum segera menangkap pelaku dan memproses hukum serta mencari aktor intelektualnya.Kejadian tindakan kekerasan dalam demo mahasiswa kembali memperlihatkan bahwa selalu ada penyusup yang ingin mengacau kedamaian negeri ini memanfaatkan demo murni mahasiswa.