Oleh: MH. Said Abdullah (*)
Di tengah kesibukan penanganan pelaksanaan arus mudik balik, sebuah informasi penting bernilai strategis menyeruak menembus batas-batas hubungan kemanusiaan. Adalah penegasan Presiden Jokowi mengundang dua pemimpin negara yang tengah mengalami konflik yaitu Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky untuk hadir dalan KTT G20 di Bali pada November 2022.
Karena dalam suasana hiruk pikuk Idul Fitri, penegasan Presiden Jokowi agak kurang mendapat perhatian di dalam negeri. Namun, di manca negara, reaksi pro dan kontra sangat luar biasa. Jagad pemberitaan demikian bergelora menghiasi seluruh media internasional membicarakan keberanian Presiden Jokowi mengambil langkah yang agak berbeda dengan sebagian besar negara-negara Eropa dan Amerika Serikat.
Negara-negara yang selama ini berpihak kepada salah satu yang bertikai mempertanyakan terutama undangan kepada Presiden Rusia. Mereka bersikap atas dasar pemikiran menganggap Rusia telah melakukan penyerangan ke Ukraina sehingga tidak selayaknya mendapat penghormatan hadir dalam KTT G20.
Seakan merespon kemungkinan muncul potensi reaksi, Presiden Jokowi tangkas dan sigap memberikan penegasan alasan Indonesia mengundang Presiden Rusia dan Presiden Ukraina ke KTT G20. Ditegaskan Presiden Jokowi, bahwa undangan kepada kedua pimpinan negara itu bertujuan menciptakan perdamaian dan stabilitas yang menjadi kunci penting dalam pemulihan dan pembangunan ekonomi dunia. Oleh karena itu, Presidensi G20 Indonesia mendorong penyelesaian damai dalam konflik Rusia-Ukraina.
“Saya ingin menekankan bahwa Indonesia ingin menyatukan G20. Jangan sampai ada perpecahan. Perdamaian dan stabilitas adalah kunci bagi pemulihan dan pembangunan ekonomi dunia,” kata Jokowi dalam keterangan pers, Jumat (29/04/2022), di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat.
Alasan rasional bermuatan nilai kemanusiaan itu sangat luar biasa dampaknya. Masyarakat dunia yang memandang konflik Rusia-Ukraina secara jernih dan berharap segera berakhir menyambut dan memberikan dukungan terhadap sikap Presiden Jokowi. Berbagai pemikiran muncul, jika berhasil mendamaikan dua negara yang berkonflik Presiden Jokowi dianggap layak untuk menerima penghargaan Nobel Perdamaian.
Selama ini berkembang dan bahkan mengarah kecenderungan tekanan kepada Indonesia agar dalam pelaksanaan KTT G20 di Bali pada November 2022, tidak mengundang Rusia. Namun Jokowi, sebagai Presiden Indonesia tidak mungkin menghianati prinsip dasar Indonesia dalam hubungan internasional yang secara normatif tegas dan jelas menganut asas bebas aktif. Tidak memihak ke kiri dan ke kanan.
Prinsip utama Indonesia sebagaimana ditegaskan dalam alinea pertama pembukaan UUD 1945, “Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.” Serta pada alinea keempat ditegaskan pula, bahwa Pemerintah Negara Indonesia ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Prinsip-prinsip itulah yang mendasari diplomasi Indonesia di dunia internasional yang telah sepenuhnya dijalankan Presiden Jokowi serta siapapun yang menjadi bagian dari kewenangan melaksanakan peran diplomasi Indonesia di kancah internasional. Bebas aktif dan terus berjuang melawan imperalisme dan kolonialisme dalam segala bentuk, mewujudkan perdamaian dan tidak menjadi bagian dari insiden konflik antar negara seperti terjadi dalam kasus perang Rusia-Ukraina.
Jelas, bukan perkara mudah, mempertahankan prinsip bebas aktif di tengah tarik menarik kepentingan geopolitik negara-negara besar. Namun, amanah para pendiri kemerdekaan yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 tak dapat ditawar dan secara konsisten harus dilaksanakan oleh seluruh rakyat Indonesia yang dalam representasi normatif dijalankan oleh para pemimpin Indonesia.
Di sinilah penting seluruh rakyat Indonesia untuk terus mengawasi, mendorong, mendukung pelaksanaan prinsip-prinsip bebas aktif serta perjuangan mewujudkan kemerdekaan sebagai hak segala bangsa. Termasuk memberikan dukungan pada sikap tegas Presiden Jokowi, yang bersikap netral dan terus mendorong upaya penyelesaian konflik Rusia-Ukraina serta mendukung perjuangan kemerdekaan rakyat Palestina. (*)
*Ketua Banggar DPR RI.