JAKARTA, Koranmadura.com – Ketua Setara Institute Hendardi menilai, Presiden Jokowi mengukuhkan impunitas dan memutihkan para pelaku pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Itu terlihat dari orang-orang yang duduk dalam tim PAHAM bentukan Presiden Jokowi untuk menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu.
“Dalam Pidato Kenegaraan yang disampaikan Presiden RI pada Sidang Tahunan MPR tanggal 16 Agustus 2022, Presiden Jokowi menyampaikan dua hal terkait upaya penyelesaian pelanggaran HAM Berat masa lalu. Pertama, RUU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (RUU KKR) yang dalam proses pembahasan. Kedua, Keputusan Presiden Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu yang telah ditandatangani,” kata Hendardi dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Rabu 17 Agustus 2022.
Lebih lanjut Hendardi mengatakan, “Dalam draf Keppres yang beredar, tim ini disingkat tim PAHAM dengan sejumlah anggota yang diantaranya dianggap sebagai sosok bermasalah terkait pelanggaran HAM masa lalu.”
Melihat komposisi orang yang menjadi anggota tim PAHM itu, Hendardi menilai, pembentukan tim ini tidak lebih dari sebuah proyek yang hanya akan memperkuat impunitas atau kekebalan terhadap hukum dan pemutihan terhadap para pelaku pelanggaran HAM masa silam.
“Langkah pemerintah ini membuktikan bahwa Jokowi tidak mampu (unable) dan tidak mau (unwilling) menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM, bahkan yang sudah diselidiki oleh Komnas HAM,” tegas Hendardi lagi.
Tim PAHAM ini, menurut Hendardi, justu memiliki daya rusak yang berdampak luar biasa pada upaya pencarian keadilan. Pasalnya, tim ini tidak diberi mandat untuk mencari kebenaran untuk memenuhi hak para korban dan publik.
“Karena pilihan non yudisial telah ditetapkan, maka sejatinya Jokowi mengingkari mandat UU 26/2000 yang bahwa penyelesaian pelanggaran HAM yang terjadi sebelum tahun 2000 bisa diadili melalui Pengadilan HAM Ad Hoc,” papar Hendardi lebih jauh.
Lebih tegas Hendardi menjelaskan, “Segera setelah tim PAHAM menyelesaikan tugasnya, maka Jokowi akan mengklaim bahwa semua pelanggaran HAM telah diselesaikannya. Jokowi bukan tidak paham alur penyelesaian pelanggaran HAM, tetapi nyata bahwa Keppres ini bagian dari persekongkolan berbagai pihak untuk mencetak prestasi absurd bagi Jokowi, pemutihan bagi yang selama ini diduga terlibat pelanggaran HAM, dan bahkan bagi para pejabat dan lingkaran kekuasaan yang selama ini tersandung tuduhan pelanggaran HAM, sehingga terus menerus gagal dalam pencapresan.” (Carol)