JAKARTA, Koranmadura.com – Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara mengatakan bahwa sektor keuangan memiliki peran penting untuk mewujudkan Visi Indonesia Maju 2045, karena berperan sebagai sistem intermediasi (penghubung) dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi.
“2045 hanya sekitar 23 tahun dari sekarang, tidak lama sebenarnya. Namun aspirasi kita disusun dengan sangat yakin kita akan dapat mencapai kesana, dan aspirasi ini yang ingin kita taruh. Aspirasi mengenai ekonomi yang besar, PDB perkapita yang tinggi, pengangguran yang rendah, struktur ekonomi yang produktif, ini harusnya didukung oleh sektor keuangan yang berdaya saing di tingkat Internasional dan di tingkat regional kita,” jelas Wamenkeu, saat memaparkan urgensi reformasi sektor keuangan di Indonesia pada Rapat Kerja Badan Legislatif DPR RI, Kamis (18/8/2022) di Ruang Rapat DPR RI Jakarta.
Namun, Wamenkeu mengingatkan bahwa sektor keuangan Indonesia yang dilihat dari indikator aset bank per PDB, kapitalisasi pasar modal per PDB, aset industri asuransi per PDB, dan aset dana pensiun per PDB masih relatif dangkal apabila dibandingkan dengan negara peer group lainnya.
Selain itu, sektor perbankan yang merupakan sumber pendanaan jangka pendek, masih mendominasi. Padahal pembiayaan pembangunan membutuhkan pendanaan jangka panjang. Industri keuangan non bank sebagai sumber pendanaan jangka panjang memiliki porsi dan peran yang masih kecil terhadap sektor keuangan maupun PDB.
Kondisi ini menggambarkan bahwa kapasitas menghimpun dana oleh sektor keuangan Indonesia masih relatif rendah, sementara potensi pendalaman masih besar.
Meskipun mendominasi, sektor perbankan ternyata masih memiliki permasalahan struktural yang mengkibatkan inefisiensi. Hal ini terlihat dari data overhead cost perbankan Indonesia dan net interest margin perbankan Indonesia yang masih tinggi dibandingkan negara-negara Kawasan.
Hal ini menyebabkan tingkat suku bunga pinjaman yang lebih tinggi yang akhirnya menyebabkan perekonomian berbiaya tinggi.
Wamenkeu juga menyampaikan data jumlah dan pertumbuhan simpanan yang menunjukkan adanya potensi untuk mendiversifikasikan instrumen keuangan, khususnya bagi nasabah dengan jumlah simpanan besar.
Selanjutnya, Wamenkeu juga menyoroti perkembangan instrument investasi pada asset krypto yang perlu didukung oleh kerangka mitigasi resiko yang memadai. Aspek tata Kelola dan penegakan hukum di sektor keuangan juga dinilai masih perlu dilakukan banyak perbaikan. Sementara itu, perlindungan investor dan konsumen sektor keuangan perlu ditingkatkan.
Literasi keuangan yang masih rendah dan banyaknya UMKM yang belum memiliki akses pembiayaan juga menjadi pemantik dilakukannya reformasi sektor keuangan Indonesia. Tantang masa depan berupa disrupi teknologi di sektor keuangan juga perlu ditangani secara baik.
“Dan satu lagi elemen dari reformasi sektor keuangan adalah sumber daya manusia di sektor keuangan. Kalau tadi adalah produknya, jumlah uangnya, jumlah investornya, tapi tentu sektor keuangan ini perlu kita lihat seperti apa sih pekerjanya,” lanjut Wamenkeu, seperti dilansir kemenkeu.go.id.
Hal ini berkenaan dengan adanya statistik yang menunjukkan bahwa tren pertumbuhan SDM di sektor keuangan dalam satu dekade terakhir mengalami perlambatan. Untuk mendorong penguatan sektor keuangan Indonesia, maka jumlah pekerja pada sektor tersebut harus didorong secara optimal.
Selanjutnya, ekosistem pelaporan keuangan eksisting pada beberapa entitas juga perlu dilakukan review. Wamenkeu menegaskan bahwa ini perlu disinkronkan tanpa menambah birokrasi tapi bisa betul-betul baik untuk pengawasan yang lebih komprehensif.
Terakhir, sebagian besar peraturan perundang-undangan berusia sudah lebih dari 10 tahun. Peraturan perundang-undangan ini dalam implementasinya perlu dilakukan review terus menerus dan menjadi bagian dari urgensi reformasi sektor keuangan. Kebutuhan adanya penguatan koordinasi dalam menjaga stabilitas keuangan di masa depan juga muncul. Hal ini timbul lantaran adanya lesson learnt dari penguatan koordinasi dalam penanganan krisis dan tekanan pasar keuangan akibat pandemi Covid-19.
“Sehingga kalau kita lihat keseluruhan latar belakang tadi dan perlunya reformasi sektor keuangan, kita melihat ada 5 item, kalau boleh kita bilang ini 5 pilar yang perlu kita address,“ kata Wamenkeu.
Wamenkeu mengatakan bahwa rendahnya literasi dan ketimpangan akses perlu di-address dengan meningkatkan akses ke sektor jasa keuangan, dan tingginya biaya transaksi di sektor keuangan ditangani dengan cara menurunkannya dan memperluas sumber pembiayaan jangka panjang sehingga bisa lebih murah.
Kemudian, terbatasnya instrumen keuangan ditangani dengan mengembangkan instrumen baru tapi juga bersamaan dengan manajemen resikonya, serta rendahnya kepercayaan dan perlindungan investor konsumen ditingkatkan dengan meningkatkan aturan-aturan perlindungan bagi investor dan konsumen. Terakhir, kerangka koordinasi penanganan stabilitas sistem keuangan harus di-review terus. (Kunjana)