JAKARTA, Koranmadura.com – Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah menjelaskan, gagasan penghapusan daya listrik 450 VA memiliki tujuan mulia yaitu mengubah beban subsidi Indonesia dari oil heavy ke electric heavy. Dengan begitu, nantinya subsidi, baik subsidi BBM maupun listrik akan lebih efisien dan tepat sasaran.
“Kita harapkan transformasi ini mengubah beban subsidi kita dari oil heavy ke electric heavy. Sehingga subsidi solar yang konsumsinya 95 persen dinikmati rumah tangga mampu setara 1,69 juta kiloliter bisa kita alihkan, termasuk konsumsi pertalite yang dikonsumsi rumah tangga mampu sebanyak 80 persen setara 15,89 juta kilo liter bisa kita relokasi untuk subsidi terhadap listrik agar lebih efisien dan tepat sasaran,” kata Said Abdullah dalam rilis yang diterima di Jakarta, Minggu 18 April 2022.
Politisi senior PDI Perjuangan itu meneruskan, “Bahkan subsidi kita akan lebih efisien bila secara perlahan menggeser subsidi LPG yang 68 persen dinikmati rumah tangga mampu. Anggarannya dapat kita alokasikan untuk rumah tangga miskin mengakses energi listrik untuk kebutuhan sehari-hari. LPG dapat kita khususnya untuk pedagang keliling, pelaku usaha mikro dan kecil.”
Said Abdullah menjelaskan konteks dan latar belakang gagasan penghapusan daya listrik 450 itu. Disebutkan, banyak penggunana listrik bersubsidi 450 VA dan 900 VA tidak terdaftar dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial atau DTKS. Karena itu, pemerintah diminta untuk melakukan verifikasi dan pendataan ulang agar subsidi ini bisa tepat sasaran.
Hanya 9,55 juta Rumah Tangga (RT) berdaya listrik 450 VA masuk DTKS. Kelompok rumah tangga ini masuk kategori kemiskinan parah, yang oleh BPS termasuk keluarga berpenghasilan kurang dari 1.9 USD per hari dengan kurs Purchasing Power Parity (PPP).
“Terhadap kelompok rumah tangga seperti ini tentu saja tidak mungkin kebutuhan listriknya kita naikkan dayanya ke 900 VA. Untuk makan saja susah dan kebutuhan listriknya rata rata hanya untuk penerangan dengan voltase rendah,” jelas Said Abdullah.
Sementara sebanyak 14,75 juta rumah tangga pengguna daya listrik 450 VA tidak terdata dalam DTKS. Terhadap pelanggan listrik kategori ini, Badan Anggaran DPR meminta PLN, BPS, Kemensos dan Pemda melakukan verifikasi faktual untuk memastikan apakah mereka seharusnya masuk ke DTKS atau tidak.
“Jika hasil verifikasi faktual mereka seharusnya masuk DTKS tetapi belum terdata di DTKS, maka mereka harus mendapatkan akses bansos melalui pendataan DTKS, dan voltase listriknya tidak kita alihkan ke 900 VA. Sebaliknya jika hasil verifikasi faktual menunjukkan bukan dari keluarga kemiskinan parah, yakni berpenghasilan dibawah 1.9 USD per hari, dan sesungguhnya kebutuhan listriknya meningkat dilihat dari grafik konsumsinya, maka kelompok rumah tangga inilah yang kita tingkatkan dayanya ke 900 VA,” jepas Said Abdullah lagi.
Di kelas 900 VA ini, lanjut Said Abdullah, hanya 8,4 juta pelanggan yang masuk dalam DTKS. Sementara 24,4 juta lainnya tidak masuk DTKS. Yang tidak masuk DTKS ini yang harus diverifikasi untuk benar-benar memastikan kondisi ekonomi mereka.
“Jika perkembangannya menunjukkan mereka masuk kategori rumah tangga miskin maka mereka harus masuk perlindungan bansos melalui pemutakhiran data DTKS, dan terhadap kelompok ini daya listriknya kita pertahankan tetap 900 VA. Sebaliknya jika sebagian dari mereka ekonominya kian membaik, dan dari grafik konsumsi listriknya meningkat maka mereka kita dorong masuk ke pelanggan 1300 VA,” papar Said Abdullah.
Ia memungkasi, “Sampai saat ini para pelanggan listrik yang berdaya 450 VA dan 900 VA termasuk kategori rumah tangga yang mendapatkan subsidi listrik oleh pemerintah. Hal ini perlu saya tegaskan sebab telah diopinikan pelanggan 900 VA tidak termasuk pelanggan listrik yang disubsidi oleh pemerintah. Opini ini untuk menggiring agar terjadi penolakan pelanggan yang berdaya 450 VA untuk dialihkan ke 900 VA.” (Sander)