JAKARTA, Koranmadura.com – Ketua Badan Anggaran DPR Said Abdullah sudah mencium arah yang akan dicapai dari usulan pembentukan panitia khusus atau Pansus kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis solar, pertalite, dan pertamax, di DPR.
Padahal menaikan harga BBM tidak bisa dihindari lagi karena beban subsidi BBM dalam APBN sudah mencapai Rp 502 triliun. Bila tidak dinaikkan akan semakin menambah beban APBN.
Said Abdullah mengungkapkan hal itu kepada wartawan di Senayan, Jakarta, Selasa 6 September 2022.
“Kan memang tidak bisa dihindari bahwa problem ini problem internasional, problem dunia, bukan hanya kita. Bahwa kita ini sampai berdarah-darah Rp 502 triliun subsidinya itu harus diakui, subsidi itu tidak diotak-atik, tetap Rp 502 triliun,” kata Said Abdullah.
Ketua DPP PDI Perjuangan ini menjelaskan, kenaikan harga BBM ini juga terjadi karena adanya migrasi konsumen secara besar-besaran ke pertalite, setelah harga pertamax sudah sempat dinaikkan.
Dengan migrasi ini, peruntukan BBM bersubsidi menjadi tidak tepat sasaran. Sebab, lebih banyak menguntungkan kelas menengah atas.
“Tapi kemudian pemerintah terakhir ada kecenderungan karena kemudian ada migrasi besar-besaran yang biasanya orang pakai Pertamax tiba-tiba semua pakai Pertalite. Kan jebol. Supaya jebolnya tidak parah, maka ayo naikkan. Ke mana dan kalau naik bagaimana yang di bawah penempatan BLT subsidi upah, kan itu yang dilakukan, arahnya mau dibentuk pansus, mau dibentuk panja, akhirnya kan itu juga,” ujarnya.
Protes kenaikan harga BBM terjadi di berbagai daerah di seluruh Indonesia. Di Jakarta, pada Selasa 6 September 2022, mahasiswa dan buruh menggelar unjuk rasa di depan DPR menolak kenaikan harga BBM. Unjuk rasa serupa juga berlangsung di beberapa daerah. (Sander)