MH. Said Abdullah | Ketua Banggar DPR RI.
Fenomena kegelapan ekonomi global kembali diingatkann Presiden Jokowi. “Saat ini di Washington DC, ada 28 negara sudah antri di markasnya IMF menjadi pasien,” jelas Presiden Jokowi.
Ini sebenarnya, bukan pernyataan pertama dari Presiden Jokowi. Dalam berbagai kesempatan Presiden selalu mengingatkan bahwa perkembangan dunia saat ini sulit diprediksi dan dikalkulasi. Jauh berbeda dengan di masa lalu, yang prediksi dan perencanaan relatif mudah.
Resesi dunia diakui memang telah terlihat jelas, telah terprediksikan lama akibat disrupsi pangan dan energi serta belakangan ini ditambah kecamuk perang Rusia dengan Ukraina. Kenaikan inflasi di banyak negara akibat respon sejumlah negara maju menaikkan suku bunga makin memperlihatkan gejala merebaknya resesi ekonomi dunia.
Bagaimana kondisi ekonomi Indonesia menghadapi fenomena buram perkembangan ekonomi global itu. Akankah Indonesia mengalami nasib seperti dialami Argentina, Turki dan beberapa negara yang mulai antri di Gedung IMF Washingtong DC?
Sulit diingkari memang, dampak resesi ekonomi global ibarat gelombang trunami, yang perlu diwaspadai. Indonesia dalam hal ini DPR dan pemerintah sudah relatif lama mengantisipasinya. Karena itu, menghadapi resesi ekonomi global Indonesia masih mampu menghadapinya dengan tingkat resiliensi yang cukup baik.
Sesuai dengan asumsi makro ekonomi Indonesia pada tahun depan di APBN 2023, diperkirakan masih akan tumbuh di kisaran 5,3%. Ini bukan sekedar confidensi belaka. IMF dan bank dunia sama-sama memperkirakan ekonomi Indonesia akan tumbuh dalam kisaran 5%. Kita optimis ekonomi tahun depan tumbuh realistis tetapi kita juga mitigatif atas segala resiko.
Tentu dalam realisasi nantinya tak ada garansi yang semuanya pasti bisa terwujud. Kita berharap rencana yang telah dicanangkan dan direncanakan dapat tercapai.
Seluruh jajaran pemerintahan dari tingkat pusat sampai pemerintahan daerah perlu bekerja keras. Perlu disadari bersama ada tantangan terbentang pergerakan resesi ekonomi global. Kita harus bekerja sama dengan semangat gotong royong agar dampak resesi semaksimal mungkin tidak mengganggu pertumbuhan ekonomi nasional.
Kita optimistis bila kerja keras bukan hanya akan mampu menghadapi dampak resesi ekonomi juga dapat mencapai target pertumbuhan 5,3 persen. Modal meyakinkan kita adalah pertumbuhan ekonomi yang baik pada kuartal II 2022 ini. Seluruh indikator ekonomi lainnya juga tumbuh baik. Neraca perdagangan surplus, bahkan current account kita juga surplus, index manufaktur juga masih dikisaran 51.
Sebagai antisipasi pemerintah perlu fokus untuk menguatkan program ketahanan pangan dan energi. Selain itu program subsidi juga kita perbaki agar tepat sasaran sebagai bantalan shock absorber. Potensi dampak terhadap keluarga miskin kita mitigasi melalui program Perlinsos yang terus kita kembangkan.
Resesi ekonomi global adalah tantangan yang harus diantisipasi dengan optimistis serta kerja keras, seluruh komponen bangsa. Insya Allah Indonesia seperti diprediksi bank dunia akan bangkit dengan pertumbuhan mengesankan. (*)