JAKARTA, Koranmadura.com – Ketua DPR RI Puan Maharani meminta Pemerintah segera menetapkan kasus gagal ginjal akut pada anak sebagai kejadian luar biasa (KLB) apabila sudah memenuhi kriteria penetapan.
“Kasus gagal ginjal akut pada anak sudah cukup mengkhawatirkan. Kalau dari data-data yang ada sudah memenuhi syarat, segera tetapkan penyakit ini sebagai kejadian luar biasa atau KLB,” kata Puan Maharani di Jakarta, Jumat 21 Oktober 2022.
Dalam sepekan, kasus gagal ginjal akut pada anak di Indonesia melonjak menjadi lebih dari 200 kasus dengan angka kematian hampir 50% dari total kasus sejak pertama kali dilaporkan. Dari data terbaru, sudah terdapat 206 kasus gagal ginjal akut, 99 anak di antaranya telah meninggal dunia.
“Ini bagaikan puncak gunung es. Kasus yang diketahui ratusan tapi korbannya bisa jadi jauh lebih banyak. Situasi ini sangat genting dan mengancam keselamatan anak-anak,” ujar perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR RI itu.
Menurut Puan Maharani, status KLB akan berpengaruh pada langkah penanganan dan pengobatan dalam mengatasi gagal ginjal akut, termasuk soal pembiayaan dan berbagai kemudahan lainnya. Dengan meningkatnya status menjadi KLB, semua pemangku kebijakan akan memiliki kepedulian dalam penanganan penyakit ini.
“Dengan status KLB, setiap anak yang didiagnosa gagal ginjal akut, baik memiliki BPJS Kesehatan maupun tidak, harus ditanggung perawatan kesehatan dan pengobatannya hingga tuntas,” ungkap Puan Maharani.
Tanpa status KLB, kata Puan Maharani, dikhawatirkan banyak pasien kesulitan mengakses fasilitas pelayanan kesehatan lantaran tidak ada bantuan dana. Penetapan status KLB juga terkait dengan kesiapan rumah sakit rujukan bagi anak yang menderita penyakit ini.
“Kita harus memperhatikan bagaimana fasilitas kesehatan daerah tidak sama di setiap wilayah. Bagi daerah yang fasilitas kesehatannya belum memadai, diperlukan penanganan lanjutan ke tempat lain yang dapat menangani penyakit gagal ginjal akut pada anak,” sebutnya.
Sehubungan dengan itu, Puan Maharani mendorong Pemerintah mengalokasikan anggaran khusus untuk menangani kasus ini agar dapat membantu masyarakat ekonomi rendah yang anaknya menderita tanda-tanda gagal ginjal akut.
Apalagi, menurut sejumlah pakar, penanganan penyakit gagal ginjal akut tidak bisa dilakukan di level Puskesmas karena keterbatasan ketersediaan alat hemodialisa atau peritoneal dialysis yang membutuhkan seorang dokter bedah anak.
Penetapan penyakit gagal ginjal akut pada anak sebagai KLB, kata Puan Maharani, juga akan memudahkan koordinasi stakeholder terkait. Baik itu lintas daerah dan provinsi, maupun secara nasional.
“Tentunya juga akan menyempurnakan sistem penanganan kasus dan mengoptimalkan SDM kesehatan, serta penanggulangan fenomena penyakit ini,” ujar Puan Maharani. (Sander)