JAKARTA, Koranmadura.com – Ketua DPP PDI Perjuangan Said Abdullah menilai, kehadiran tokoh perempuan dalam pentas kepemimpinan nasional pada 2024 sangat penting. Dengan kehadiran pemimpin perempuan maka Indonesia bisa keluar dari feodalisme patriarkis sebagai syarat kemajuan soial.
“Kepemimpinan perempuan sudah sewajarnya bila mengacu agregat sosial-demografis kita menempati kedudukan yang strategis. Kenapa? aspek keadilan,” kata Said Abdullah dalam pernyataannya di Jakarta, Senin 24 Oktober 2022.
Said Abdullah meneruskan, “Artinya mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020 jumlah penduduk perempuan di Indonesia mencapai 49,76%. Ini menunjukkan bahwa secara kuantitatif persentase kandidasi capres perempuan seharusnya berbanding sama dengan jumlah kandidasi capres laki laki.”
Kehadiran perempuan dalam pentas Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2924 akan menghadirkan juga isu-isu tentang kesejahteraan perempuan, proteksi atas kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), pengentasan kemiskinan perempuan akibat dominasi kultur patriarki dan dampak struktural turunannya.
Karena itu, Said Abdullah sangat yakin kehadiran kepemimpinan perempuan bukan sekedar gerakan emansipasi, perjuangan gender, maupun kepentingan personal dan kelompok.
“Menurut Prof. Dr. Ir. Erni Hirmayanti untuk kepentingan kehidupan berbangsa dan bernegara ke depan dalam menghadapi tantangan global yakni peran kepemimpinan perempuan yang visioner dan berperspektif gender, termasuk pada panggung internasional yang kental kebijakan kebijakan maskulinitas,” papar Said Abdullah lagi.
Karena itu Said Abdullah mengajak agar isu penguatan dan peneguhan kepemimpinan perempuan di level nasional dan internasional haruslah menjadi agenda bersama.
Sebab, seharusnya sudah menjadi kewajiban bersama semua pihak dalam memperjuangkan kesadaran baru secara masif untuk meminimalisasi aspek hambatan akseptabilitas dan penerimaan publik terhadap kepemimpinan perempuan sebagaimana tercermin dalam data beberapa survei.
“Di sinilah momentum Pilpres 2024 adalah waktu yang tepat bagi kita untuk menghadirkan kebutuhan bangsa ke depan dalam menghadirkan kepemimpinan perempuan di level nasional,” kata Ketua Badan Anggaran DPR RI itu
Said Abdullah sendiri sangat optimististis akan adanya kepemimpinan perempuan pada 2024. Namun, sekali lagi, perlu ada upaya bersama untuk mendorong kelahiran pemimpin perempuan di pentas nasional.
Sebab hasil survei beberapa lembaga memperlihatkan posisi calon pemimpin perempuan masih kalah dari dari para calon pemimpin laki-laki. Sebagai contoh Said Abdullah menyebut hasil survei Akar Rumput Strategic Consulting (ARSC) pada 21 September 2021.
Pada pertanyaan top of mind yang menyajikan data kandidasi calon presiden (capres) perempuan masih jauh di bawah laki laki. Begitu juga hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang menemukan hal sama, yaitu capres perempuan dari sepuluh daftar kandidasi capres 2024 masih di urutan ketujuh.
“Artinya, dalam realitas politik di Indonesia kepemimpinan perempuan dalam kandidasi capres 2024 masih menyisakan problem akseptabilitas atau hambatan penerimaan publik,” kata Said Abdullah.
Dia meneruskan, “Dengan kata lain, temuan hasil survei di atas menggambarkan bahwa kandidasi capres perempuan tampak masih sulit bersaing dengan capres laki laki dari sisi akseptabilitas untuk diterima dan dipilih masyarakat pemilih atau ‘voters’ di Indonesia.”
Pada bagian lain, Said Abdullah mengutip pandangan Bung Karno dalam buku ‘Sarinah: Kewajiban Wanita dalam Perdjoeangan Repoeblik Indonesia’, (cet I, 1947). Dalam buku itu disebutkan bahwa posisi perempuan dalam perjuangan republik Indonesia bukan sekadar urusan emansipasi.
Bung Karno, lewat pengalamannya dirawat oleh Sarinah, disebutnya menemukan humanisme dalam praktik hidup. Geneologi pemikiran Bung Karno yang Marhaenis, kata Said Abdullah, kental dengan kritik terhadap modernisme barat sebagai semang imperialisme.
“Jadi kita pahami bila Bung Karno bukan sekadar menempatkan perempuan dalam pemajuan bangsa dan negaranya, lebih spesifik, perempuan menjadi bagian kekuatan yang harus turut serta melawan feodalisme, kolonialisme dan imperialisme,” imbuh dia. (Sander)