SAMPANG, koranmadura.com – Pengelolaan air bersih dalam jangka panjang di bawah penanganan instansi Dinas Perumahan Rakyat Kawasan Permukiman (DPRKP) Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur, disorot Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) Kabupaten setempat.
Pasalnya, pada saat musim kemarau berlangsung, puluhan desa di Kabupaten Sampang, seringkali terdampak menjadi desa kering kritis karena kesulitan mendapatkan air bersih.
Wakil Ketua Komisi II DPRD Sampang, Alan Kaisan menyentil kinerja Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait yakni di bidang pengelolaan air bersih di DPRKP yang terkesan asal jadi. Berdasarkan pengamatannya dan beberapa laporan mengenai pembangunan Sistem Pembangunan Air Minum (SPAM) di wilayahnya telihat seperti kurang berdampak di kala menghadapi musim kemarau.
“Seharusnya kan dalam pengelolaan spam seperti pengeboran sumber air disesuaikan dengan keberadaan sumber air dan titik kekeringan. Nah banyak laporan bahwa banyak pembangunan tandon tapi tidak ada airnya, ya jadinya tandon itu tidak berguna. Itu sebenarnya yang menjadi catatan untuk evaluasi pada program selanjutnya,” katanya, Rabu, 5 Oktober 2022.
Alan Kaisan juga menyampaikan, selama dilakukan rapat kerja bersama, OPD terkait belum bisa menunjukan adanya dokumen pemetaan sumber air bersih. Bahkan adanya beberapa laporan yang diterimanya, program yang dikerjakan terkesan asal digarap.
“Artinya dalam menjalankan program yang dijalankan, yaitu yang penting desa siap dan ada yang ngerjakan meski tidak sesuai dengan kebutuhan. Seharusnya OPD terkait itu punya pemetaan keberadaan sumber air berkesinambungan dalam jangka panjang. Sebenarnya simpel kan, peta.desa kekeringan sudah ada di BPBD, nan soal sumber air ini kan bisa pakek Geolistrik, simpel kan untuk memecahkan kekurangan air,” pungkasnya.
Kepala DPRKP Sampang, Moh Zis melalui kepala bidang (kabid) pengelolaan air bersih Siti Muatifah menyampaikan, pemetaan Spam diakuinya didasarkan dari potensi keberadaan air, baik air permukaan maupun air tanah dalam. Sedangkan di Kabupaten Sampang, pihaknya menyatakan potensi air permukaan hanya di sungai.
“Jarang sekali di sini (Sampang,red) ada air permukaan lain selain sungai dan memang lebih banyak air tanah dalam,” paparnya.
Lanjut Muatifa menjelaskan, meski kebanyakan jenis air tanah dalam, pihaknya menegaskan bahwa tidak semua daerah di Kabupaten Sampang mempunyai potensi tersebut. Sebab jika dilihat peta cekungan air tanah yang dikeluarkan dari Kementerian ESDM menunjukan bahwa di kawasan tengah disebutkan jarang sekali atau bahkan tidak ada sama sekali potensi air tanah dalam.
“Tetapi bukan terus berarti tidak mungkin tidak ada, karena peta itu diambil dari foto udara. Jadi kemungkinan ada deviasi berapa persen saja. Tapi semisal ternyata dari geolistrik, itu kita punya potensi, ya berarti kita bisa mengeksplor air di situ dengan potensi yang biasanya hanya 1-2 liter per detik, itupun jarang terjadi di 2 liter per detik karena biasanya hanya 1 liter per detik. Dan itu memang kecil sekali,” ungkapnya.
Muatifa juga menyampaikan, salah satu kekurangan dari mata air tanah tersebut yaitu semakin tahun pasti akan semakin berkurang.
“Itu sudah hukum alam yang seperti itu, karena bukan mata air tapi hanya aliran air di bawah tanah yang suatu saat aliran air itu akan berbalik arah. Makanya di wilayah negara maju, itu dilarang untuk mengeksplor air tanah dan hanya sebagai alternatif terakhir saja. Sedangkan di Sampang, kami tidak punya alternatif yang lain,” katanya.
Pihaknya mengklaim, keberadaan air tanah sejatinya sebagai persediaan yang harus dijaga. Sebab manakala terus-menerus dilakukan pengeboran maka lambat laut keberadaan air tanah tersebut akan menghilang.
“Jadi semisalnya kita sudah bangun Spam, terus 3-4 tahun kemudian tidak berfungsi, ya karena tidak ada air. Bukan berarti pembangunan konstruksi itu gagal, karena air tanah dalam itu sifatnya memang begitu yakni semakin bekurang. Tapi di tempat tertentu, ya kadang masih ada air. Bisa juga karena pengelolaannya tidak optimal yaitu terkait biaya operasional, biasanya masyarakat cenderung bergantung untuk dibayarin semuanya (gratis). Dan Ketika ada kebocoran pipa, biaya listrik naik, perbaikan pompa dan lainnya, kemudian masyarakat menjadi tidak mampu melanjutkan lagi mengoperasionalkan,” klaimnya.
Pihaknya mengklaim, sebelum dilakukan program pembangunan spam, pihaknya mengaku sudah melakukan uji geolistrik. Sehingga kemudian manakala ada potensi keberadaan air, maka kemudian dilakukan pembangunan dan proses pumping air untuk mengetahui debet air.
“Karena kita menggunakan air tanah dalam, dan kemudian sekian tahun samakin habis, ya memang begitu risikonya ketika kita menggunakan air tanah dalam. Apalagi potensi keberadaan airnya kecil sekali,” katanya.
Ditanya soal inventarisasi pembangunan Spam yang kondisinya tidak terpakai lagi, Muatifa mengaku belum mengetahui pasti jumlahnya. Sebab belum ada laporan langsung mengenai hal tersebut.
“Tapi masih ada yang berjalan dan berkembang. Di daerah kota saja masih ada. Di Desa Paopale itu sampai ada omzet retribusinya sampai Rp 30 juta per bulannya,” pungkasnya. (MUHLIS/ROS/VEM)