JAKARTA, Koranmadura.com – Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto memastikan, Indonesia tidak termasuk dalam 28 negara yang sedang mengantri untuk mendapat dana talangan dari IMF atau International Monetary Fund.
Dalam jumpa pers di Istana Presiden, Selasa 11 Oktober 2022, sebagaimana dilihat di saluran Youtube Sekretariat Presiden, Airlangga Hartarto mengungkapkan bahwa fondasi perekonomian Indonesia masih cukup kuat menahan badai krisis yang sedang mengancam dunia saat ini.
Airlangga Hartarto menyebut, ancaman krisis global yang berada di depan mata ini jauh lebih besar dari krisis 1998. Sebab, krisis 1998 hanya menimpa beberapa negara ASEAN, sedangkan krisis sekarang melanda seluruh dunia.
Tentang negara-negara yang sudah mengantri dana talangan dari IMF, Airlangga Hartarto mengungkapkan bahwa sebanyak 14 negara sudah masuk ke IMF, sedangkan 14 negara lainnya sedang diproses. Dan, di antara negara-negara itu, tidak ada Indonesia.
“Bahkan Indonesia adalah negara yang pertumbuhan ekonominya di antara negara G20, nomor 2 tertinggi setelah Saudi Arabia. Jadi dari segi faktor eksternal, Indonesia aman,” kata Airlangga Hartarto yang juga Ketua Umum Partai Golkar.
Selain faktor eksternal yang kuat, faktor internal perekonomian Indonesia juga relatif kuat karena ditopang oleh konsumsi dalam negeri. Bahkan Airlangga yakin pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat mencapai 5,2 persen di tahun 2023.
“Dari internal ekonomi kita relatif kuat karena kita punya ‘domestic market’ dan sekarang konsumsi itu menjadi bagian daripada pertumbuhan ekonomi, apalagi diprediksi di tahun depan pun pertumbuhan ekonomi kita antara 4,8 sampai 5,2 (persen),” kata Airlangga Hartarto lagi.
Dia meneruskan, “Jadi tentu berbagai lembaga yang memprediksi tersebut melihat bahwa Indonesia relatif kuat.”
Meski demikian, kata Airlangga Hartarto, Presiden Jokowi meminta untuk tetap berhati-hati dalam mengambil kebijakan. Presiden Jokoti, kata Airlangga Hartarto, tidak ingin Indonesia menjadi seperti Inggris yang mata uangnya mengalami kejatuhan yang dalam.
“Kita lihat di Indonesia Depresiasi rupiahnya 6 persen, namun relatif masih lebih tinggi dari negara lain termasuk Malaysia, Thailand sehingga relatif Indonesia lebih moderat,” kata Airlangga Hartarto. (Sander)