Oleh: Miqdad Husein | Kolumnis, tinggal di Jakarta.
Ada yang menarik dan mengejutkan dalam perhelatan Piala Dunia 2022, yang masih berlangsung di Qatar hingga akhir bulan depan. Fenomena Asia. Ya, sepak terjang tim Asia, yang cukup menghentak. Dan itu tidak hanya dari satu tim Asia saja. Empat Tim Asia membuat gebrakan mencengangkan.
Pertama, jelas kejutan yang dibuat Arab Saudi yang menghancurkan Tim Tanggo Argentina. Penerapan pressing Arab Saudi mampu meluluhlantakkan kedahsyatan Messi dan kawan-kawan. Kedua, fenomena Tim Jepang yang berhasil menggoyang Tim Panser Jerman. Tak ada yang menduga dua Tim Asia itu mampu menaklukan dua raksasa dunia. Bahkan mereka yang berfilsafat bola bulatpun, tak memperhitungkan kemungkinan itu.
Jangan lupa, Tim Asia lainnya Korea Selatan sekalipun tidak sampai mengalahkan namun mampu menahan imbang Tim Amerika Latin, yang juga tak kalah fenomenal. Adalah Uruguay, yang ditahan imbang Korea Selatan. Jangan lupa, perlawanan Korea Selatan bukan parkir bus alias bertahan total tapi memperlihatkan kelas mampu melayani permainan Uruguay, yang dihuni bintang sekaliber Luis Suarez, Edinson Cavani dan masih banyak taburan bintang lainnya.
Iran, pada penampilan pertama memang kalah. Itupun karena penjaga gawang utama cidera di awal-awal pertandingan hingga sempat memukul mental pemain lainnya. Namun Iran tidak berlarut-larut. Pada pertandingan kedua melawan Wales, permainan piawai Iran terlihat kembali hingga menjungkalkan lawannya 2:0 di masa injury time. Luar biasa.
Qatar mungkin menjadi tim Asia pertama, yang harus angkat koper. Walau tuan rumah, wajar saja karena praktis baru pertama tampil di Piala Dunia. Tidak aneh jika mengisi pertandingan perdana Qatar terlihat kagok seperti demam panggung. Pada pertandingan kedua melawan melawan Senegal penampilan Qatar cukup lumayan. Perlawanan Qatar mampu mengimbangi Senegal, yang sudah beberapa kali tampil di Piala Dunia.
Wakil Afrika yang tampil agak kehilangan semangat. Kamerun gagal menampilkan permainan terbaik. Tunisia, Senegal, seperti kehilangan ritme permainan khas Afrika yang berenergi dan berani melayani lawan. Barangkali hanya Ghana walau kalah dan belakangan Marocco yang memperlihatkan karakter ngotot Afrika hingga pada pertandingan kedua mampu mengalahkan tim bertabur bintang Belgia. Senegal kalah saat melawan Tim kuat Belanda, sedang Ghana mengakui keunggulan Tim bertabur bintang Portugal.
Prestasi Tim Asia sekalipun bukan yang pertama, karena sempat pada perhelatan tahun 2002, Korsel masuk semi final, tetap mengejutkan. Tim-tim yang ditaklukan merupakan Tim langganan Piala Dunia bahkan pernah beberapa kali juara dunia serta bertabur bintang kelas dunia. Siapa yang meragukan Argentina, yang memiliki pemain ajaib Messi dan masih banyak lagi pemain hebat lainnya. Jerman, Tim yang terkenal pantang menyerah jelas berada pada jajaran Tim kelas satu dunia, yang pemainnya penuh bintang.
Sepak terjang Tim Asia seperti terimbas kegairahan ekonomi negaranya. Spirit Jepang, Korea, Saudi, juga Qatar jelas tak lepas dari keseriusan pembinaan ketika mereka telah memiliki modal, yang tak hanya kekayaan tapi yang jauh lebih penting kesadaran bersaing dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk sepakbola. Ini artinya, kebangkitan sepakbola Asia, yang makin konsisten merupakan bagian integral etos yang bangkit untuk bersaing dalam belantara dunia global.
Mereka makin menyadari pertarungan keras di dunia global dalam seluruh bidang kehidupan. Kesadaran itu tak terkecuali melanda dunia sepakbola, yang merupakan olahraga massal; mengaduk-aduk emosi rakyat. Ketika sebuah negara tersentak untuk siap bertarung di dunia global, sektor apapun akan terpengaruh untuk memancang bendera perjuangan. Jangan lupa sepakbola adalah olahraga paling mempengaruhi emosi masyarakat, termasuk dari segi kuantitatif. Itu artinya, selalu pararel kemajuan ekonomi sebuah negara dengan kesungguhan pengelolaan sepakbolanya.
Di negara yang memiliki kesadaran tarung dalam belantara global secara sadar menempatkan sepakbola sebagai ikon, yang dapat menyuntikkan energi pembangkit etos kerja. Karena itu, mereka membenahi sepakbola tidak sekedar sambil lalu. Seperti negara maju sepakbolanya, yang lebih dahulu berprestasi, pengelolaan sepakbola Asia mulai menjadi industri, yang tak berbeda dengan pengelolaan industri lainnya. Profesionalisme mutlak diterapkan.
Bahkan sepakbola karena menjadi kegemaran massal, dianggap bukan hanya sekedar alat menggapai prestasi. Sepakbola telah menjadi alat ‘politik’ yang mampu menyuntikkan nasionalisme, yang digadang-gadang memberi efek kegairahan pada seluruh sektor kehidupan.
Indonesia dibawa kepemimpinan Presiden Jokowi, dengan rasa sedih harus mengakui bahwa kesungguhan kerja pemerintah belum merembet ke pengelolaan sepakbola. Masih terlalu banyak faktor di luar sepakbola. Dan yang terpenting lagi, sepakbola Indonesia masih dikelola sambil lalu. Jelas, pengelolaan sambil lalu itu tak akan pernah menghasilkan Tim berkualitas, sekalipun secara potensi kemampuan teknis dan dukungan masyarakat sangat bergairah.
Sayang memang. Sepakbola Indonesia masih sebatas mimpi untuk tampil di Piala Dunia. (*)