SAMPANG, koranmadura.com – Aktivitas pendirian Batching Plant di area mega proyek pembangunan Jalan Lingkar Selatan (JLS) yang berada di lokasi Desa Aeng Sareh, Kecamatan Sampang, Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur, diduga bodong karena tidak kantongi izin.
Koordinator Pelayanan Terpadu, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMTSP) Kabupaten Sampang, Sudarmadi saat dikonfirmasi merasa tidak mengetahui keberadaan pendirian Batching Plant yang berada di Desa Aeng Sareh tersebut. Bahkan pihaknya mengaku cuek terhadap pihak kontraktor yang tidak berkeinginan untuk melakukan pengurusan izin. Namun pihaknya mengaku akan melayani siapapun bagi yang ingin mengurus izin Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) atau saat ini sebagai pengganti Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
“Yang bersangkutan yang tidak mengurus izin, ya harus tanggung jawab. Kami tidak mencari mangsa, jadi semisal mau ngurus izin ya kami layani. Misal saja pemborong itu tidak ngurus izin, ya kami cuek saja. Tugas kami hanya melayani, siapa saja yang ngajukan ya kami layani,” ungkapnya, Rabu, 2 November 2022.
Pihaknya sejauh ini juga merasa tidak mengetahui keberadaan bangunan Batching plant di sekitar lokasi pengerjaan pembangunan JLS. Kemudian pihaknya menyampaikan bahwa untuk mengeluarkan izin yaitu berdasarkan rekomendasi dari tim teknis yang berada di Organisasi Perangkat Daerah (OPD) seperti Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Dinas Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (PRKP), Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan lain sebagainya.
“Kami mengeluarkan izin apapun, atas dasar rekomendasi dari OPD terkait. Selama tidak ada rekomendasi itu, kami tidak mengeluarkan izinnya baik di OSS mauun non OSS. Dan kami memang baru tahu dan baru dengar sekarang soal keberadaan pendirian Batching Plant itu,” ungkapnya.
Sementara Plt Kepala Dinas PUPR Kabupaten Sampang, Moh Zis menyampaikan, keberadaan Batching Plant di sekitar pemabangunan JLS yang berada di Desa Aeng Sareh merupakan milik dari pihak kontraktor. Pendirian Batching Plant tersebut memang khusus untuk kebutuhan pengerjaan pembangunan JLS.
“Itu milik proyek JLS dan memang tidak dikomersilkan. Memang pihak kontraktor yang menyediakan, karena tidak mampu kalau beli di luar. sehingga kontraktor bangun sendiri dan memang tidak ada izin karena dipakai sendiri,” ujarnya.
Disinggung soal mutu hasil produksi beton dari Batching Plant tersebut, Moh Ziz mengklaim untuk hasil produksi dikatakan sama dengan hasil produk Batching Plant yang dikomersilkan oleh perusahaan.
“Hasil kualitasnya sama, itu ada uji labnya juga dan itu harus karena kami tidak mau kalau tidak ada hasil labnya,” dalihnya.
Menurutnya, pendirian Batching Plant yang berada di dalam lokasi proyek pembangunan JLS tidak semestinya harus mengantongi izin.
“Kalau di luar, memang harus ada izin ini, izin itu. Sedangkan kalau di luar itu berdampak kepada masyarakat,” pungkasnya.
Sekadar diketahui, Pekerjaan pembangunan Jalan Lingkar Selatan (JLS) di wilayah Kecamatan Sampang hingga Kecamatan Torjun tersebut dikerjakan oleh PT Asri Karya Lestari bersama KSO DPK. Sedangkan anggaran yang digunakan dalam pembangunan megaproyek tersebut senilai kurang lebih Rp 204 milyar yang bersumber dari dana pinjaman modal pemerintah pusat melalui PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI).
Proyek tersebut berada di bawah naungan leading sektor Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Sampang, dengan masa kontrak pelaksanaan kurang lebih selama tiga belas bulan lamanya (2021 – 2022).
Sedangkan pentingnya pengurusan segala izin atas pendirian dan aktivitas Batching Plant tersebut sesuai dengan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU Ciptakerja Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020, Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan PPLH dan Peraturan Mentri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Nomor 4 Tahun 2021 daftar usaha/kegiatan wajib AMDAL, UKL/UPL atau SPK PPLH (SPPL). Muhlis/ROS/VEM