JAKARTA, Koranmadura.com – Ketua DPR RI Puan Maharani mengungkapkan, ia menjadi seorang politisi seperti sekarang ini karena hasil kerja kerasnya sendiri.
“Diperlukan upaya dan kerja keras diri sendiri, untuk dapat membuktikan diri dan tanggung jawab dalam mencapai eksistensi politisi yang diakui oleh publik,” ujar Puan Maharani dalam pidatonya saat menerima gelar Doctor Honoris Causa dari PKNU Korea Selatan, Senin 7 November 2022.
Dia meneruskan, “Nasib kita bukanlah hal yang harus ditunggu, tetapi nasib kita adalah hal yang harus dicapai dengan memilih jalan, menempuh, dan meraihnya dengan perjuangan.”
Puan Maharani bercerita, dia masuk ke dunia politik dari pergumulan dialektika pemikirannya ketika tahun 2004 saat Pemilu Presiden secara langsung dilaksanakan pertama kali di Indonesia. Ketika itu, Megawati Soekarnoputri yang juga merupakan Ketua Umum PDI Perjuangan sedang menjabat sebagai Presiden ke-RI KE-5.
“Saya bertanya kepada kedua orang tua saya ‘Mengapa PDI Perjuangan, yang saat itu sebagai partai yang memerintah, tidak dapat memenangkan Pemilu?’. Saat itu, jawaban yang diberikan kepada saya adalah bahwa jawaban itu hanya dapat dijelaskan apabila saya sendiri menyelami kehidupan partai politik dan perpolitikan negara,” papar Puan Maharani.
Lebih lanjut dia menjelaskan, “Mulai saat itulah, saya mengikuti kegiatan berpolitik, dengan aktif dalam kegiatan PDI Perjuangan. Sehingga secara bertahap saya dapat memahami dinamika dan dialektika politik.”
Dalam berpolitik, kata Puan Maharani, benturan berbagai kepentingan lumrah terjadi. Hal ini mengingat proses pengambilan keputusan kolektif yang semuanya berkaitan dengan institusi negara, kepentingan publik, serta distribusi kekuasaan, kekayaan dan sumber daya.
“Dalam berPolitik untuk mengendalikan tatanan sosial, ekonomi, budaya, dan politik, kita membutuhkan Ideologi sebagai Meja Statis dan Leidstar Dinamis,” kata Puan Maharani.
Pada bagian lain pidatonya, Puan Maharani menjelaskan rumusan susunan Negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Lima prinsip dasar falsafah Indonesia itu yakni Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
“Sejak Proklamasi, 17 Agustus 1945, para pendiri bangsa, telah merancang pengelolaan kekuasaan negara yang demokratis, dimana terdapat pemisahan kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif,” urai mantan Menko PMK itu.
“Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Kedaulatan rakyat dilaksanakan melalui fungsi-fungsi MPR RI, DPR RI, DPD RI, Pemerintah, serta Kekuasaan Kehakiman, dengan tata pengelolaan kekuasaan yang menganut prinsip check and balances,” imbuhnya.
Adapun sistem ketatanegaraan dengan prinsip checks and balances di Indonesia merupakan wujud penyelenggaraan negara yang demokratis. Puan Maharani menerangkan, demokrasi di Indonesia berjiwakan pada Pancasila sehingga kebijakan negara diarahkan untuk mempersatukan seluruh rakyat, melindungi seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan seluruh rakyat, serta mencerdaskan kehidupan seluruh anak bangsa.
“Politik pembangunan Indonesia berdasarkan ideologi Pancasila, yang dapat menciptakan Keadilan Sosial dan Kesejahteraan Rakyat, adalah dengan Haluan Politik Trisakti, yaitu berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan,” ucapnya.
Meski demikian, tidak anti budaya asing. Indonesia, kata Puan Maharani tidak dapat mengisolasi diri dari interaksi budaya asing sebagai bagian dari masyarakat dunia.
“Akan tetapi dengan kepribadian jiwa bangsa yang kuat, maka budaya asing yang positif akan kami saring dan apabila bersesuaian dengan kepribadian bangsa Indonesia akan kami larutkan dalam kebudayaan nasional,” terang Puan Maharani.
Kemajemukan budaya Indonesia yang tenteram dan damai disebut dapat menyumbang inspirasi kepada dunia bahwa kemajuan bangsa dan kearifan tradisi Indonesia yang plural tidak saling menegasikan, apalagi meniadakan satu sama lain. Puan Maharani menyatakan perbedaan dan kemajemukan budaya lokal merupakan tamansari budaya dunia.
Puan Maharani juga menyinggung pembangunan ibu kota negara baru Indonesia, Ibu Kota Nusantara (IKN) sebagai agenda strategis Indonesia ke depan. Ia mengatakan, IKN Nusantara diharapkan dapat menjadi penggerak ekonomi Indonesia di masa depan, menjadi simbol identitas nasional, dan menjadi kota dunia ideal yang dapat menjadi acuan dunia.
“Dengan penajaman dan penguatan agenda tersebut diharapkan akan memperkuat sumber-sumber pertumbuhan ekonomi, mempercepat transformasi ekonomi, dan memperbaiki struktur tatanan ekonomi yan lebih berkeadilan dan mensejahterahkan rakyat,” katanya. (Sander)