Oleh : MH. Said Abdullah
Selaku tuan rumah, dan baru pertama kali tampil di Piala Dunia, Timnas Qatar harus mengakui keunggulan lawan-lawannya. Walau kalah dalam penyisihan group, Qatar sebagai penyelenggara berhasil menaklukkan nurani manusia sejagad. Pesan perdamaian yang mereka kabarkan memancar saat pembukaan Piala Dunia di Al Bayt Stadium, Al Khor, Qatar, Minggu (20/11) lalu.
Pesan itu mengubah persepsi atas Timur Tengah yang lekat dengan konflik dan perang berdarah. Piala Dunia Qatar sejenak menggulung tikar konflik, dan menyedot mata dunia tertuju kepada peradaban modern Qatar dalam bingkai Islam. Qatar meneruskan spirit Asia sebagai solusi dunia paska KTT G20 di Bali. Gelaran KTT G 20 di Bali diapresiasi dunia atas keberhasilan Indonesia menjadi jembatan kekuatan kekuatan besar, seperti Tiongkok dan Amerika Serikat, serta mampu menjahit kerjasama global atas berbagai masalah dunia.
Kumandang alunan Al Quran Surat Al Hujarat ayat 13 yang mengawali Piala Dunia sangat jelas sebagai pesan yang tersurat. “Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa.”
Makna tersirat dari pesan tersurat diatas juga amat jelas, Piala Dunia Qatar mempertemukan banyak bangsa yang beragam budaya. Keragaman tidak menghalangi untuk berkarya bersama, dan mengukir karya. Bersuku suku dan berbangsa bangsa, berduyun duyun pada gelaran piala dunia. Perjumpaan itu penuh kegembiraan dan kedamaian. Seperti inilah sesungguhnya praktik keimanan.
Piala Dunia Qatar dapat menjadi contoh gelanggang depan semangat persaudaraan. Semua tim memperebutkan bola, namun berdiri diatas aturan. Wasit menjadi pengatur permainan, tidak ada tim adidaya, maupun adikuasa. Siapa yang berbuat curang, segera mendapatkan kartu pengurang, bisa kuning, bahkan merah. Lapangan bola menjadi benggala eloknya peradaban.
Lain ladang, lain belalang, lain lubuk lain ikannya. Pepatah ini sangat pas untuk menggambarkan Piala Dunia Qatar. Islam mengharamkan alkohol. Pemerintah dan Asosiasi Sepak Bola Qatar melarang bir, baik sponsor, apalagi meminumnya. Aturan ini dijunjung tinggi dan dihormati oleh para penonton yang beragam agama, bangsa dan budaya. Sungguh kabar yang menggembirakan.
Perjalanan memasuki 16 besar ada yang tereliminasi, sebab kalah prestasi. Tiada yang sikat sana, sikat sini, semua berjalan damai, menjunjung sportivitas tinggi. Memang demikianlah hakekat olah raga ini. Pesan cinta damai juga dikabarkan oleh Kapten Timnas Inggris, Harry Kane. Ia mengenakan pita lengan OneLove selama gelaran berlangsung. Kampanye ini dimulai oleh Belanda untuk mendukung keragaman dan inklusi, serta menentang diskriminasi. Lantas Belgia, Denmark, Prancis, Jerman, Norwegia, Swedia, Wales dan Swiss ikut mendukung prakarsa tersebut.
Lepas dari beberapa kontroversi yang agak berlebihan dari peserta Piala Dunia, yang memaksakan kampanye LGBT, Piala Dunia Qatar sugguh menegaskan pesan perdamaian luar biasa melalui ayat 13 Surat Al-Hujurat. Kita berharap masyarakat yang sebagiannya masih phobia Islam, seiring interaksi sosial mereka selama gelaran piala dunia dapat mengubah persepsi itu. Membalikan satwa sangka, dan menegaskan sesungguhnya Islam adalah penganjur perdamaian. Sekali lagi, Piala Dunia Qatar menjadi kalam penoreh perdamaian.
Kita berharap piala dunia ini dapat menjadi jembatan dialog kemanusiaan. Meluruskan seluruh persepsi persepsi yang keliru antar kelompok budaya, agama dan bangsa, sekaligus menjadi penggerak terwujudnya kerjasama. Laju bola memang tidak mudah ditebak, namun selalu menjadi energi penggerak nan kompak.