ARAB SAUDI, koranmadura.com – Saat datang kali kedua ke Arab Saudi pada akhir November lalu, ada pemandangan yang berbeda dibanding saat datang kali pertama pada 2016 lalu. Petugas Imigrasi yang memeriksa di Bandara King Abdul Aziz Jeddah, semuanya perempuan.
Hal serupa juga terlihat di ruang tunggu bandara. Bahkan di Masjidil Haram, Makkah Almukarramah, terlihat sejumlah petugas keamanan wanita berada di pintu-pintu utama masjid.
Ternyata, sejak beberapa tahun terakhir ada “kebijakan tidak lazim” berlaku di negeri yang dijuluki Almamlakah Al Arabiyah Assaudiyah tersebut. Kaum wanita diberi ruang lebih luas untuk berkarier di beberapa bidang layanan publik.
Itu terjadi sejak Raja Salman, Raja Arab Saudi mengangkat Mohammad bin Salman (MBS) sebagai Putra Mahkota Utama pada September 2022 lalu. Salah satu terobosan terbarunya adalah gerakan gender.
Karenanya, saat ini kaum hawa sudah bisa mengisi sejumlah posisi di beberapa sektor. Misalnya resepsionis hotel, petugas keamanan dan lainnya. Bahkan, para wanita sudah bisa mengemudikan mobil di jalan raya, sebuah hal yang mustahil terlihat di Arab Saudi pada beberapa tahun lalu.
Hari pertama berada di Makkah, saya menyempatkan berjalan-jalan di sekitar Hotel Hilton dan Zam-Zam Tower. Kebetulan, saya dan rombongan menempati Pulman Zamzam Makkah, salah satu hotel yang berada di kompleks tower dengan jam terbesar di Arab Saudi tersebut.
Saya menyaksikan sejumlah wanita dengan cadarnya, menjadi pramuniaga, kasir maupun resepsionis. Itu juga saya lihat ketika saya berada di Madinah Almunawwarah.
Saya mencoba menanyakan hal itu ke beberapa mukimin asal Indonesia dan mereka mengatakan bahwa hal itu sudah menjadi “keadaan baru” di Arab Saudi.
“Sekarang yang seperti itu sudah bukan hal yang asing di sini,” kata Misbahurrahman, salah seorang mukimin.
Seorang kawan asal Kabupaten Probolinggo yang satu rombongan umrah dengan saya, Mohammad Romli Syah, mengatakan para istri bos Arab yang sebelumnya menggunakan sopir pribadi pria, sekarang mengganti dengan sopir perempuan bahkan ada yang memilih nyetir sendiri mobil pribadinya.
“Ini berimbas pada peluang kerja bagi para tenaga kerja laki-laki. Banyak di antara mereka yang beralih menjadi pemandu umrah atau bahkan harus angkat koper, pulang ke tanah air,” kata pimpinan salah satu travel layanan umrah tersebut.
Terbukanya kran bagi kaum hawa untuk lebih bebas bukan kondisi yang datang secara tiba-tiba. Setidaknya pada era 90-an, telah ada riak-riak tuntutan dari kaum hawa yang menginginkan kebebasan di Arab Saudi.
Sejumlah pegiat gender di wilayah itu beberapa kali berunjuk rasa menuntut kesetaraan hak dengan kaum laki-laki. Meskipun saat itu, perjuangan mereka harus berujung pada penangkapan dan hukuman penjara.
Baru pada sekitar 2018 lalu, Raja Salman mengeluarkan kebijakan membolehkan kaum wanita di Saudi mengambil peran di pos-pos layanan publik, meskipun pada saat itu, peran yang diberikan masih sangat terbatas. Bahkan, sang raja juga membolehkan kaum hawa menjadi anggota parlemen dan menduduki jabatan strategis di pemerintahan. Tercatat dua tokoh wanita yang menempati posisi strategis di pemerintahan antara lain Nuroh Abdullah sebagai Wakil Menteri Pendidikan dan Tsurayya Ubaid sebagai Menteri Urusan Kerja Sama Luar Negeri. (G.MUJ)