Oleh: MH. Said Abdullah
Utang pemerintah sering dipersepsikan jauh dari proporsional, bahkan sering dituduh ugal ugalan.
Mengutif pendapat Mantan Menteri Keuangan Muhammad Chatib Basri, yang dinukil berbagai media beberapa waktu lalu (30/1/2019), hanya di Indonesia persoalan utang pemerintah menjadi bahasan politik.
Di negara lain persoalan utang praktis sepi dari perbincangan politik. Di seluruh dunia praktis hanya di Yunani, soal utang pemerintah jadi bahasan karena telah melampaui 100 persen rasio dari PDB negara Yunani.
Ironi perbincangan persoalan utang di Indonesia makin menggelikan ketika ternyata juga disuarakan para politisi partai politik, yang berada dan pernah duduk sebagai anggota DPR. Mereka tentu mengetahui bahwa utang.
Pertama, diputuskan bersama DPR dan Pemerintah.
Artinya, politisi dari partai politik sudah pasti mengetahui dan bahkan sedikit banyak menjadi bagian pengambilan keputusan dan persetujuan DPR berapa jumlah utang.
Kedua, karena merupakan keputusan bersama DPR dan Pemerintah sudah pasti mengacu pada ketentuan perundang-undangan. Mustahil jumlah utang pemerintah melampaui atau melewati serta mengabaikan persetujuan DPR.
Tanpa persetujuan DPR, Pemerintah, sesuai ketentuan perundang-undangan tak dapat melangkah sejengkalpun dalam memutuskan berapa jumlah dan bagaimana untuk berutang.
Ketiga, sangat tidak mungkin keputusan DPR dan pemerintah melabrak batasan UU Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yang membatasi rasio utang pemerintah maksimal 60 persen dari PDB.
Seluruh keputusan utang DPR dan Pemerintah harus sesuai ketentuan perundang-undangan dan masyarakat dapat menggugat ke Mahkamah Konstitusi jika ternyata melanggar ketentuan perundang-undangan.
Saat ini utang pemerintah masih dalam kisaran rasio 39,57 persen dari PDB sehingga dari segi normatif, masih sejalan ketentuan UU tentang Keuangan Negara. Bahkan masih jauh dari batasan maksimal ketentuan UU tersebut, yang menegaskan utang pemerintah dengan rasio PDB maksimal sebesar 60 persen.
Pada berbagai kesempatan penulis selalu menegaskan bahwa dengan rasio utang saat ini, bukan hanya telah sesuai perundang-undangan.
Dari segi konsepsi perekonomian masih sangat aman untuk kelangsungan pembangunan Indonesia. Tidak ada hal yang menghawatirkan.
Apalagi jika dibandingkan dengan beberapa negara, yang utangnya sampai mendekati dan bahkan sampai lebih dari 200 persen PDB mereka. Jepang semisal, utang pemerintahnya mencapai 262 persen PDB.
Dalam logika ekonomi, berutang merupakan hal biasa sebagai salah satu upaya mengembangkan dan memperluas serta membesarkan bisnis. Selama utang dipergunakan untuk kepentingan produktif dan bukan konsumtif, utang merupakan sarana optimalisasi bisnis.
Demikian pula utang pemerintah, asal dipergunakan untuk kepentingan produktif dan bukan konsumtif dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Memperbincangkan utang pemerintah sah-sah saja sebagai bentuk partisipasi pengawasan kepada pemerintah.
Masyarakat dapat membantu pengawasan DPR terhadap keseluruhan pengelolaan utang pemerintah agar sepenuhnya tepat sasaran untuk kepentingan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Silahkan saja masyarakat mengkritisi dan mengawal pemerintah baik normatif yaitu agar tetap sesuai ketentuan perundang-undangan maupun penerapan di lapangan dalam pengelolaan utang agar sepenuhnya untuk kepentingan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Di era informasi dan komunikasi seperti sekarang ini, pengelolaan dan penanganan apapun termasuk utang pemerintah tidak dapat lagi bersembunyi dibalik meja atau dibungkam melalui tindakan represif, pengetatan informasi dan lainnya.
Semua berproses terbuka dan transparan tanpa tedeng aling-aling sehingga seluruh masyarakat dapat mengetahui, mengawasi dan bahkan mengkritisi jika ternyata menabrak rambu-rambu perundang-undangan.
Kewaspadaan dalam mengelola utang yang dilakukan oleh pemerintah di bawah pengawasan DPR tidak semata mengacu pada ketentuan perundangan undangan.
Pemerintah dan DPR mempertimbangkan keseluruhan kajian teknis terhadap pengelolaan utang oleh lembaga lembaga rating internasional, seperti Fitch, Moody’s, JCR dan R&I, yang kesemuanya memberi penilaian BBB (moderat), dan stabil.
Karena itu, marilah semua pihak terutama para politisi agar mengajak dan membincangkan persoalan apapun di negeri ini seperti soal utang, secara proporsional serta tidak menyesatkan apalagi memprovokasi masyarakat luas.
Ajaklah masyarakat berpikir jernih dan rasional melalui pemberian penjelasan obyektif sehingga jauh dari kegaduhan yang membuang-buang energi. Kita perlu memaksimalkan apapun agar produktif demi kemajuan dan kesejahteraan seluruh rakyat.
Penulis adalah Ketua Badan Anggaran DPR RI