JAKARTA, Koranmadura.com – Wakil Ketua Komisi VI DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Aria Bima mencatat semua aspirasi yang disampaikan Dewan Pimpinan Cabang Himpunan Pengusaha Mikro dan Kecil Indonesia (DPC Hipmikindo) Kabupaten Bekasi sebagai pendamping pengusaha tempe berskala kecil dan menengah.
“Kami akan membahas ini saat rapat dengan mitra kerja komisi VI. Terkait ketersediaan kedelai di lapangan kami akan meminta Kementerian Perdagangan dan Bulog untuk memantau ketersediaan kedelai di lapangan,” ujarnya saat menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di gedung parlemen, Rabu 18 Januari 2023 sebagaimana dilansir dari dpr.go.id.
Untuk membantu keberlangsungan UMKM yang sempat gulung tikar, Aria Bima menyarankan DPC Hipmikindo Kabupaten Bekasi membuat koperasi yang menaungi pengusaha tempe berskala kecil dan menengah.
“Kami akan dukung dan damping bapak dan ibu mengakses Dana Bergulir untuk sektor Koperasi UMKM untuk membantu permodalan pengusaha tempe,” kata politisi asal Solo, Jawa Tengah itu.
Sementara itu, Ketua Dewan Pimpinan Cabang Himpunan Pengusaha Mikro dan Kecil Indonesia (DPC Hipmikindo) Kabupaten Bekasi, Eko Parmono menyampaikan, pengusaha tempe berskala kecil dan menengah mengeluhkan harga kedelai yang terlampau tinggi.
Mereka (pengusaha tempe berskala kecil dan menengah) berharap harga kedelai bisa stabil dan kembali seperti sebelum pandemi Covid-19.
“Harapan dari mereka harga seperti yang dulu, artinya sampai Rp8.000 (per kg). Kalaupun seumpamanya ada kenaikan, itu mereka berharap maksimal Rp90.000,” terangnya.
Tingginya harga kedelai, kata Eko, membuat pengusaha tempe berskala kecil dan menengah kesulitan mengejar biaya produksi.
“Kalau yang kami tangkap dari teman-teman di lapangan, harga sekarang (kedelai) masih cenderung tinggi sehingga mereka tidak bisa mengejar biaya produksi dan menyebabkan daya jual mereka menurun,” katanya.
Sebelum pandemi melanda, harga kedelai hanya berkisar Rp 700.000 per kuintal. Namun, pada Agustus 2022 harga kedelai melonjak jadi Rp 1,4 juta per kwintal.
“Hari ini mereka baru belanja bahan tadi pagi, Rp 1,2 juta per kwintal, masih nggak ngejar biaya produksi,” sebutnya. (Sander)