JAKARTA, Koranmadura.com – Ketua DPR Puan Maharani mengajak Ketua Parlemen Korea Selatan, Kim Jin-pyo, beserta delegasinya berkeliling kompleks Gedung Parlemen Senayan pada Kamis 19 Januari 2023.
Mereka meninjau ruang rapat Paripurna di Gedung Kura-kura sambil mendengar penjelasan dari Puan Maharani, termasuk tentang sejarah pembangunannya.
“Gedung DPR ini digagas oleh Presiden pertama RI bapak Ir. Sukarno pada tahun 1965. Gedung ini mencerminkan adanya kepakan sayap burung yang akan terbang,” jelas Puan Maharani.
Sambil melihat isi dari ruang Paripurna di Gedung Nusantara, Kim Jin-pyo mendengarkan pemaparan bahwa gedung tersebut awalnya dibangun untuk penyelenggaraan CONEFO (Conference of New Emerging Forces) sebagai kekuatan baru negara-negara berkembang yang menentang negara-negara besar (old-established forces) saat itu.
CONEFO merupakan lembaga liga negara-negara semacam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang dibuat Presiden Sukarno.
“Kompleks CONEFO mulai dibangun pada 19 April 1965 atau bertepatan pada momentum peringatan sepuluh tahun penyelenggaraan Konferensi Asia-Afrika. Bung Karno memilih sebagian kawasan Senayan, Jakarta, sebagai tempat sekretariat CONEFO,” urai Puan Maharani.
Dia meneruskan, “Meski CONEFO bubar seiring dengan berakhirnya masa jabatan Sukarno sebagai Presiden RI, pembangunan kompleks ini tetap dilanjutkan dan pemanfaatannya dialihkan menjadi Kompleks Parlemen sejak 18 Maret 1968 hingga sekarang.”
Kepada Kim Jin-pyo, Puan Maharani menjelaskan keunikan dari Gedung Kura-kura yang berbentuk kubah. Gedung ini terdiri dari dua kubah besar yang ditopang oleh dua buah struktur beton berbentuk busur memanjang dari depan hingga ke belakang.
“Struktur atap tersebut memiliki simbol, yaitu, menyerupai kepakan sayap burung Garuda, lambang negara Indonesia yang berasal dari hewan mitologi Hindu,” jelas Puan Maharani.
Dia meneruskan, “Simbol tersebut bermakna bahwa Indonesia dapat terbang tinggi dan dapat memberi inspirasi kepada dunia, tetapi tetap berpijak pada identitas dan jati diri bangsa Indonesia.”
Puan juga menjelaskan fungsi dari ruang Paripurna di Gedung Kura-kura. Seperti untuk Sidang Umum MPR yang dilaksanakan pada setiap permulaan periodisasi pemerintahan Indonesia serta ditandai dengan pelantikan Presiden dan Wakil Presiden RI serta pelantikan Anggota MPR/DPR/DPD RI.
Kemudian juga untuk penyampaian Pidato Kenegaraan Presiden dalam rangka peringatan HUT RI dan Pidato Presiden dalam rangka penyampaian Rancangan Undang-Undang APBN tahun yang akan datang serta nota keuangan setiap tanggal 16 Agustus.
Puan lalu mengajak delegasi Parlemen Korsel melihat patung di depan Gedung Kura-kura, tepatnya di Plaza Depan Kompleks Parlemen Senayan. Patung yang bernama Ikatan itu berdiri tegak di sekitar kolam dan air mancur berbahan tembaga.
Kepada Kim Jin-pyo dan rombongan, Puan menjelaskan makna dari patung rancangan seniman But Muchtar itu.
“Patung Ikatan mempunyai dua makna. Pertama, sebagai simpul dari kawasan Kompleks MPR/DPR/DPD RI. Kedua, sebagai simbol perjalanan hidup manusia, yaitu, masa lalu, masa sekarang, dan masa depan. Maka dari itu, jumlah patung tersebut adalah tiga yang terikat menjadi satu,” ujar Puan.
Seusai berkeliling Kompleks Parlemen Senayan, Puan lalu menjamu makan siang Kim Jin-pyo dan delegasi Parlemen Korsel. Working lunch tersebut juga menjadi ajang bertemu sejumlah kalangan ekonomi untuk membahas potensi kerja sama antara Indonesia dan Korea Selatan. (Sander)