JAKARTA, Koranmadura.com – Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah menegaskan, posisi utang pemerintah terhadap PDB, yang terus digoreng kelompok penentang pemerintah, masih berada pada batas sangat aman.
Bahkan posisinya masih jauh dari batas maksimum yang diatur dalam Undang-Undang No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Dalam Undang-undang tersebut, batas maksimal utang pemerintah sebesar 60 persen dari PDB. Sementara posisi utang pemerintah per 2022 baru mencapai 39,57 dari PDB.
“Artinya masih jauh dibawah ketentuan Undang-Undang, sehingga tidak ada norma peraturan perundang undangan yang dilanggar oleh pemerintah dalam menjalankan kebijakan utang,” kata Said Abdullah di Jakarta Sabtu 28 Januari 2023.
Ia menanggapi sejumlah pihak terutama kelompok posisi yang menjadikan utang pemerintah sebagai komoditas politik. Kelompok-kelompok itu mengungkit masalah utang pemerintah tetapi dicabut dari akar dan keluar dari tata kelola pemerintahan yang baik.
Kelompok-kelompok itu, kata Said Abdullah, hanya menjadikan masalah jumlah utang pemerintah sebagai amunisi politik untuk menyerang Pemerintahan Jokowi-KH Ma’ruf Amin.
Lebih jauh Said Abdullah menjelaskan, jumlah utang pemerintah Indonesia terhadap PDB belum seberapa bila dibanding dengan negara-negara lain, baik negara-negara tetangga seperti Malaysia, Filipina, Thailand maupun negara-negara maju seperti China, Eropa, Jepang, Jerman, Amerika Serikat dan sebagainya.
“Rasio utang India mencapai 89,26 persen PDB mereka, Malaysia 63,3 persen, Filipina 60,4 persen, Afrika Selatan 69,9 persen, Thailand 59,6 persen, dan Vietnam 39,6 persen,” jelas Said Abdullah membandingkan.
Dia meneruskan, “Jika kita bandingkan dengan negara negara maju, utang pemerintah justru jauh lebih rendah. Rasio utang Tiongkok terhadap PDB mereka 71,5 persen, kawasan Eropa 95,6 persen, Finlandia 72,4 persen, Perancis 113 persen, Jerman 69,3 persen, Inggris 97,4 persen, Amerika Serikat (AS) 137 persen, Jepang 262 persen, Singapura 160 persen.”
Said Abdullah juga menjelaskan bahwa penilaian miring kelompok oposisi terhadap jumlah utang pemerintah Indonesia berbanding terbalik dengan penilaian lembaga pemeringkat utang. Lembaga-lembaga seperti Fitch Ratings dan Standard & Poor’s (S&P) memberikan penilaian terhadap utang pemerintah pada posisi BBB outlook stable.
Bahkan penilaian lebih baik diberikan oleh lembaga Rating & Investment (R&I) dan Japan Credit Rating Agency (JCR). Kedua lembagai ini menempatkan utang pemerintah Indonesia pada level BBB+ outlook stable. Sementara lembaga lainnya, Moody’s memberikan penilaian Baa2 outlook stable.
“Artinya, penilaian berbagai lembaga kredibel internasional di atas menjelaskan bahwa utang pemerintah di level moderat. Penilaian ini menjelaskan bahwa kebijakan utang pemerintah tidak ugal ugalan seperti prasangka buruk oposisi dan kalangan manula post power syndrome yang mendistorsi informasi ke rakyat,” papar politisi senior PDI Perjuangan itu.
Lebih jauh Said Abdullah menilai, pemerintah telah menjalankan kebijakan mitigasi risiko utang sebagai wujud tata Kelola pemerintahan baik (good governance) secara berlapis. Sejumlah langkah langkah pengamanan risiko utang telah dijalankan oleh pemerintah. (Sander)