JAKARTA, Koranmadura.com – Setelah terpilih sebagai forum parlemen MIKTA (Meksiko, Indonesia, Korea Selatan, Turki, dan Australia) dari Turki, Ketua DPR PUan Maharani mengaku siap menjembatani perbedaan setiap negara dalam forum tersebut.
Hal itu ditegaskan PUan Maharani pada seremoni serah terima keketuaan forum parlemen MIKTA dari Turki ke Indonesia untuk tahun 2023 dilakukan usai acara 8th MIKTA Speakers’ Consultation yang digelar di Istanbul, Turki, Kamis 9 Maret 2023 waktu setempat.
Untuk forum parlemen MIKTA, Puan Maharani menerima estafet keketuaan dari Ketua Majelis Agung Nasional Turki, Mustafa Şentop. Dengan serah terima tersebut, DPR RI akan menjadi Ketua forum parlemen MIKTA selama satu tahun ke depan.
“Saya telah melihat kepemimpinan dan komitmen yang kuat dari Majelis Agung Nasional Turki meski baru dilanda bencana, untuk tetap mengadakan pertemuan MIKTA ini, guna memajukan kerjasama parlemen negara anggota MIKTA,” ungkap Puan Maharani dalam sambutannya.
Puan meneruskan, “Saya berkomitmen untuk menggunakan kewenangan saya sebagai Ketua DPR RI untuk melanjutkan kesuksesan yang telah dicapai oleh Majelis Agung Nasional Turki pada pertemuan kali ini.”
Sebagai Ketua MIKTA 2023, Indonesia telah menetapkan 3 prioritas yakni pada isu memperkuat multilateralisme, pemulihan inklusif, dan transformasi digital. Menurut Puan, isu-isu tersebut diharapkan dapat menjadikan peran MIKTA sebagai middle power agar semakin relevan di saat dunia menghadapi berbagai tantangan global.
“Karena permasalahan global ini tidak dapat diselesaikan oleh kekuatan besar saja. Saya berharap bahwa keketuaan Indonesia dapat menunjukkan peran MIKTA dalam menjembatani perbedaan antara negara maju dan berkembang dan antara berbagai kekuatan utama dunia,” paparnya.
Puan berharap, parlemen MIKTA dapat mempengaruhi pemerintahnya masing-masing untuk terus memperkuat kerja sama internasional dan multilateral. Ia menegaskan, harus ada upaya dalam mencari kesamaan pandangan dan bukannya memperbesar perbedaan.
“Parlemen negara MIKTA perlu untuk duduk bersama di sela-sela pertemuan parlemen internasional untuk bertukar pikiran tentang isu-isu yang menjadi kepentingan bersama,” ujar Puan.
DPR RI disebut berkomitmen penuh untuk memajukan kerja sama di antara negara anggota MIKTA. Oleh karenanya, Puan menantikan pertemuan forum konsultasi parlemen MIKTA ke-9 di Indonesia.
“Sekali lagi, saya ucapkan sampai jumpa pada pertemuan MIKTA Speakers‘ Consultation berikutnya di Indonesia,” sebut cucu Bung Karno tersebut.
Agenda 8th MIKTA Speakers’ Consultation sendiri menghasilkan deklarasi bersama untuk diadopsi oleh 5 anggotanya. Ada sejumlah poin dalam deklarasi bersama yang disepakati parlemen-parlemen anggota MIKTA.
Deklarasi bersama itu berisi tentang tantangan dan peluang yang dihadapi parlemen nasional di abad ke-21 dan upaya parlemen mempromosikan multilateralisme serta mengatasi saling ketergantungan global. Dalam deklarasi itu juga turut menyampaikan dukacita dari parlemen-parlemen anggota MIKTA atas bencana gempa bumi yang melanda Turki bulan Februari lalu.
Parlemen MIKTA juga menggarisbawahi mengenai solidaritas kuat yang ditunjukkan oleh negara-negara MIKTA dengan segera mengerahkan tim SAR dan bantuan medis serta kemanusiaan pascabencana sebagai contoh kerja sama internasional yang disambut baik dalam menghadapi bencana.
Deklarasi bersama MIKTA di Istanbul juga menyoroti soal kerja sama di berbagai isu regional dan global, termasuk kerja sama dalam menghadapi tantangan stabilitas ekonomi dan keamanan internasional. Parlemen MIKTA pun menekankan pentingnya diplomasi parlemen untuk menghadapi tantangan global yang semakin kompleks.
Poin lain dalam deklarasi parlemen MIKTA yakni ajakan kepada pemerintah negara anggota MIKTA untuk berperan aktif dalam upaya reformasi sistem internasional. Parlemen MIKTA juga menyoroti soal perang di Ukraina dan program nuklir di Semananjung Korea. Deklarasi ini mengajak dunia global mengedepankan perdamaian demi tatanan dunia yang lebih baik.
Parlemen MIKTA menyatakan komitmen terhadap multilateralisme untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pembangunan sosial, dan pertukaran budaya untuk mendukung Agenda 2030 dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan yang disepakati oleh semua negara anggota pada tahun 2015.
Lebih lanjut, deklarasi bersama parlemen MIKTA mendorong kecerdasan buatan dan teknologi baru lainnya untuk dikembangkan dan digunakan secara bertanggung jawab dan transparan, dengan mempertimbangkan hukum dan norma hak asasi manusia internasional, nilai etika dan kepentingan publik. (Sander)